"Halo, bu. Selamat malam. Ada apa ?,"
"Halo, Chas. Selamat malam juga. Ada yang ingin ibu bicarakan,"
Chastity tak bisa menahan kerutan halus muncul didahinya. Namun, Chastity tidak ingin membuat masalah baru, karena itulah ia lebih memilih mendengarkan apa yang ibunya katakan.
"Baiklah,bu,"
"Chastity, ada kabar baik dan buruk untukmu," Chastity mendengarkan. "Kabar baiknya, kau tetap bisa menjadi seorang Novelis, walau dalam perawatan,"
Chastity mengulas senyum bahagia. Satu kabar baik yang cukup bagus.
"Lalu...kabar buruknya ?,"
Beberapa saat tak ada jawaban dari seberang. Chastity meneguk ludah, takut sekaligus penasaran dengan apa keadaan ibunya.
Apa ibunya tiba-tiba tertidur saat menelfonnya ? Atau...malah-- Chastity tidak ingin memikirkan kemungkinan terburuk itu sekarang. Salahkan saja imajinasinya yang terlalu tinggi, hingga Lust saja memanggilnya chuunibyou.
"Chas...,"
Chastity bernafas legah saat mendengar suara lembut yang berasal dari ibunya. Setidaknya...kemungkinan tadi tak menjadi kenyataan.
Saat Chastity sibuk menertawai dirinya. Suara lembut ibunya menginterupsi.
"Kau akan keluar dari Akademi lebih cepat, sekitar 3 bulan lagi. Tepatnya...saat tahun baru. Tahun depan,"
*
"Apa memangnya hubungan seorang Antagonis, Chastity dengan alat medis nih ?,"
Tanya Diligence dengan kedua mata yang sibuk meneliti benda di ditangannya. "Kalau aku tahu. Aku tak akan bertanya padamu,"
"Ck, ternyata hanya julukanmu sang ketekunan. Tapi, IQ otakmu ternyata...agak rendah," merasa tersindir, Diligence melayangkan tatapan tajam ke arah Wrath. Seandainya saja kakak sepupunya itu tak ada disini, ia yakin akan melayangkan tinju bukannya tatapan.
"Sindiranmu itu menusuk sekali,"
"Bagaimana denganmu, Pat ?," Wrath bertanya pada Patience, tanpa menghiraukan tatapan tajam dari Diligence.
"menurutku pendapatku. Jika bukan untuk perawatan wajah. Mungkin...untuk pengobatan," Ungkapnya. "Darimana kau mengetahuinya ?," Wrath memandang Patience dengan curiga.
"Kau tak mencurigai kakakku bukan ?," Diligence bertanya kala menyadari tatapan Wrath. Wrah menggeleng. "Tidak,"
Patience tersenyum tipis dan menunjuk sisa cairan di dalam alat suntik itu. "Bagaimana jika kita bertanya pada Shananism. Mungkin dia tahu cairan apa ini,"
*
"Chas...apa kau sud--,"
Praangg !
Bukannya mendapat sambutan hangat, Temperance justru mendapat sambutan mengejutkan.
Bukan, disambut dengan pelukan atau bahkan parade. Yah...kagak mungkinlah dikamar seperti ini di adain parade.
Satu hal yang dapat Temperance tangkap saat itu adalah sosok seorang gadis tengah menangis di tengah kamar. Dengan pecahan gelas kaca ditangannya.
"Chastity ?...apa yang terjadi ?,"
Sosok yang dipanggil menoleh dengan lemah, lantas tersenyum di wajah sendunya. Bukan, bukan senyum yang bahagia. Melainkan senyum kesedihan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antagonis [Desime FF] [DISCONTINUED]
Fanfiction"Gw bukan pelakor, gw cuma Antagonis kok," . . . . . Cover by @Feli_Bully_Cute