Fourteen

33.7K 2K 25
                                    

Varischa berhasil menghindar. Wanita itu bangun pagi pagi sekali dan mempersiapkan diri secara kilat sebelum pergi ke kantor. Dan jadilah, Varischa menjadi karyawan pertama yang hadir di kantor. Ia bahkan sempat turun ke kafetaria dan memakan sarapannya di sana.

"Lo kesamber apaan sih, Var ? Dateng pagi banget kayak anak sekolah mau nyontek pr." ucap Meddy yang baru tiba lima menit sebelum waktu masuk kantor.

"Tauk tuh, bahkan waktu gue dateng nih, dia sempet tidur bentar. Lo jangan jangan lagi dikejar depkolektor ya ?" sahut Bunga dengan mata menyipit. Varischa berdecak. "Sembarangan tu mulut kalo ngomong. Amit amit dah gue dikejar utang."

"Terus, kenapa lo bisa dateng pagi banget ? Mau ngebantuin OB ?" desak Meddy.

"Emangnya nggak boleh gue dateng pagi ? Gue tadi bangun kepagian. Terus, dari pada diem nggak jelas, gue memutuskan untuk berangkat ke kantor."

Bunga dan Meddy saling tatap lalu akhirnya mereka mengedikkan bahu secara bersamaan.

"Ya udahlah. Ayo, kerjain deadline. Keburu dimarahin Pak Edy entar."

----------

"Eh Med, gue nebeng lo, dong." kata Varischa ketika jam pulang kantor akan tiba lima menit lagi. Meddy yang sedang membereskan barang-barangnya menoleh dan menatap temannya dengan kening mengerut. "Tumben lo minta nebeng gue. Nggak mau nebeng si Danu lagi, nih." sahut Meddy dengan menyelipkan godaan.

Varischa mendengus. "Kagak usah ngegodain gue sama si Danu. Danu udah punya pacar. Entar gue dikira naksir lagi sama dia."

"Iya iyaa. Kan lo naksirnya sama pak bos cakep, eh."

Varischa langsung melayangkan buku notesnya yang berada di atas meja ke bahu Meddy. Meddy mengaduh dan menatap Varischa dengan sengit. "Sakit, bego."

"Bodo! Lo sih ngomongnya aneh aneh. Udah belum beberesnya ?"

"Udah, nih. Lo napa sih keliatan buru-buru gitu ? Lo mau ada tamu apa ?"

Varischa menggeleng. "Nggak. Gue cuma pengen cepet cepet mandi aja, gerah."

Meddy menyipitkan matanya curiga. "Gerah gimana dah ? Perasaan ni ruangan udah berubah jadi kutub saking dinginnya."

"Ish, udah buruan." balas Varischa seraya mendorong temannya untuk berjalan menuju pintu keluar.

"Woi, Bunga! Ayo buruan!" teriak Meddy. Bunga yang masih bercakap-cakap dengan Arul langsung menoleh. Wanita itu lalu berpamitan kepada Arul dan menyusul kedua temannya.

"Duileh, yang katanya nggak mau gue godain sama si Arul. Nempel mulu, Neng." goda Varischa ketika mereka sudah sampai di depan lift. Bunga yang mendengarnya hanya diam sambil menyembunyikan wajahnya yang merona dan bibirnya yang sedang tersenyum lebar.

"Cieee. Kayaknya bentar lagi ada yang ngasih pajak jadian, nih." timpal Meddy.

"Apaan sih. Udah ah, jangan godain gue." kata Bunga masih dengan kepala menunduk malu. Meddy dan Varischa sama-sama mengulum senyum menatap temannya. Mereka bertiga lalu terdiam, menunggu pintu lift di depan terbuka.

Lift yang ditunggu akhirnya tiba juga. Tiga sekawan sekaligus karyawan yang lain serempak memasuki tabung besi tersebut. Setelah lift terisi penuh, salah seorang yang berada di dekat tombol menekan tombol penutup pintu.

"Tunggu." tiba-tiba sebuah suara dan tangan yang muncul di celah pintu lift membuat pintu lift kembali terbuka. Semuanya terkesiap serempak ketika melihat siapa sang penahan.

"Selamat sore, Pak Albert." sapa semuanya kompak. Albert hanya mengangguk singkat kemudian ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling lift. Sudut bibir kanannya terangkat sedikit ketika matanya menangkap seseorang yang sedang ia cari.

At the Drop of a Hat - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang