Bunga Kedua: Kala Iman Bermekaran

26 2 0
                                    

Aku heran, bagaimana mungkin seorang 'Umar tak pernah gentar untuk melantangkan kebenaran. Dan mati-matian membela Islam di hadapan petinggi-petinggi Quraisy. Tak memperdulikan nyawanya yang terancam dan tak menghiraukan orang-orang dekat yang meninggalkannya.
Beliau memang dikenal sebagai sosok yang tegas pribadinya, dan kuat fisiknya.  Tapi rasa-rasanya jika hanya bermodalkan itu tidaklah cukup utk mengerahkan semangat dan tenaga untuk berjuang mati-matian melawan kebathilan dan menegakkan kebenaran setinggi-tingginya.

Aku heran, bagaimana mungkin Khadijah mau mendermakan seluruh hartanya untuk keberlangsungan dakwah Islam. Ketika dahulu, dia adalah sosok perempuan bangsawan bergelimang harta dan kehormatan. Kemasyhuran tentang kekayaan dan kehormatannya tersebar ke seantero Makkah hingga ke negeri-negeri lain. Tapi ketika beliau menjadi seorang Ummul mukminin yang selalu siap siaga berdiri di samping Rasulullaah saw. berangsur-angsur segala kenikmatan yang sebelumnya ia miliki, tak tersisa. Seluruhnya ia dermakan untuk kepentingan dakwah Islam di muka bumi.

Tidak hanya berhenti disitu. Wanita mulia itu rela mengorbankan seluruh jiwa dan raganya demi membantu penyebaran dakwah Islam di muka bumi.

"Wahai Rasulullah..." Ucapnya lirih sambil menyeka ujung matanya yang basah. Dalam pangkuannya Fathimah kecil sedang terlelap.

"Sekiranya nanti aku mati sedangkan perjuanganmu ini belum selesai, sekiranya engkau hendak menyeberangi sebuah lautan, sekiranya engkau hendak menyeberangi sungai, namun engkau tidak memperoleh rakit pun atau pun jembatan," suaranya tertahan sejenak menahan tangis.

"Maka galilah lubang kuburku, ambilah tulang belulangku. Jadikanlah sebagai jembatan untuk engkau menyebrangi sungai itu supaya engkau bisa berjumpa dengan manusia dan melanjutkan dakwahmu. Ingatkan mereka tentang kebesaran Allah. Ingatkan mereka kepada yang haq. Ajak mereka kepada Islam wahai Rasulullah." kata Khadijah.

Tangisnya tertumpah dihadapan sang suami yang selalu ia dampingi dalam suka maupun duka memperjuangkan agama Allah.

Sungguh romantis perjuangan hidup mereka. Berlelah-lelah kala di dunia, namun pintu surga sudah terbuka lebar untuk menyambut kedatangannya.

Aku heran, bagaimana mungkin Muhammad begitu gigih memperjuangkan risalah yang Allah berikan. Padahal, berbagai bentuk penolakan beliau terima, dilempari kotoran, dihantamkan padanya bebatuan, dicaci, dimaki, dikatai orang gila, bahkan hingga berbagai upaya (mereka) lakukan untuk mengakhiri hidup beliau.

Namun gigihnya, Muhammad tak pernah mundur sejengkal pun. Beliau tetap berupaya dengan sisa-sisa tenaganya untuk terus menyiarkan agama Islam hingga sudut-sudut bumi.

Kira-kira, apakah jawaban dari keherananku itu?

Tepat. Itulah yang disebut I M A N. Allah bekali mereka dengan iman. Sesuatu yang tumbuh dalam hati orang-orang yang telah Allah berikan hidayah. Sehingga berbagai macam penyiksaan tak akan pernah menghentikan langkah.

Sebab iman jua lah, seorang budak hitam yang mulia bernama Bilal tetap teguh mempertahankan Imannya meski terus-terusan disiksa dengan penyiksaan yang tak biasa.

"Ahad.. Ahad... Ahad.." rintihannya ditengah-tengah penyiksaan sadis yang ia terima, menggema hingga menggetarkan arsy-Nya.

Iman mereka senantiasa mekar dan bersemi menyebarkan aroma keharuman ke seluruh penduduk bumi. Hingga penduduk langit pun turut menikmati keharumannya.

Sungguh bahagianya mereka, orang-orang yang senantiasa merawat imannya agar tumbuh subur meskipun di segala musim. Badai besar dan berbagai rintangan tidak akan mampu menggoyahkan.

Selamat merawat iman, shalihah.
Semoga setiap waktu adalah masa berbahagiamu, sebab imanmu yang senantiasa bermekaran menebarkan aroma-aroma keindahan Islam. Yang terpancar utuh dalam ucapan dan tingkah laku.

Seikat Bunga UntukmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang