Step 2

6.6K 612 65
                                    

Bertingkah seolah tidak terjadi apa-apa.

Pagi menjelang begitu cepat dengan aku yang merasa sedikit pusing dan mengantuk. Satu detik pertama, aku panik setelah mendapatkan kesadaranku. Lalu detik berikutnya memutuskan untuk melupakan malam kelam -aneh yang ku lalui semalam.

Begitu jelas dan rasanya menyedihkan menilik seorang pelaku yang lain telah melarikan diri dan meninggalkanku sendiri.

Aku memakluminya, mungkin ketika dia bangun tadi dia sempat menjerit setelah sadar dengan apa yang telah kami perbuat. Dan aku bersyukur aku tak sempat melihatnya atas kehendak Tuhan.

Ah... aku benar-benar bersyukur karena bangun lebih siang dari Kim Mingyu.

Tidak perlu kutebak dua kali bagaimana keadaan bagian selatanku pagi itu, tentu perih dan kebas -apalagi itu kali pertama aku melakukannya dengan pria.

Kembali, aku merasa bersyukur karena aku tidak berteriak kesetanan seperti seorang gadis kehilangan keperawanannya. Yang kulakukan hanya berjalan perlahan hingga meraih gagang pintu kamar mandi dengan setengah telanjang.

Meski aku pria, tetap saja aku takut seseorang memergokiku telanjang bulat, apalagi dengan tanda keunguan yang menghiasi bagian atas tubuhku.

Lagipula mengapa harus aku yang menjadi submisif? Mengapa aku mengijinkannya?

Pertanyaan kecil itu terlintas dengan bodohnya, dan aku memilih untuk fokus membersihkan tubuhku dengan bayang-bayang sentuhan pemuda kurang ajar yang membuatku kembali naik.

"Brengsek Kim Mingyu."

.

Tidak ada waktu untuk menyesal. Sehingga ketika aku kembali bertatap muka dengannya, aku memilih bertingkah seperti biasa.

Siang hari, dan semua orang sibuk membenahi barang untuk dibawa pulang. Acarapun selesai dengan ditutup oleh pidato singkat dari pemimpin perjalanan kali ini. Berdoa dan kamipun segera dipandu untuk memasuki bus untuk kembali ke kota.

Bersama ransel kecil di pundak, aku memilih kursi dibagian tengah bus. Duduk secara random yang mana tak begitu aku permasalahkan. Selama beberapa menit tidak ada orang yang mau mengisi kursi di sebelahku, sebelum seorang pemuda blasteran berjalan mendekat dan meminta izin.

"Hyung, boleh aku duduk disini?"

Aku hanya mengangguk, lantas segera memindahkan ransel kecilku di pangkuan. Tak ada percakapan lagi sampai bus mulai berjalan. Aku sangat mengerti, dan merasa tidak heran. Sebab, Hansol sama-sama pemuda irit bicara yang memiliki dunianya sendiri. Duduk berdua dengannya adalah kecanggungan. Namun, ini lebih baik daripada aku harus duduk dengan sosok berisik.

Tak lama Hansol menurunkan ponselnya, menarik earphone-nya sembari sedikit memiringkan badan kearahku.

"Kau butuh sesuatu?" tanyaku.

"Aku ingin bertanya mengenai suatu hal, tapi... hyung jangan marah okay?"

"Ya, aku usahakan."

Pemuda blasteran itu sedikit mendekatkan mulutnya pada telingaku, lalu berbisik pelan. "Ada apa diantara kau dan Mingyu-hyung?"

"B-bagaimana?..."

"A-aku tidak sengaja melihatnya sungguh, tadi malam... kalian..."

"Dia mabuk... kami tidak seperti itu, aku berani jamin!" Aku berusaha berujar sangat pelan. "Hansol, bisakah kau menjaga ini. Maksudku, jangan katakan pada siapapun?!"

"Hyung...aku-"

"Aku mohon!"

.

Seperti yang kuinginkan. Tidak ada yang terjadi setelah kejadian di bus mengenai Hansol yang memergokiku. Bahkan hubunganku dengan yang lain tidak ada perubahan sama sekali, termasuk Mingyu yang masih bertahan dengan kekasih villanya.

From Truth or Dare | MEANIE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang