Step 5

4.6K 510 45
                                    

Tidak, tidak segila itu. Mingyu tidak benar-benar menggagahiku yaitu membiarkan nafsu dan egonya menang dengan mudah. Tidak, laki-laki itu malah menggotongku masuk ke kamar dan menyuruhku untuk mengunci pintunya setelah dia keluar dengan tertatih-tatih -kutebak obatnya sudah mulai bereaksi padanya saat itu.

Aku hanya mampu menurut. Kemudian, duduk bersandar di balik pintu, tidak cukup sanggup meraih ranjangku yang terlihat begitu jauh dari pintu masuk. Lalu, mulai menyentuh tubuhku sendiri, perlahan-lahan melepaskan bajuku, melucuti celanaku dan membuangnya kesembarang arah. Tanganku mulai memijat, memilin dadaku, mencari kenikmatan untuk diriku sendiri. Berusaha meredakan rasa panas dan nyeri disekujur tubuh. Yang sesungguhnya terasa tidak berguna sama sekali.

"Hyung, kau benar-benar bisa mengatasinya?" Perkataan Mingyu sedikit serak dan terbata-bata, pula beberapa desahan yang mungkin terjadi akibat dirinya yang mulai melakukan kegiatan yang sama, berhasil membuatku sedikit naik. Suaranya terdengar luar biasa untuk pengaruh gairahku yang melonjak.

Aku bergumam tak peduli sebagai jawaban. Mataku mulai terpejam ketika bayangan seorang lelaki mulai menghantui imajinasiku. Memicu diriku untuk semakin naik akan sentuhan imajinernya. Dan tanpa sadar aku menyebut namanya diantara desahanku. "M-mingyu...uh-ming..."

"H-hyung...k-kau tak apa?" Sisi sadarku kembali datang, mataku terbuka -meraih kewarasanku yang semakin menipis. Aku memerah lebih, sadar jika aku mungkin mendesah terlalu keras.

"Ung..." kutahan diriku untuk tak menyentuh selatanku lebih lagi. Dia memang sudah menggembung sempurna, rasa sakitnya bahkan benar-benar menyakitkan. Tapi aku rasa -untuk sementara aku perlu berbicara dengan Mingyu tanpa nada menjijikan menyertai. "Y-ya.... a-aku uh- baik."

"W-wonwoo hyung? Bisakah k-kau memanggilku lagi?"

"Untuk apa?" Sekarang aku benar-benar berusaha menahannya.

"Mencapai klimaksku. Uh...A-aku mohon...."

Ludahku tertelan susah payah. Ucapannya berhasil menendang kewarasanku dan dengan segera aku mulai bergerak lagi. Kukabulkan perintahnya tanpa negosiasi lanjutan karena kurasa tak ada salahnya mengikuti perintah Mingyu -lagipula pria itu telah menjadi objek halusinasiku sejak tadi.

Pada detik itu, aku mulai memasukan jariku sendiri ke lubang selatanku, menungging layaknya jalang kotor di luaran sana. Lantas tercekak manakala celupan jariku dengan tempo berulang menemukan titik yang tepat di dalam sana.

"M-ming...l-lebih dalam..." Tanpa sadar aku telah melontarkan ucapan kotorku sendiri, dan Mingyu pun meresponnya dengan baik.

"H-hyung...uh"

Mataku terpejam, semakin dalam berimajinasi layaknya melakukan phone sex di telepon. Padahal, kenyataannya kami berdua hanya terhalang pintu yang terkunci. Sesungguhnya jika gengsiku tidak lebih tinggi dari kesakitan dan gairahku, aku mungkin sudi menjadi santapan Mingyu. Hanya saja aku tidak ingin mengakuinya, bahkan ketika rasa itu kembali datang untuk kesekian kalinya sejak aku dan Mingyu mencapai pelepasan yang sama.

.

Rasa itu tak kunjung mereda, tubuhku semakin lemas karena merasa lelah. Aku pun telah berbaring dengan banyak peluh serta nafas yang tidak teratur. Dan aku sedikit yakin mungkin aku bisa saja pingsan akibat pengaruh obat laknat itu jika situasi ini tidak mereda segera.

"Sudah merasa baik?" Dibalik sana Mingyu bertanya masih dengan nada yang berat, dia terdengar mirip denganku dan kurasa perasaan itu masih saja datang dan menyuruhnya untuk keluar lagi dan lagi.

Karena memang cara cepat hanyalah dengan menbuang semua gengsiku.

Mungkin ini saatnya.

Sedikit tidak masuk akal. Namun pada akhirnya aku memilih menyerah. Mempertaruhkan semuanya, menahan malu juga membuang ego dan gengsiku untuk sementara.

Aku menyerah dan pada akhirnya membuka pintu yang sempat kukunci dari dalam. Bunyi 'klik' terdengar bersamaan dengan Mingyu yang berteriak heran.

"K-kau...hyung?!"

Tanganku mencoba meraih knop pintu, membukanya perlahan dengan sisa tenagaku yang masih bisa kukendalikan. Mengabaikan semuanya, bahkan tatapan Mingyu yang heran serta cairan menjijikan kami yang mengotori lantai.

Matanya menerawang diriku dari ujung kepala dan aku bisa melihatnya, ketika batang itu kembali penuh dan tegak. Sialnya, aku ikut terangsang ketika melihatnya, apalagi melihat keadaannya yang sangat kacau, rambut berantakan, celana yang melorot hingga lutut serta kancing kemejanya terlihat terbuka hampir seluruhnya. Ya tuhan, aku tahu ini menjijikan tapi aku tiba-tiba ingin disentuh olehnya.

"K-kau yakin?" Dia maju selangkah demi selangkah, terseok-seok hingga persis berhadapan denganku.

Sedangkan aku mengalihkan pandanganku. Malu sekali dan dia masih bisa bertanya?

"Aku terjemahkan itu sebagai persetujuan." Bibirnya tertarik ke atas, tersenyum riang meski wajahnya terlihat sayu. Selanjutnya, tanganku pun perlahan mencoba penggapainya.

"G-gendong aku..." pintaku padanya.

Walaupun sedikit kesulitan, pada akhirnya tubuh kurusku terlempar di tempat tidurku sendiri dengan Mingyu yang berada tepat di atas tubuhku.

Ia sempat melihatku lamat-lamat, entah berpikir apa sebelum menunduk sembari mengangkat kaki kiriku ke salah satu sisi pundaknya. Aku sudah bisa merasakan keperjakaannya bergesakan dengan milikku dan juga permukaan bibirnya yang mencicipiku sebelum meminta akses lebih.

Desahan tak terhindarkan dan aku kembali melayang ke dalam imajinasiku sendiri. Yang berbeda hanya, sentuhan ini nyata dan begitu lembut, membuatku benar-benar terlena dan lupa berpijak.

.

Bisa ditebak, bagaimana kacaunya pagi kami yang sama-sama babak belur di malam sebelumnya. Hanya saja, berbeda dengan wajahku yang ditekut rapat. Mingyu malah terlihat ceria menyaingi mentari pagi itu.

"Puas kau?"

Tangannya meraih pinggangku, terlihat begitu hati-hati mengingat aku yang sedikit meringis akibat sakit dibagian selatan tubuhku. Sedangkan aku sendiri tidak bisa menghindar sebab seluruh tubuhku seperti mati rasa.

"Bohong jika aku tidak menyukainya, tapi aku ingin merasakannya lagi -nanti jika kau mengizinkannya kembali," jelasnya jujur.

"Kau aneh -lagipula tadi malam adalah yang terakhir," gumamku. Lalu berusaha menyingkirkan wajahnya yang hendak mencuri cium di permukaan wajahku.

"Jahat sekali. Aku sudah adiktif dengan rasa tubuhmu, kau tega padaku hyung?"

"Lihatlah dirimu sendiri, kau tega membuatku kebingungan disini? Sialan, kau pikir aku hanya sebuah mainan?" Aku murka di pagi hari. Tubuhku bahkan rela menahan sakit hanya untuk bangun dan mengakimi Mingyu.

"Dengarkan aku dulu hyung-"

"Keparat, mengapa kau menyiksaku padahal kau sudah memiliki kekasih dan kau bisa dengan bebas tidur dengannya. Sialan kenapa kau tega Kim Mingyu...kau benar-benar brengsek." Air mataku hampir meleleh. Untuk pertama kali seumur hidup aku menangis semudah ini. Aku mati-matian menahannya, namun gagal ketika Mingyu mendekapku.

"Maafkan aku, biarkan aku menjelaskannya."

"Berhenti, berhenti mempermainkanku...."

Sialan aku cengeng sekali.

.

.

.

Tbc or End?

.

.

.

Cerita ini mainstream dan tujuannya hanya untuk mengibur aja. ((Maaf atas ketidakkonsistenanku dalam hal update))

Btw kalian suka mpreg?

From Truth or Dare | MEANIE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang