Dazai menatap gadis di depannya, menatap wajahnya yang tengah serius seolah tidak ada yang bisa mengganggunya.
Namun sejujurnya, pandangan Dazai berhasil mengganggunya. Kendati demikian, [Name] mengabaikan hal itu dan memilih fokus bekerja sebelum Kunikida Doppo memarahinya lagi dan terpaksa membuat gadis itu lembur kerja.
Akan tetapi percuma, pikiran [Name] melayang kemana-mana. Benaknya berusaha menebak-nebak apa yang kini tengah Dazai pikirkan.
Jam kerja hampir usai, kini Dazai tengah menganggur—tepatnya, selalu begitu—dan hanya duduk menatapi gadis di depannya.
Setelah berkas yang satu ini selesai, [Name] tidak memiliki pekerjaan apa pun lagi dan bisa langsung pulang.
"Dazai-san, kenapa kau terus menatapku?" tanya [Name] dengan dahi berkerut.
"Karena aku ingin."
[Name] mengembuskan napasnya. Sejak pertanyaannya tidak terjawab sama sekali, ia berhenti bertanya.
"Jam kantor sudah selesai dan kau tidak ada pekerjaan, tidakkah sebaiknya kau kembali?"
Dazai memberengut. "Aku ingin di sini bersamamu."
"Kenapa kau tidak membantuku saja jadi pekerjaanku cepat selesai dan aku juga bisa cepat pulang?" kata [Name] pada dirinya, ia kembali melanjutkan pekerjaannya.
"Tidakkah kau lihat, [Name]-chan? Aku sedang bekerja." [Name] melirikkan pandangannya kembali ke Dazai. Lalu sambil bertopang dagu, pemuda itu tersenyum dan berkata, "bekerja keras untuk tidak melakukan apa pun padamu saat ini."
Wajah [Name] menjadi merah padam, sepertinya baru saja ada asap yang keluar dari ubun-ubun di kepalanya.
Bodohnya lagi, gadis itu baru saja menyadarinya saat ini bahwa kini hanya ada dia berdua dengan Dazai.
Demi mengabaikan pikirannya tadi, [Name] berdehem dan mengalihkan topik pembicaraan, "jadi, apa yang sedang kau pikirkan sekarang?"
"Oh, itu...." Dazai bersandar pada belakang kursinya dan tersenyum lebar. "Aku sedang memikirkan sesuatu yang ingin kulakukan dan itu melibatkanmu."
[Name] mengangguk-angguk mengerti. Dia tahu Dazai dengan baik dan mengakui kejeniusan dan kelicikan Dazai tapi ia begitu mengghormatinya.
"Apa yang ingin kau lakukan?" tanya [Name] lebih.
"Untuk menghabiskan waktu, bagaimana jika kita bermain game?" kata Dazai. Ia menopangkan dagunya dengan kedua tangan yang ia letakkan di atas meja. Ia tersenyum. "Kau belum pernah mencobanya sebelumnya, 'kan? Coba tebak setiap profesi seluruh anggota Agensi sebelumnya~!"
Ah, benar. [Name] berpikir sejenak. Dia belum pernah memainkan permainan sejenis itu. Lagi pula, [Name] tidak pernah menanyakan hal itu pula.
"Baiklah," [Name] menyetujui tanpa curiga sedikit pun.
Dazai tersenyum lebih. "Peraturannya mudah : coba tebak semua profesinya dengan maksimal salah sebanyak enam kali."
"Oke...." [Name] mengangguk-angguk.
"Kalau kau menang, kau bebas melakukan atau meminta apa pun padaku, tapi kalau kau kalah...." Dazai tersenyum menyeringai. "... aku bebas meminta dan melakukan apa pun padamu. Bagaimana?"
[Name] kembali berpikir, tak lama ia mengangguk tanpa tahu apa yang akan dihadapinya dan tidak tahu fakta kalau profesi Dazai sebelum menjadi anggota Agensi termasuk ke dalam tujuh misteri Agensi Detektif Bersenjata.
"Masih tetap ingin bermain?" tanya Dazai kembali memastikan.
"Iya, kenapa tidak?"
💮

KAMU SEDANG MEMBACA
✅️ [21+] Dazai Osamu Oneshots 💮
FanfictionSelamat datang kembali di Lapak Mikajeh_kun '-' kali ini Mikajeh akan menuliskan cerita Dazai dan Reader-tachi dengan konflik satu arah alias one-shot >w< Tema utama di work satu ini random, jadi bakal ada konten angst dan dramatik walaupun gak semu...