4. Airport

2 0 0
                                    

     Di hari sabtu yang cerah begini harusnya Syifa menghabiskan waktunya di kasurnya sambil membaca buku ataupun tidur sepanjang hari. Tapi Syifa tidak bisa memenuhi keinginannya karena ia harus menjemput ayahnya di bandara. Sebenarnya bisa saja ia tidak pergi tapi ia sangat merindukan ayahnya dan ia sangat yakin bahwa ayahnya juga merindukannya. Ia akan berangkat ke bandara 15 menit lagi bersama ibu dan adiknya. Benar-benar tidak terasa bahwa ayahnya meninggalkannya hampir setengah tahun hanya untuk pekerjaan. Pekerjaan ayah Syifa sangatlah rahasia bahkan ia saja tidak tahu, sebenarnya ia tidak tahu karena tidak pernah bertanya dan tidak pernah penasaran.

     15 menit berlalu dan sekarang saatnya Syifa menjemput ayahnya di bandara. Butuh waktu 27 menit untuk sampai ke bandara, itu waktu yang cukup lumayan untuk beristirahat sejenak sambil mendengarkan lagu menggunakan headsetnya. Ia kira suasana akan cukup tenang dan dia bisa tertidur tapi kebisingan mulai muncul ketika Alvin bermain game.

" Woi, kecilin dikit volumenya! Heran, ko bisa suara Hpnya nembus telinga saya yanglagi pake headset." Syifa berusaha memberi tahu Alvin dengan halus, tapi tidak ada respon sampai ia mengulanginya.

" Alvicennaaaa, suara Hpnya. Suara gamenya berisik tahu, mau tidur nih."

" Jan tidur mulu dong, ni dengerin ni suara game Mlnya,,,nih,,,nih." Bukannya mengecilkan suara Hpnya, ia malah mengganggu kakaknya sambil mendekatkatkan Hpnya ke telinga kakaknya yang menggunakan headset.

" Alvicenna Al-Huseeeeeeeeein," Panggil ibunya sambil menyetir. Karena mengerti maksud ibunya Alvin langsung mengecilkan suara Hpnya dan tidak mengusik Syifa lagi.

Setelah mendapat sedikit tidur akhirnya Syifa sampai di bandara dan beberapa menit lagi pesawat yang ayahnya tumpangi akan segera mendarat. Setelah menunggu hampir 10 menit, Syifa sudah dapat melihat ayahnya. Ia ingin memanggil ayahnya, tapi sepertinya ayahnya sedang sibuk karena ia terlihat sedang berbicara dengan orang yang ada di sampingnya. Menurut ingatan Syifa bapak yang sedang berbicara dengan ayahnya itu adalah orang yang tidak ia kenal dan tidak ia tahu. Tapi itu bukanlah hal yang terpenting saat ini, jadi Syifa tidak memikirkannya lagi. Sekarang tatapannya tertuju pada ayahnya, seberapa lama pun ia memandangi wajah ayahnya ia tidak pernah bosan, karena ayahnya adalah cinta pertamanya. Walaupun sering terpikat dengan wajah banyak lelaki tapi ia selalu setia dengan ayahnya, jika kelak ia akan menikah maka ia akan mencari lelaki yang bisa membuat ia jatuh cinta sebagaimana ia jatuh cinta kepada ayahnya. Bukankah itu impian kebanyakan wanita?

Sekarang Syifa sekeluarga sedang makan siang di restoran dekat bandara, ayahnya benar-benar kelaparan karena belum makan sebelum lepas landas padahal ia tahu perjalan dari Inggris ke Indonesia sangat panjang. Ia bisa saja makan di pesawat, tapi ia tidak terlalu doyan dengan makanan di pesawat. Ketika sedang menikmati makanan tidak terasa minuman mereka hampir habis, sebelum benar-benar kehabisan minuman ibu Syifa menyuruh untuk mengambil minuman tapi tidak tahu siapa khususnya. Tiba-tiba Alvin mengucapkan,

" Batu gunting kertas," sambil mengulurkan tangan berbentuk gunting. Syifa yang mengerti langsung mengulurkan tangan berbentuk batu, sambil menyombongkan dirinya ia berkata,

" Biasanya yang antusias duluan itu bakal kalah. Ambil minumannya ya adek ku,kakak mau yang teh, oke?"

Masih kesal dengan kekalahannya Alvin berjalan dengan langkah yang muram menuju ke kulkas untuk mengambil minuman. Jaraknya lumayan jauh dari meja mereka dan rasanya ini cukup melelahkan bagi Alvin yang sekarang dalam mode malas. Karena tahu ada orang di depan kulkas dia berhenti di belakang orang itu sambil menunggu orang itu selesai. Begitu orang itu berbalik spontan Alvin maju lalu mengambil minuman favorit ayah, ibu, kakak dan tentu dirinya sendiri. Masih dalam kebingungan memilih minuman, tiba-tiba ada yang memanggilnya dan ia langsung menghadap ke belakang.

" Alvin, itu kamu kan?" tanyanya seolah-olah kenal, ternyata dia orang yang di depan Alvin tadi.

" Eh,,,eee,,,aaaa,, Kak Syawal kan?" ia langsung tersenyum lebar begitu mengingat nama Syawal.

" Inget ternyata. Sama siapa di sini?" seperti biasa Syawal langsung to the point

" Sama bunda, kakak, ayah. Eh maksudnya sama keluarga gue."

"Oh, kalo gitu saya duluan ya. Jangan kelamaan bengong di depan kulkas, kasian yang punya restoran bayar listriknya naik gegara kamu."

" Oo,,ya." Alvin baru sadar kulkasnya dari tadi terbuka karena tertahan oleh lengannya.

Begitu selesai mengambil minuman, ia mengidarkan pandangannya untuk mencari Syawal. Begitu pandangannya sampai pada target ia terkejut karena Syawal bersama dengan orang yang pernah ia lihat di bandara.

Alvi kembali setelah menghilang 5 menit dari meja makan.

" Lama bet sih Alvi, sekarang bukan saatnya ngincer cewek. Mukamu tu lagi dalam mode jelek," ejek Syifa sambil cekikikan.

" Jangan gitu dong kakak, si Alvi tu sama ko gantengnya sama ayah," goda ayahnya.

" Gantengnya ayah ga ada tandingannya lho, bahkan sama Chris Evans mah kalah," jawab Syifa

" Siapa yang kalah?" Tanya ibunya ikut bergabung ke obrolan.

" Ayah lah, Chris Evans kan terlalu ganteng. Ya kan Bun?" Kata Syifa menggoda ayahnya

" Iya dong," jawab ibunya dengan nada bercanda.

Alvin sendiri terdiam entah apa yang sedang dipikirkannya, sampai ia membuka mulut.

" Ayah, tadi bapak yang ayah ajak ngobrol di bandara itu siapa?"

" Itu temen ayah, baru ketemu di London. Kerjaannya sama kayak ayah, kita jadi temen karena sepemikiran gitu,"

" Owh, pantes kakak ga pernah liat sebelumnya," sambung Syifa.

" Kamu ni masih aja suka jadi stalkernya ayah," kata ibunya

" Ya kan bagus, nanti kalo ayah ketauan macem-macem, bunda bisa hukum kan?" lanjut Syifa

" Kamu niii,"

Akhirnya hari ini Syifa dan keluarganya bisa berkumpul lagi, ia berharap ayahnya akan tinggal untuk waktu yang lama.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 20, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

L.O.UWhere stories live. Discover now