Letting Go

21 3 0
                                    

Oke, batin Kala pada dirinya sendiri, selagi dia merapatkan jaketnya, Ini gak apa apa. Gue nggak apa apa.

Dia terlalu sering mengulang perkataan itu.

Ingin sekali Kala mempercayai dirinya sendiri.

Miyuki berada di depannya, senyum merekah di wajahnya. Gadis itu berjalan dengan agak terburu buru - sepatu boots-nya menghentak lantai stasiun kereta Sapporo dengan tempo empat per empat.

Kala memperhatikan baju yang tengah dipakai gadis itu - kemeja plaid *, rok denim, leggings hitam, dan bot tebal. Tak lupa syal untuk aksen pemanis, sekaligus untuk menahan dinginnya udara hari itu. Walau Kala tahu, dia akan melepasnya begitu sampai di Tokyo nanti.

Dia sangat tidak sabar untuk meninggalkan kota kecil ini.

Apa itu berarti gadis itu juga tidak sabar meninggalkan dirinya?

" Kala ?"

Suara Mezzo Miyuki yang khas menyentakkan Kala kembali ke realitanya.

" Ah. Nani * ? "

" Kamu... nggak apa apa? " Bahasa Indonesianya udah makin bagus, batin Kala.

Dia mengangkat alis. " Nggak apa apa , kok. kenapa nanya?"

" .. Mmh, entah ya, Kamu jadi lebih sering melamun belakangan ini ... "

" Lo tau lah, gue masih harus manggung di kafe hari senin nanti, stresssssss..." Ucap Kala. Berharap bohongnya tadi terdengar jenaka.

Miyuki tersenyum, dan kembali berjalan. Kala menghela napas lega.

Tidak. Miyuki tidak boleh tahu.

Sampai sekarang, Kala masih heran kenapa ada yang mau berteman dengannya selain Miyuki.

Saat Kala pindah ke kota Sapporo lantaran perceraian kedua orang tuanya, dia menutup diri. Fakta bahwa dirinya mewarisi mata biru ayahnya tidak membantu. Malah membuatnya menjadi sasaran rundungan sekolahnya.

Itu adalah hari-hari yang amat gelap bagi Kala.

Hidupnya mulai kehilangan warna.

Maka, dia menarik diri. Dia membangun dunianya sendiri. Menolak orang masuk ke dalam.

Namun, Miyuki malah makin agresif berteman dengannya. Setelah itu, enam tahun kehidupan Kala dipenuhi gadis itu.

Ya, Miyuki. Yang mengajarinya bahasa jepang dengan bahasa Inggris patah patah, yang selalu menarik Kala ke acara acara lingkungan , yang dengan seenaknya menyuruh Kala untuk memboncenginya ke mana mana.

Miyuki, yang mempunyai lima adik, dua kakak, dan orang tua yang amat menyayanginya.

Yang menarik Kala dari dunianya yang gelap dan monokromatis.

Hari ini,semua itu akan berakhir.

Miyuki akan pergi ke TOKODAI* untuk mengambil S3 Fisikia Terapan.
Kala akan kembali ke Indonesia, mengikuti ibunya, untuk mengambil S2 Sastra di UI, dan menjadi musikus sebagai sampingan. Seperti biasa, gadis itu memaksa Kala untuk mengantarnya ke stasiun dengan motor tua Kala.

Tak terasa, mereka telah sampai di Peron 5, tempat kereta jurusan Sapporo - Shin-hokuto-hakodate. Kereta Miyuki.

" ..., Kala. "

Ucapan Miyuki pelan, hampir tak terdengar. Kala berbalik, menghadap gadis itu. Mata coklatnya menatap mata biru Kala dengan intens, tangan mungilnya mengenggam koper biru mudanya dengan erat.

" Kenapa ? "

" Kamu bener bener gak apa apa... aku ke Tokyo? "

Kala terdiam.

Nggak, Gue ingin lo disini, bareng gue. Kita bisa balik ke Indonesia bersama. Kita-

" Ya gak apa apa lah. Ibu kedua gue ilang. GUE BEBASSSSS! " Dia tertawa lantang. Beberapa orang melihatnya dengan tatapan aneh. Namun, dia tidak peduli.

Kadangkala, humor adalah cara terbaik untuk menyembunyikan rasa sakit.

Miyuki tertawa. " Yah, oke. Kalau begitu- "

Suara pengumuman di speaker berkumandang, mengatakan bahwa kereta jurusan Miyuki sudah datang. Benar saja- semenit kemudian, Kereta itu telah bertengger dengan nyamannya di depan peron lima. Kerumunan orang mulai mengalir keluar dari kereta itu, diikuti dengan aliran orang yang masuk.

" Yah, gue rasa ini waktunya . " Ucap Kala ringan, dia tersenyum. Mencoba mengabaikan hati yang terasa tertusuk.

" Yep."

Mereka berdua terdiam sejenak. Lalu, Miyuki memeluknya. Kala terhenyak. Dari jarak sedekat ini, dia bisa mencium sampo gadis itu - Green tea dan Yuzu.

" Bye, Kala. " Bisik Miyuki.

"... Bye, Yuuki. "

Dan Miyuki pun melangkah ke dalam kereta.

Kala terdiam sejenak, menatap kereta itu, yang terus menjauh.

Jauh, jauh, membawa Miyuki jauh darinya, menuju tanah yang tak dikenalnya. Untuk sesaat, pemuda itu hanya berdiri di peron itu. Dia menutup mata, merasakan dinginnya udara Sapporo.

Dia merogoh kantung trenchcoat*-nya, dan mengeluarkan ponselnya. Membuka aplikasi pesan, dengan subjek: Miyuki.

Jarinya mengetik pelan lima suku kata yang telah ditahannya sedari tadi.

いかないで
( Jangan Pergi )

Menggeleng, Kala menghapus pesan itu, dan mengetik ;

Stay safe.

Send.

Selesai.
Dia berjalan ke kursi terdekat, dan duduk.

Gue nggak apa apa, batinnya.
Namun, matanya mengkhianati hatinya.

Saat itu, matahari terbenam menjadi saksi. Atas perpisahan Kala dan Miyuki, dan atas air mata Kala yang tertumpah dalam bisu.

Plaid : kain bermotif. Biasanya kotak kotak.

TOKODAI : Tokyo Institute of Technology.

Nani : Apa, bahasa Jepang.

Haro ~ Lazy here.
Yeup, bukannya ngelanjutin The Boy, malah ngebikin ginian. Ohohoho #maap #plisjangangebukingue

Dan yap. Ini reupload. Moga2 sih bisa lanjut, soalnya ini ga bakal gue apdet sering sering.

This piece is dedicated to my friend, sonson. Maap ye telat son, hahahaha.

Anyway, makasih udah ngebaca ini! Walau agak gak jelas sih.

Peace,
Lazy.

Flashlight SequenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang