Nayra - 5

61 7 1
                                    

Nayra POV^

"BUNDAAAA Nayra pamit ke sekolah dulu ya!" Ucap seorang gadis dengan langkah kaki yang begitu cepat menuju parkiran. Sebelumnya ia sudah pamit dan berasalaman pada Nilam sang ibu. Tapi saat ia akan berangkat, Nilam entah mengumpat dimana.

Dari arah belakang Nilam rupanya menyusul Nayra dengan langkah cepat ala ibu-ibu komplek yang hendak telat arisan.

"Eh eh eh anak bunda engga sarapan dulu?" Tanya Nilam pada gadis bungsunya ini.

"Nayra ada tugas bunda, buku nya ketinggalan di bawah meja hehe" seringai tak berdosa tampak dari bibir Nayra.

"Kamu ya kebiasaan, lama-lama kamu kayak bibie—panggilan Nayra pada ayahnya—pelupa akut" decak Nilam.

"Kan Nay anaknya bibie," celetuk Nayra.

Eits jangan kira pandangan Afsan mungkin melihat Nayra pendiam, tapi aslinya rempong begini. Sepertinya mereka sama-sama memiliki sifat yang sama. Terlalu cuek untuk orang asing.

"Terus sarapannya gimana?" Tanya Nilam lagi. Biasa, ibu-ibu suka rempong banget kan?

"Tenang bunda, Nay udah siapin di box makan, nanti Nay makan di sekolah," timpal Nayra, "yaudah Nay pergi dulu ya bunda, assalamualaikum."

"Ati-ati ya sayang, wa'alaikumsalam."

Kebiasaan Nayra adalah menaiki bus ketika berangkat sekolah. Dan sekarang ia tidak ingin menaiki bus karena lama. Akhirnya Nayra memesan ojol deh dan menunggu di sebuah halte.

Hanya berselang tiga menit abang ojol pun datang. Ternyata eh ternyata, abang ojol nya itu tak lain dari tetangganya sendiri.

"Assalamualaikum neng Nayra," sapa mang Didin sang ojol.

"Wa'alaikumsalam lah mang Didin, dikira Nay siapa," seru Nayra tak menyangka.

"Mau berangkat ya neng? Yaudah ayo naik," titah mang Didin dengan menyodorkan helm doraemon yang ia siapkan untuk pelanggannya.

Nayra pun menerima helm dan langsung duduk. Sedikit berbincang, karena mang Didin ini sangat dekat sekali dengan keluarganya. Anak nya pun sering bermain dengan Nayra saat sore hari, namanya Dinda, masih kecil masih umur lima tahun dan Nayra suka sekali mengajak Dinda bermain sepeda ke taman. Bahkan tak tanggung-tanggung, Nayra mengajari Dinda mengaji sejak dini.

Setelah sampai di sekolah, Nayra melihat pak satpam yang baru saja membuka gerbang sekolah. Tidak terbayang seberapa paginya Nayra berangkat.

Membayar mang Didin setelah mengucap alhamdulillah, karena Allah selalu menjaga perjalanannya.

Alhamdulillah sampe. Batin Nayra seraya tersenyum.

Nayra menuju lift untuk mempercepat waktu. Dan tidak mungkin juga ia kuat menaiki tangga menuju lantai empat dimana kelasnya berada.

Dengan menyampirkan tas nya ke bahu. Ia mulai masuk ke dalam lift sendirian. Tapi dari arah belakang, rupanya ada pria yang juga akan menaiki lift.

Sesungguhnya ia tau berada dalam satu ruangan berduaan saja tidak baik. Tapi ya bagaimana lagi, kan yang sudah ada disekolah hanya dia dan pria ini. Pria yang ia kenal begitu kalem. Ia Afsana.

Seketika jantung Nayra berdebar sangat hebat. Dan ia hanya bisa mengucap istigfar saat itu untuk menenangkan debarannya ini.

Nayra hanya menyapa Afsan dengan senyuman, seperti biasa Afsan akan membalasnya dengan senyuman tipis.

Keadaan di dalam lift sangat canggung. Nayra berada di pojok kanan dan Afsan berada di pojok kiri. Tengah-tengah nya dibiarkan kosong melompong.

Memakan waktu hanya beberapa menit, lift yang mereka gunakan pun mengantarkan mereka tepat di lantai empat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 04, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AfsanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang