BAB 3 : Pertandingan Kepintaran

14 4 0
                                    

*💞*NASEHAT*💞
*_~~~Ulama~~~_*

*Allah Swt. memberi kalian dunia agar kalian menjadikannya sebagai jembatan menuju akhirat. Allah tidak menciptakan dunia agar kalian patuh atau condong kepadanya. Ingat, dunia ini pasti musnah sementara akhirat pasti kekal. Jangan kalian terpengaruh oleh sesuatu yang segera lenyap. Jangan pula kalian sibuk olehnya sehingga lalai untuk menghadapi yang kekal. Dahulukan sesuatu yang kekal. Dunia itu pasti musnah. Hanya Allah tempat kembali*

🌹🌹🌹

Sepulang sekolah Aminah terlihat murung dengan wajah yang kusut. Thania tak bisa bertanya takut ia hanya bisa menebak menebak dalam hati. Saat berada di depan pintu mereka di kejutkan oleh kedatangan Sherina dan Jenny yang blakblakan.

"Eh.. Guys pa kabar?" tanya Sherina sambil tertawa keras. Mungkin dia kehabisan obat kali.

"Eh.. Sher gak waras lo ya?" tanya Jenny. Thania yang melihat tingkahnya hanya menggeleng gelengkan kepala.

"Udah yuk masuk. Katanya mau makan malam di luar?" tanya Thania yang mengingatkan mereka.

"Eh iya.. Siapa yang dapat kamar mandi duluan dia yang mandi duluan." teriak Sherina sambil lari menuju kamar mandi.

Thania POV

Aku heran kenapa Aminah diam saja. Bukankah dia selalu ceria dalam keadaan apa pun. Aku memberanikan diri untuk bertanya ke Aminah yang duduk di meja belajarnya. Kebetulan sekali Jenny sedang sibuk dengan ponselnya dan Sherina sedang bernyanyi di Kamar mayat.. Ehh maksudnya kamar mandi.

"Aminah. Kamu lagi apa to?" tanyaku yang memecahkan kefokusan Aminah saat membaca buku. Kulihat ternyata itu buku pelajaran. Apa besok ulangan?

"Thania, kamu tahu gak kalo besok pagi akan ada test untuk aku yang dapat beasiswa. Bakal di test sama orang. Terus kalo dia lebih pintar otomatis beasiswa itu jadi miliknya" jawabnya seraya membaca buku kembali.

Deg! Jantungku berdetak kencang. Orang yang bakal di tandingkan itu aku. Aku!! Apa masalahnya dengan Aminah. Apa kebutuhan ekonominya kurang? Kalo nilainya lebih bagus aku. Apa jadinya? Apa Aminah akan marah?

"Em.. Emang kenapa kok kamu tampak sedih?" tanyaku kembali.

"Thania, gimana aku gak sedih. Beasiswa itu peluangku untuk bisa sekolah!" jawabnya

"Maksud kamu?" tanyaku. Bodoh kau ini Thania kau tidak bisa peka dengan sahabatmu ini?

"Aku cuma tinggal sama ayah dan ibu tiri aku. Kamu pasti ngerti lah ya!" ucapnya sambil mengelus pundakku dan pergi menuju lemari untuk mempersiapkan pakaian.

Aku masih belum mengerti. Apa aku harus mengalah? Sedangkan aku hanya orang miskin dari SD aku juga dapat bersekolah karena beasiswa kita sama Aminah. Beasiswa juga peluangku. Kenapa aku harus mengalah? Oh Tidak. Demi sahabat aku harus berjuang sendiri. Tapi apa kata Bapak, kalau Bapak memarahiku hanya karena beasiswa. Aku tak ingin membuat Ibu dan Bapak menjadi kecewa akan kebodohanku ini. Huh!! Kita tunggu besok.

Sahabat Sampai SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang