BAGIAN 5

8 2 0
                                    

"Suatu saat nanti kamu harus rela melepaskan sesuatu karena memang masanya sudah habis."

.

.

Malam harinya Laura menceritakan semuanya ke Alden, yah mereka selalu seperti itu. Alden selalu jadi pendengar yang baik ketika Laura meminta nya untuk mendengarkan.

Ketika Alden sudah tidak membalas pesan Laura, ia pikir lelaki itu telah terlelap dalam tidurnya, tapi itu masih jam 8 malam dan sangat mustahil untuk Alden tidur di jam itu.

Akhirnya Laura memutuskan untuk membuka laptopnya, melanjutkan menonton drama Korea yang sempat tertunda karena mengerjakan tugas yang tak henti-hentinya diberikan oleh dosennya.

Gadis itu sesekali bergumam sendiri karena terlalu larut dalam drama yang sedang ia tonton.

Bel rumahnya pun berbunyi, ia pikir mungkin tamu orang tua nya sedang datang dan dia tidak terlalu menggubris hal itu. Gadis itu tetap melanjutkan marathon drama nya.

Ayah Laura yang kebetulan sedang berada di ruang keluarga pun berdiri untuk membuka pintu untuk melihat siapa yang bertamu.

Di dapatnya Alden sedang tersenyum kepada ayah Laura sembari menyalami tangan Ayah dari gadis yang selalu bersamanya itu.

Ayah Laura pun menyuruh Alden masuk sembari memberitahukan kepada adik Laura untuk memanggil kakaknya yang sedsng berada di kamar.

Sembari menunggu kedatangan Laura, ayahnya pun bertanya kepada Alden seputar perkuliahan mereka.

"Jadi Alden gimana kuliahnya? Lancar?" Tanya ayah Laura sembari tersenyum hangat.

"Allhamdulillah lancar om, cuma yah gitu tugas banyak. Apalagi mulai semester ini udah banyak tugas yang membuat prediksi untuk suatu wilayah, jadi lagi sibuk-sibuknya aja." Jawab Alden.

"Oh gitu, yah ngga papa, nama nya juga kuliah nikmatin aja prosesnya. Ngomong-ngomong Laura di kampus gak macem-macem kan?" Tanya ayah Laura sembari terkekeh pelan.

Ingin sekali rasanya Alden menjawab bahwa Laura di kampus tuh hiperaktif, apalagi omongannya yang sering kali tidak masuk akal. Cuma yah Alden tidak mau saja membahas tentang sifat ajaib gadis itu.

"Ngga kok om, aman kok dia. Masih bisa di jinakin." Jawab Alden sembari tertawa kecil.

Laura yang ternyata sudah berada tidak jauh dari mereka pun hanya bisa mendumel tidak jelas.

Ketika gadis itu telah sampai di hadapan Alden, ia pun melempari lelaki itu dengan bantal kursi yang ada di dekatnya.

"Heh lo pikir gue hewan buas apa? Sampe lo bilang masih bisa di jinakin." Ucap Laura sembari menatap tajam kearah Alden.

Alden dan ayah Laura pun hanya bisa tertawa melihat tingkah gadis itu, sudah besar tapi masih saja kelakukannya seperti itu.

"Kak gak boleh di lempar gitu ah temennya." Ucap ayah Laura.

Laura yang mendengar itupun hanya bisa mengangguk pasrah, padahal ingin sekali rasanya ia memarahi Alden tapi tidak di depan ayahnya.

"Yaudah kalo gitu papa ke dalem dulu, Al om ke dalem dulu yah." Ucap pria itu sembari tersenyum hangat.

"Iya om." Jawab Alden dengan senyuman.

Setelah ayah Laura pergi, tersisa dua remaja yang saling berpadangan. Satu nya memandang dengan tatapan sinis, satunya lagi hanya bisa tersenyum tipis.

"Mending kita ngomong di teras deh Al, kalo disini gue gak bisa mukulin lo karena takut kedengeran sama bokap gue, ayo." Ucap Laur sembari menarik pergelangan tangan Alden.

Alden pun hanya bisa pasrah di tarik oleh gadis itu. Ia sudah siap dengan resiko yang akan dia terima ketika tidak mengabari gadis itu untuk datang ke rumahnya.
Sesampainya mereka di teras, Laura membuka percakapan lebih dulu.

"Kenapa kesini gak bilang-bilang dulu sih? Gue kira lo udah tidur duluan ninggalin gue curhat. Hampir aja gue gak mau negur lo besok." Ucap Laura ketika mereka telah berada di teras rumah.

"Gue kesini tuh karena gue khawatir bambang, lagiankan udah berapa kali gue bilangin lo sih bandel banget. Gue kan dari awal udah bilang mesti jaga perasaan, jangan kelewat baper ntar lo sendiri yang puyeng." Jawab Alden sembari menyentil pipi Laura.

Laura yang mendengar itupun hanya bisa memanyunkan bibirnya. Memang yang di katakan Alden benar, tapi ini juga bukan salahnya sepenuhnya.

"Iya gue tau Al, gue udah setengah mati jaga perasaan gue eh dia nya aja yang tiba-tiba bikin baper. Kan hati gue juga cuman hati biasa, yang bisa baper dan berdetak kencang ketika seseorang yang masih gue suka memperlakukan gue like I'm the only one but in reality I'm only the second choice." Ucap Laura sembari menatap kearah Langit malam.

Alden pun hanya bisa menggelengkan kepalanya mendengar omongan gadis itu.

"Halah sok-sokan bahasa inggris, alay banget omongan lo onta." Balas Alden sembari mengacak pelan rambut Laura.

"Ini gue lagi sedih loh Al, kok lo malah bikin gue makin down gitu sih? Lo gak niat apa ngasih gue duit buat jalan-jalan biar sedih gue ilang?" Tanya Laura sembari tersenyum manis kearah Alden.

"Lah emang gue bapak lo pake lo mintain duit segala." Jawab Alden.

Laura yang mendengar itu pun hanya bisa memutar bola matanya kesal.

"Jahat banget sih lo, gak ngertiin gue banget." Ucap Laura.

"Heh tuyul, gue bela-belain kesini yah gara-gara khawatir sama lo. Gue takut aja tiba-tiba lo melakukan hal-hal aneh. Kurang mengerti apa coba gue sama lo? Mana gue kesini belum sempet makan lagi, laper nih dengerin lo ngoceh mulu dari tadi." Ucap Alden tak kalah kesalnya dengan Laura.

"Ye lo pikir gue bakal ngapain emang? Ngiris tangan gue pake silet? Ya kali deh, gue masih lebih sayang tubuh dan keluarga gue di bandingkan dia." Balas Laura sembari mengibaskan rambutnya.

"Busett gak usah ngibasin rambut gitu woy, kutu lo kemana-mana nih." Ucap Alden sembari tertawa.

"Eh bambang gue gak kutuan yah. Btw tadi lo bilang lo kesini belum makan yah? Kasian banget peliharaan gue." Ucap Laura sembari mengusap pelan rambut Alden.

"Enak aja peliharaan, lo kata gue kambing. Tapi beneran deh gue laper, lo udah makan belom?" Tanya Alden.

"Udah, tadi sebelum lo dateng gue udah makan. Kalo lo laper makan aja di dalem, masih ada makanan deh kayaknya." Jawab Laura.

"Gak ah, gak enak gue. Tadi pas berangkat kuliah udah makan disini, masa malemnya makan disini lagi." Balas Alden sembari merapihkan rambutnya yang acak-acakan akibat ulah Laura.

"Halah gaya banget lo sok malu-malu harimau gitu. Jadinya lo mau makan apa dong? Rumput? Gak papa juga sih, tuh rumput di taman udah pada tinggi." Ucap Laura sembari menunjuk taman yang ada di depan mereka dan tertawa.

Alden yang mendengar itupun hanya bisa menatap tajam gadis itu. Orang udah kelaparan, dia masih sempat becanda.

"Enak aja, lo pikir gue hewan. Yaudah deh ayo temenin gue cari makan, kalo lo gak mau makan yah gak usah yang penting temenin gue aja." Ucap Alden.

"Yaudah deh ayo, kasian gue liat lo sekarat gini. Tapi gak usah yang jauh-jauh yah. Males nih gue ganti baju lagi." Jawab Laura sembari menatap Alden.

"Iya yang deket-deket sini aja." Balas Alden sembari berdiri dari kursinya.

Laura pun mengikuti Alden yang telah berjalan ke motornya lebih dulu. Kedua remaja itupun membelah heningnya malam dengan canda tawa yang mereka buat.

Mungkin mereka belum sadar akan kedekatan mereka yang jika orang lain lihat bisa saja mereka berpikir bahwa keduanya adalah sepasang kekasih.

Entah sampai kapan kedua remaja itu terus berlindung di balik kata teman, mungkin saat ini mereka belum menyadari bahwa sebenarnya rasa itu telah hadir. Namun mereka masih menganggapnya tidak ada.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 25, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

More Than "Friends?" Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang