Liora life's before

25 3 0
                                    


Liora Lirania kala itu masih berusia 10 tahun, dia tinggal bersama kedua orang tuanya yang bernama Bramantyo dan Tiana.

Dan juga kedua kakak laki-lakinya yang pertama bernama Fikri Andhika terpaut usia 8 tahun dari Liora, dan yang kedua Zainal Alfarizi terpaut usia 6 tahun dari Liora.

Mereka tumbuh hanya di besarkan oleh asisten rumah tangganya yang sudah 20 tahun mengabdi dikeluarga itu.

Bramantyo dan Tiana sama-sama sibuk kerja yang membuat mereka tidak memiliki banyak waktu untuk ketiga anaknya.

Bramantyo seorang CEO perusahaan ternama yang sudah ia rintis dari nol, sedangkan Tiana harus sibuk dengan kerjaan yang sudah ia impikan sejak dulu, hingga terwujud dia memiliki sebuah butik yang kini kian dikenal banyak orang.

Tiana hanya memiliki waktu dikala weekend untuk anak-anaknya, sedangkan Bramantyo nyaris tidak memiliki waktu hanya untuk keluarga, bahkan dia sering bepergian keluar negeri untuk mengurus cabang perusahaannya.

Secara materi ketiga anaknya tidak kekurangan apapun, kebutuhan mereka selalu terpenuhi, kemauan mereka selalu terwujud, tapi hanya satu yang tidak mereka dapatkan kasih sayang dan perhatian dari kedua orang tua.

Fikri dan Zein selalu berusaha mengerti keadaan orang tuanya yang mati-matian banting tulang demi mereka, berbeda dengan Liora sebagai anak perempuan bungsu dia selalu mengharapkan sedikit perhatian kedua orang tuanya.

Fikri selalu berusaha memberi pengertian kepada sang adiknya, memberikan kasih sayang sebagai ganti dari orang tuanya.

Tapi Liora tidak pernah mengerti, yang dia butuhkan sosok ayah dan ibu bukan kakaknya ataupun asisten rumah tangga.

Mental Liora pun sedikit terganggu, selain tidak mendapatkan sebuah kasih sayang orang tua, dia pun sering melihat kedua orang tuanya bertengkar didepan matanya.

Suatu saat..

Liora yang masih duduk dibangku kelas 5 SD, pulang sekolah dijemput sang supir dan asisten rumah tangganya, bi Esih.

"Ayo nak pulang" Ajak Esih yang menunggu anak majikannya itu didepan gerbang sekolah.

Liora terlihat murung, jalannya bahkan tak memiliki semangat.

Dia menghampiri Esih..

"Loh Rara kenapa? Kok sedih gini?" Tanya Esih perempuan paruh baya yang sudah berumur 45 tahun.

"Disekolah Rara ada acara pentas seni besok bi, dan sekolah meminta orang tua datang. Kira-kira papah sama mamah bisa datang gak bi?" Lirih Liora, pasalnya bagi Liora itu hanya suatu keajaiban yang tidak tau kapan datangnya.

Selama ini setiap ada acara sekolah yang mengundang orang tua, Liora hanya di temani sang bibi.

"Nanti kita bilang sama papah dan mamah, mungkin kali ini mereka bisa" Bukannya ngasih harapan, tapi Esih hanya tidak ingin melihat anak itu murung saja.

"Kalo tidak bisa?"

"Masih ada bibi kan?"

"Orang tua Rara itu siapa sih bi? Mamah sama papah atau bibi?" Dengan wajah polosnya Liora bertanya, namun tersirat kesedihan yang mendalam dalam benak seorang Liora.

"Hush, Rara gak boleh ngomong gitu nak. Mamah sama papah juga begitu untuk kebahagiaan Liora, kak Fikri sama kak Zein. Agar kalian tidak kekurangan apapun.."

"Rara gak butuh itu bi, Rara hanya butuh waktu papah sama mamah. Emangnya berapa uang yang didapat mereka? Kalo bisa Rara mau buka tabungan untuk membeli waktu mereka" Mata anak kecil itu mulai berkaca-kaca.

Singa Jantan dan Macan BetinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang