04. now ↓

537 109 19
                                    

Woojin sama sekali tidak meninggalkan kelas hari ini. Ia malas keluar. Di kelas pun sama, ia benci. Teman-teman di kelasnya ribut sekali, merasa berada di hutan, mungkin?

Terkutuklah dirinya yang duduk di samping jendela, musim hujan membuatnya sering mengumpat kesal. Anginnya dingin tau!

"Hei, tidak ke kantin?" Makhluk satu ini...
Woojin menggeleng singkat. Ia menutup jendela itu rapat-rapat. Tak membiarkan angin berhembus. Ia benci angin.

Daniel memberikan satu minumannya pada Woojin. Jika dipikir-pikir Daniel cukup sabar. Semeja dengan es itu tidak seru! Dan Woojin melebihi kutub utara. Bicara seperlunya, itupun nyelekit.

"Minumlah," katanya. Ikhlas atau tidak Woojin tak peduli. Ia menggeser botol berisi soya itu kembali. Tak berniat minum, sayang sekali.

"Kenapa?"

"Aku lebih suka soda." Jawab Woojin tanpa menoleh.

Setelahnya Daniel menghilang, tentu setelah mengumpat "Dasar!" untuk Woojin.

Pikiran Woojin semakin bercabang melihat Guanlin yang datang ke kelas. Ia baru ingat mereka satu kelompok. Ada tugas drama dari guru. Demi Tuhan, Woojin ini minim ekspresi. Apa mereka punya niat menjadikan Woojin pemeran utama? Tidak.

"Woojin-ah, nanti latihan di rumahku bagaimana?" Memang bukan kali pertama Guanlin bicara dengan si dingin ini, tapi itu hanya seperlunya saja.

"Aku tak tau rumahmu." Jujur Woojin.

"Aku jemput. Dimana rumahmu?" Wajar Guanlin tidak tau. Urusan hidupnya hanya pada Jihoon sang kekasih.

"Jangan. Beritahu alamatmu saja nanti."

"Oke, kau dekat dengan Youngmin juga, kan? Dia tau rumahku. Nanti pergi dengannya otte?"

Sial. Youngmin satu kelompok dengannya juga.

"Tidak. Jemput aku saja kalau begitu." Woojin membuang nafas kasar. Ada saja masalahnya. Mana mau ia berurusan dengan si cenayang bodoh itu.

Guanlin tersenyum. Manisnya. Tidak! Woojin hanya menatap datar pemuda itu.

"Senyummu menjijikkan." Celetuk Youngmin melihat hal itu. Kenapa di sekitar Woojin banyak manusia tinggi, tampan, tapi kurang ajar.

"Aku yang menjemputnya. Urusi saja Jihoon mu itu,"

Woojin muak melihat mereka. Guanlin kenapa ingin tahu sekali jadi orang? Sok pahlawan pula!

"Terserah kalian. Aku pergi dengan Daniel saja." Kata Woojin geram. Kebetulan Daniel datang dengan dua soda kaleng. Untuk Woojin kah?

"Apa? Pergi kemana?" Tanya Daniel. Ia baru saja datang, tak tau apapun.

"Kita sekelompok kan? Kau bisa menjemputku Daniel-sshi?" Ah, tentang ini.

"Bisa saja. Alamatnya?"

"Aku tinggal di—

"Woojin-ah, aku yang mengajakmu duluan, tapi kenapa pilih dia?" Woojin mengernyit melihat Guanlin yang ngotot. Apa maksudnya?

"Terserahku Lain Guanlin-sshi." Nadanya mencekam. Guanlin bergidik ngeri. Setalah itu dia meninggalkan kelas. Lagi.

Youngmin menatap kesal juga. Ia segera pergi dari sana. Daniel? Ia tersenyum miring melihat Woojin.

"Kenapa aku? Kau suka padaku ya?" Tanyanya dengan nada dibuat erotis.

"Demi Tuhan Kang Daniel, wajahmu layak dipijak, tau?" Sinis Woojin dengan nada dinginnya. Ekspresi Daniel mirip psikopat.

"Sopan lah sedikit! Aku ketua kelas disini." Balas Daniel tak kalah sinis. Ternyata soda kalengnya sudah diambil Woojin. Dan, sudah habis...

"Terserah, aku tidak bilang kau satpam."

"Dasar batu! Sudah batu, es pula. Siapa yang minta jemput tadi?"

"Kalau begitu tak usah datang." Desis Woojin tajam. Ia muak bicara lama-lama. 

Daniel membalas tatapannya, tak kalah tajam. Wajahnya semakin mendekat, Woojin tak takut sama sekali, ia masih mempertahankan tatapan intimidasinya.

Mereka jadi seperti kontes tatap-tatapan. Daniel tersenyum remeh, wajahnya semakin dekat. Ia tak tau main begini akan begitu seru dengan Park Woojin.

Woojin masih tetap pendirian. Sampai akhirnya sebuah suara mengalihkan kegiatan mereka. Kegiatan?

"Yak! Jangan ciuman disini! Apa-apaan? Kau ketua kelas kan? Park Woojin, Kang Daniel, kalian sepasang kekasih?!" Dia ini menanya atau membentak?

"Maaf ssaem, kami hanya bermain tadi," jawab Daniel santai. Mana mau Woojin menjawab.

"Sudah, jangan membuat hal ambigu disini. Keluarkan buku kalian!"






Oh...



















Jadi dari tadi sudah masuk?


















Youngmin mendesis. "Jangan sampai dia menyukainya,"






















[          dread

wont;           ]






















Daniel menyusuri setiap lorong di lantai bertingkat ini. Disini kumuh, kotor, sama sekali bukan tipe tempat tinggal untuk Daniel. Ia jalan sambil menatap... jijik, mungkin? Penghuni di setiap kamar aneh-aneh semua. Pantas saja Woojin sama anehnya. Apartemen ini perlu di ruqyah.

Sama seperti tempat duduk dikelasnya, kamar Woojin berada paling ujung. Apa enaknya sih yang diujung-ujung?

Kebetulan sekali, Park Woojin baru saja keluar. Ia kaget melihat Daniel yang sudah sampai. Ah, Daniel dengan pakaian kasualnya... Woojin hanya memperhatikan dari atas sampai bawah, lalu bergerak mengunci pintu.

"Kau tahan tinggal di tempat begini?" Tanya Daniel, memperhatikan sekitar. Lorong ini gelap sekali. Dan, ada beberapa tikus berkeliaran. Ini apartemen atau rumah susun?!

"Ini yang termurah. Jangan banyak tanya, ayo pergi!" Daniel diam di tempat, masih berharap setidaknya Woojin berbalik lalu menariknya.

Satu hal Daniel-sshi, jangan berharap apapun pada pria itu.

Ia membenarkan pemikiran itu. Lalu berjalan cepat menyusul Woojin.

"Kau tinggal dengan siapa?" Ingin tahu saja.

Woojin hanya diam setelah melirik Daniel. Ah, dia mau bicara.

"Sendiri." ...ya, setidaknya pertanyaan Daniel dijawab.

"Orangtua? Saudara mungkin?"

"Tidak ada," memang dia irit sekali dalam hal berbicara.

"Ayolah Jin, kita satu kelompok!" Bisakah kau sedikit terbuka?

"Jadi?"

"Tidak. Kurasa kau memang harus pindah dari sini. Penghuni disini aneh semua." Tekan Daniel mendahului langkah Woojin.

















.

.

.

Ini alur yang rumit.
Kayaknya bakal panjang sih *menyesal*
Btw, aku tyda suka siders.
Kalian cuap2 lebih bagus :)

See ya 🐻

dread, wont; Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang