[10] Part 2

827 73 11
                                    


Hai semua^^

Terimakasih telah membaca karya ku ❤

Aku yakin kalian tau bagaimana cara menghargai penulis :")

Dan terimakasih telah menghargai 💜














Haknyeon dan Seokjin saat ini telah berada di rumah sakit. Mereka menunggu Jisoo yang sedang ditangani tim medis di dalam ruang   instalasi gawat darurat.

"Haknyeon, saya minta maaf."

Itu adalah Seokjin. Sementara Haknyeon hanya diam tak membalas ucapan pria disampingnya.

"Saya sungguh minta maaf dengan mu, Haknyeon. Seharusnya saat itu saya lebih cepat dan menghentikan Mama kamu dan kecelalakaan itu tidak terjadi. Kita bisa selesaikan ini baik-baik sebagai orang tua dan anak."

Haknyeon mendecih kesal.
"Cih! Memangnya Om pikir dengan kata 'maaf' bisa menyelesaikan masalah? atau dengan cara Om Seokjin minta maaf bisa bikin Mama aku terhindar dari kecelakaan itu? Gak segampang itu, Om Seokjin. Ini menyangkut nyawa Mama aku!" Kata Haknyeon dengan penuh penekanan dikalimat terakhirnya.

Seokjin terdiam sesaat.
"Saya tau semua ini adalah kesalahan saya dan saya janji akan meminta maaf dengan Jisoo dan memperbaiki semuanya. Tapi Haknyeon, tidak bisakah kamu memaafkan Papa mu sendiri?"

Sedangkan Haknyeon menghela napas sembari menahan emosi yang ingin meledak daritadi karena berbicara dengan Seokjin.

"Aku tau tentang kebenaran dan apa yang sebenarnya terjadi antara Om dan Mama ku hingga aku lahir. Semua itu diberitahu oleh Nenek ku. Om gak perlu buat cerita panjang lebar lagi kalo Om Seokjin adalah Papa ku."

Seokjin tentu kaget ketika mendengar perkataan Haknyeon.

"Aku menerima kenyataan itu karena  aku salah paham tapi Om malah bikin kacau semuanya. Aku jadi berpikir lagi apakah aku harus memaafkan Om Seokjin. Dan jika terjadi sesuatu pada Mama, maka aku gak akan pernah memaafkan Om apalagi memanggil Om dengan sebutan 'Papa'."

Seokjin tidak menyangka jika kalimat menyakitkan itu keluar dari mulut anak nya sendiri. Ia tidak tau kesalahan besar seperti apa yang Seokjin perbuat di masa lalu hingga Haknyeon yang merupakan anak kandungnya sendiri tega pada Seokjin. Lidahnya terasa kelu untuk bicara. Pria itu hanya diam menatap Haknyeon yang beranjak.

Setelah menunggu tanpa kepastian, Haknyeon dan Seokjin menghampiri dokter yang baru saja keluar dari ruang gawat darurat.

"Dokter,  bagaimana kondisi Mama saya?" Kata Haknyeon.

"Jisoo selamat, kan?" Ujar Seokjin.

Dokter itu menghela napas panjang. "Kami sudah melakukan yang terbaik untuk wanita itu namun kondisinya sangat lemah. Lebih baik kita berbicara lebih lanjut di ruangan saya saja. Mari, ikut saya."

Seokjin dan Haknyeon mengikuti langkah Dokter itu dan masuk ke dalam sebuah ruangan.

Setelah mempersilakan dua orang dihadapannya duduk. Dokter itu menyerahkan selembar kertas pada Seokjin dan Haknyeon.

"Dokter, apa ini?"

"Ini adalah hasil pemeriksaan pasien atas nama Kim Jisoo. Dia bisa diselamatkan dan sekarang masih harus menjalani perawatan intensif dari rumah sakit karena kondisinya yang sangat lemah."

Terdengar hela napas lega dari Seokjin begitu pula Haknyeon.

"Tapi setelah mengalami kecelakaan itu Kim Jisoo tidak bisa hidup normal lagi."

"Apa maksud anda, dokter?" Ujar Seokjin.

"Kim Jisoo tidak bisa lagi menggunakan kedua matanya untuk melihat hal itu karena tulang belakangnya mengalami cedera parah dan berpengaruh pada syarat mata menyebabkan matanya menjadi buta. Selain itu, Kim Jisoo juga mengalami amnesia karena cedera kepala yang juga parah pasca kecelakaan mengakibatkan hilangnya memori ingatan."

Haknyeon shock, otaknya tak mampu berpikir. Hal konyol macam apa yang baru saja ia dengar?

Sementara Seokjin menggelengkan kepala tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh dokter.
"Tidak mungkin. Anda pasti berbohong kan, dokter? Katakan semua ini tidak benar."

"Ini benar, Pak. Saya dan tim medis tidak mungkin berbohong tentang penyakit yang diidap pasien.

Kami masih berusaha untuk melakukan penyembuhan tapi jika seseorang seperti Kim Jisoo yang mengalami buta permanen maka akan sulit disembuhkan dan amnesia pada wanita itu akan sembuh dengan terapi namun membutuhkan waktu lama." Lanjut dokter itu.













Hakyeon dan Seokjin keluar dari ruangan itu.

Seokjin menatap nanar Haknyeon yang duduk di kursi panjang rumah sakit  dan menundukkan kepala. Ia mengelus puncak kepala Haknyeon membuat si pemuda menoleh.

"Haknyeon, kamu jangan pernah menyalahkan keadaan yang telah terjadi karena ini sudah kehendak Tuhan. Saya tau kamu tidak bisa menerima kenyataan kalau Mama kamu tidak bisa hidup normal setelah ini tapi cobalah untuk menerimanya. Jika kamu terus bersedih, Mama kamu juga ikut sedih. Saat ini yang bisa kita lakukan adalah mendoakan yang terbaik untuk Mama kamu, Haknyeon."

Haknyeon menjatuhkan air mata ketika Seokjin menepuk-nepuk punggungnya.

"Papa, maafin aku." Lirih Haknyeon, ia tak sanggup berkata apa-apa lagi.

"Iya, Hakyeon. Papa udah maafin kamu dari awal biar bagaimana pun kamu adalah anak Papa."

Hakyeon memeluk pria itu dan Seokjin membalas pelukan nya. Ia mengusap punggung Haknyeon sedangkan pemuda itu semakin terisak.

Haknyeon melupakan ucapan nya sendiri pada Seokjin beberapa saat lalu tentang Haknyeon yang tidak akan pernah memanggil Seokjin dengan sebutan 'Papa'. Haknyeon tidak akan mengingatnya lagi.

Pemuda itu baru menyadari jika Seokjin adalah seseorang yang kehadirannya begitu diinginkan oleh Haknyeon. Kehadiran seorang Ayah yang telah kembali sungguh sangat berarti baginya. Namun disaat Haknyeon bisa menemukan kebahagiaan, ia harus menghadapi kenyataan jika Ibunya menjadi buta dan amnesia.

Dalam diam Seokjin meneteskan air mata karena rasa bahagia dan sakit yang bercampur. Ia tak berhenti mengusap punggung anaknya sambil menenangkan Haknyeon dengan mengucapkan kalimat penenang berulang kali agar bisa meredakan sedikit rasa sakit.

To be continued....






Next chapter adalah epilog nya

Love you all♡♡♡

Serendipity ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang