4. PERTENGKARAN

519 21 0
                                    

Hallo, bagaimana kabarnya? semoga sehat selalu ya, jangan lupa protokol Kesehatan jangan kendor. semangat terus dimasa pandemi, jangan lupa pula selalu berpikir positif.
.
.
.
HAPPY READING
.
.
.

Air hujan menetes didamainya malam sorot mata itu begitu teduh penuh luka dan trauma. ia memandang keluar jendela kamarnya merasakan deru hujan dan dinginnya malam dengan kegelapan yang senantiasa menemaninya, ntahlah sampai kapan. tak lama wanita paruh baya dengan pakaian yang amat sederhana menghampirinya sembari mengusap surai lembut laki laki itu.

"Den Aksa, disuruh bapak kebawah untuk makan,"

"Aku gak lapar bi,"

"Bibi mohon den, aden harus kuat tabah dan sabar ini ujian untuk aden," gurat sedih menghiasi wanita yang kerap disebut bi Jumi.

"Bi, aku udah bikin mama meninggal bi, hiks hiks" derai ari mata tak mampu ditahan oleh Aksa.

"Gak den. ini bukan salah aden, ini murni kecelakaan den. bibi mohon den ikhlasin nyonya pergi," bi Jumi terus mengusap surai Aksa penuh kasih sayang.

Aksa pun tanpa merasa malu dia memeluk asisten rumah tangganya yang sudah dianggap ibu itu.

"Sekarang kita keruang makan ya den," ucapan bi Jumi hanya dibalas anggukan Aksa.

Denting sendok seolah menjadi irama dalam makan malam keluarga Bagaskara yang hanya diisi oleh ketiga orang yang amat tampan siapa lagi kalo bukan Wijaya Bagaskara meskipun sudah tua dia masih terlihat berwibawa dan kedua putrannya yang bernama Aksara Cakra Bagaskara dan Farrel Alsaran Bagaskara.

"Farrel. papa ingin kamu mengurus perusahaan papa karena papa sudah tua," Farrel hanya bisa tersenyum miris.

"Kenapa gak serahin aja sama anak emas papa yang sekarang melihat dan berjalan pun tak bisa," sindir Farel.

memang semenjak kejadian naas itu hubungan kakak adik yang dulu harmonis menjadi seperti ini.

"Farel! Jaga ucapanmu!" bentak Wijaya.

"Kenapa gak terima? papa sadar gak sejak kecil aku gak dapat kasih sayang seorang ayah! papa hanya mengurus anak emas papa yang sekarang gak berguna," bentak Farel sembari  menunjuk Aksa.

Plakkk

Bunyi tamparan keras menenuhi ruang makan yang hening membuat sang korban tersungkur dengan sudut bibir berdarah. lalu dia bangkit dan menatap sang ayah dengan sengit. Wijaya menatap tangannya bergetar, tidak! ia sudah menyakiti anaknya. ayah macam apa dirinya.

"Hahaha. tindakan papa sungguh bagus pah, padahal aku hanya menyebut fakta," Farel tertawa miris.

"Farrel, papa minta maaf. papa gak sengaja. Papa itu sayang sama kalian," sesal Wijaya, Sedangkan Aksa hanya bisa meremas sendok dengan kuat.

"Farrel gak salah dengar? sayang kalian! hahaha, kalo papa sayang sama Farrel gak mungkin pas Farrel kecelakan papa lebih mentingin si anak emas ini dengan bahagianya papa mengadakan pertunganan anak emas papa, padalah aku di rumah sakit sedang sekarat! itu yang dinamakan sayang hah?!" bentak Farrel meluapkan semua emosinya dan pergi menuju kamarnya. bentakan Farrel membuat Wijaya bungkam.

Setibanya dikamar, Farrel langsung melempar semua barang yang bisa ia gapai. dia menanggis seseggukan. kemudian dia mengambil handphone dan mendial kontak bendahara😘

"Hallo gw butuh lo,"

"........."

"Gw tunggu di taman,"

"......."

Sambungan telpon itu terputus dan Farrel langsung menyambar jaket serta kunci motor sport merah kesayangannya.

***

Berbanding terbalik dengan keluarga Bagaskara. kini keluarga Aditya Pramudya sedang menghadapi anak anaknya yang berulah diruang makan.

"Heh itu ayam goreng gw kenapa lo rebut, ogeb!" ucap si gadis imut yang protes pada sang kakak yang mengambil makanan kesukannya dan si pelaku hanya meleletkan lidahnya.

"Papa, itu makanan Khanza direbut sama kucing garong pa," rengek Khanza.

"Kamu ini Za, masih aja manja tuh dipiring masih ada satu," sang mama mencoba melerai pertengkaran mereka. Khanza hanya bisa menurut dan saat akan mengambil ayam kesukannya dia telat karena sang kakak dengan sengaja mengambilnya membuat kemarahan Khanza membuncah. dia memukul keras kepala sang kakak dengan sendok yang sedang ia pakai membuat Vian mengaduh dan mengadu pada sang tambeng siapa lagi kalo bukan sang mama.

"Huwaaaa, mama cogan masa disiksa ma, nanti kalo aku cacat terus ntar cewek pada gak mau sama Vian gimana?" ketiga orang yang mendengar keluhan Vian hanya bisa memutar bola mata jenggah melihat prilaku Vian yang sudah berumur 20 tahun itu.

"Halah sok-sok cogan, kalo cogan mana buktinya bawa calon mantu kehadapan papa," tantang Aditya.

"Ikhh papa. kan Vian lagi menyeleksi perempuan yang perfect untuk dijadiin mantu," elaknya tak terima Wijaya meragukannya.

"Udah kalian ini lagi makan gak baik makan sambil berantem, kamu juga Vian udah tua kok masih alay." lerai Mawar sang mamah yang pusing dengan kelakuan dua anaknya.

Khanza menahan tawa saat mamanya menyindir Vian dan tentu saja Vian mencebik sebal.

mereka pun melanjutkan makanan dengan damai, memang ya the power of emak-emak hebat. tentu saja ketiganya akan patuh pada sang mama, bisa dibayangkan Mawar itu tegas.

setelah makan malam mereka mulai meninggalkan ruang makan. Mawar mengelang melihat kelakuan Vian dan Aditya, lihat saja mereka sudah anteng dengan Video game. sedangkan dirinya dan Khanza sibuk membersihkan dapur.

"ma, Khanza ke kamar dulu ya. mau ngerjain tugas,"

"iya, jangan tidur malam-malam,"

"siap mama."

***

Saat tiba dikamar Khanza mendengar notif dering dari Handhponenya. Ia melihat nama kutukupret dan siapa lagi kalo bukan rival abadinya Farrel! Khanza dengan malas mengangkat telpon itu.

"..............".

"Apaan sih, udah malam juga," sebal Khanza.

"..........."

"Iya iya gw kesana,"

Khanza mematikan teleponnya, dengan malas ia bersiap.

"Kok suara si kutukupret kayak orang frustasi ya?" dia menghedikan bahunya. "dih kenapa gw pikirin, emang dia siapanya gw coba,"ia pun langsung bersiap dengan pakaian casual yang membuat Khanza semakin cantik. ia pun turun dari kamarnya menuju ruang keluarga yang diisi oleh celoteh sang kakak.

"Ma, pa. Khanza pamit dulu ya,"

"Mau kemana?" Aditya berucap sambil memperhatikan pakaian anaknya dia berpikir kemana malam gini keluar.

"mau ketemu sama teman di taman. Boleh ya boleh," rayu Khanza dengan mengeluarkan jurus jitu puppye eyes.

"Alah paling tu mau ngedate sama cowok, kurung aja pah." Vian memcoba mengkompori.

Khanza hanya melotot pada kakaknya.

"Ya udah kamu hati hati kalo udah selesai langsung pulang ya,"

"Siap kapten," ucap Khanza sambil memberi hormat.

Setelah pamit Khanza menjalankan sepeda motor pinjaman dari sang kakak, tentu ia harus mengiming-iming dengan makanan. memang Vian kakak laknat namun Khanza tetap sayang.

TBC

HOPE [NEW VERSION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang