Tesa to the world

83 3 0
                                    

*otp*

"Fat, bisa ke Artwork Café nggak?"

"Kapan?"

"Sekarang"

"bisa. Tunggu bentar. Gue kesana"

*otp end*

Devan memandangi rintik-rintik hujan yang jatuh dari kaca restoran. Hujanlah yang mempertemukan Devan dengan Tesa hingga sekarang. Alih-alih Devan hanya tersenyum sendiri.

"Woi! Udah gila lu?" tanya Fafat menganggetkan Devan. Devan tersentak kaget dan menegakkan diri. "Heh ! Jantungan gue kalo lu kayak gini terus!" protes Devan.

Fafat segera menduduki tempat Tesa tadi. "Jadi? Apa yang mau diomongin?" tanya Fafat sambil memasang tampang serius.

"Nggak ada"

"Kampret gue cape-cape kesini, nggak ada yang mau diomongin" gerutu Fafat.

"Gue belum siap ngomong ke elu" jawab Devan. Ia meneguk minumannya lalu terdiam. sedetik..dua detik..tiga detik..empat detik..lima detik...

"Dev? Lo mau ngomong itu?" ucap Fafat memecah keheningan. "Lo udah tau gue mau ngomong apa?" tanya Devan " baguslah, jadi, apa pendapat lo?".

"Dev," Fafat bangkit dari kursinya "Lo gila?!Gue masih normal!Gue punya Nadira Dev!"

"Lo ngomong apaan sih?" tanya Devan heran.

"Lo?......................homo kan?"

"Dafuq! Fat,lu ngomong mikir dulu bisa kali!Yakali gue homo?!" protes Devan. Kali ini dengan tampang kesal. Fafat nyengir kuda lalu kembali duduk.

Devan lalu menceritakan tentang ia dan Tesa. Tentang pertemuannya dengan Tesa. Dan segalanya tentang Tesa. Fafat hanya bisa mengangguk-ngangguk sok paham.

" Tesa itu orangnya sombong, sok cantik, sok kaya, suka ngebully, suaranya melengking banget buset kaca rumah gue bia pecah kali ya?!" urai Fafat sebagai pendapatnya.

Devan tampak kesal "Apa kata lu"

***

"Sekali lagi lo deketin Farras, gue nggak bakal segan-segan ngabisin lo  !!! Inget itu !!" Seru Marsha kepada seorang adik kelas. Yah, Adik kelas itu memang kecentilan. bagaimana Marsha tidak tersulut api emosi. Adik kelas itu memeluk Farras dari belakang dan menciumi punggungnya. Farras tentu saja terkejut dan berusaha melepaskan pelukan adik kelas itu.

"Lo siapa sih?!" Tanya Mutia. "Jesse kak.." ucap Adik kelas itu. Ia gemetar saking takutnya. Ya. Jesse sedang dibully oleh PerfPle di Toilet sekolah yg terkenal angker.

Jesse sudah disirami air, telur busuk, tepung, dan makanan sisa. Sekarang Jesse hanya bisa pasrah. Percuma ia melawan. Ia hanya akan menambah penderitaannya. "Kak, maafin aku kak, aku nggak bermaksud kayak gitu, aku cuma..."

"Alah! Ngeles lu pinter banget ya ! " potong Marsha.

"Lo suka kan sama Farras?!"Tanya Tesa. Suaranya yang melengking betul-betul berguna untuk saat ini. "Gue yakin lo udah tau tentang Farsha! i'm not stupid !" lanjutnya.

***

Aksi pembully-an itu terus berlanjut di taman sekolah. Jarang sekali ada murid-murid yang datang karena taman sekolah sangat sepi dan tak terawat.

Devan akan mengambil beberapa sampel rumput liar untuk pelajaran Biologi sampai ia melihat sosok yang sangat dekat dengannya belakangan ini. Tesa. Tapi Tesa tidak sendiri. Ada Marsha, Mutia, Nadira dan Indy yang menemaninya.

Devan bisa melihat aksi penyiksaan itu. Tapi ia mengabaikannya saja dan memutuskan untuk mencari rumput liar di tempat lain. Apa Tesa kayak gini ya? Ini nggak seperti Tesa yang gue kenal. Pikir Devan.

***

Devan berjalan beriringan dengan Platinum. Mereka akan menuju perpustakaan untuk mengerjakan beberapa tugas. Carlos dan Fafat sudah duduk di sofa dan membuka laptopnya. Farras dan Faiq masih mencari buku. Devan juga sih. Tapi ia sendiri. Ia menyusuri rak-rak setinggi tiang listrik itu. Mencarinya satu-satu. Ia sedang berada di bagian Novel Fiksi Remaja. Ngapain gue ke bagian teen fiction? Emang gue cewek yang suka mewek- mewek? ih ogah dah. Pikir Devan. Tiba-tina dari rak sebelah terdengar suara pertengkaran.

"Hei denger ya , gue tuh yag berkuasa disini, jadi terserah gue mau ngapain ! Lo pikir lo siapa hah!"

"Gue putri dan Gue nggak takut sama lo!"

"Apa lo bilang?!Lo nggak takut sama gue?! Hei denger ya, gue, TESA AUDREY SEFARANI bakalan nge-labrak lo sebentar lagi! Liat nanti"

"Oke, kita lihat siapa yang tertawa di belakang. Udah pasti guelah"

Devan tertegun. Itu Suara Tesa. Dan itu memang Tesa. Apa Tesa selalu begini?

Ia keluar dari bagian Fiksi Remaja dan mengikuti Tesa. Dari Belakang Tesa, Devan bisa melihat semua orang menyingkir mebuka jalan untuknya. Menunduk. Mereka semua tersenyemu lalu tertunduk begitu saja.

Devan lalu berlari kearah jalan yang berlawanan denga Tesa  Devan bisa lihat orang-orang yang ditatap oleh Tesa seakan Tesa akan memakan mereka semua.

Tatapan dingin Tesa menyapu gang kecil yang diapit oleh rak. Beberapa orang Mundur memberi jalan. Yang lainnya menunduk.

Devan berjalan semakin dekat dengan Tesa. Tesa tersenyum padanya. Senyuman hangat. Sangat hangat, seakan-akan Tesa tidak pernah memberikan tatapan dingin yang menusuk atau tatapan tajam yang mengerikan.

Devan balas tersenyum. Tetapi ia segera menghapus senyumnya begitu Tesa sudah melewatinya.

Gue nggak bisa pacaran sama cewek kayak gini. Ini hanya akan bikin gue merasa risih. Pikir Devan. Cepat-cepat ia mengambil sebuah buku lalu duduk di samping Fafat.

"Lo bener" ujar Devan masih dengan mata yang melekat pada bukunya.

"Bener kenapa?"

"Tentang Tesa" desah Devan.

"Coba aja bujuk dia untuk nggak ngebully orang. Coba lo bujuk, mungkin dia mau kalo dibujuk sama lo." tukas Fafat seraya kembali mengetik.

Devan mengangguk. Apa salahnya mencoba?

"Jadi nanti gue bujuk Tesa buat....."

"Ekhem...Lo ngomongin gue?"

"Tesa?!"

***

Sekali-sekali diana pengen bikin ending yang bikin kepo. Ini bikin kepo ngga sih?

keep vote and comment ya

Story of UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang