1. Prolog

472 32 1
                                    

Arthemis ...

Arthemis ...

Arthemis ...

Arthemis Lucrecia ...

Suara itu. Suara yang membuat kepala Arthemis sakit bukan main. Rasanya isi kepalanya di obrak-abrik dan terasa ingin mengeluarkan isinya.

Suara itu terus memanggil namanya.

Hanya suara tanpa sosok.

Hanya suara tanpa wujud.

Hanya suara tanpa jiwa.

Namun suara itu bagaikan menyengat hatinya.

Suara itu membuat dadanya sesak.

Suara itu membuat hatinya bergetar.

Bagaimana bisa?

Suara yang begitu lembut dan penuh keibuan.

Dia merasakan merindukan sosok suara lembut itu.

Dia berpikir suara siapa itu? Siapa dia? Dan bagaimana sosoknya.

Yang dia yakini jika sosok itu adalah seorang wanita.

Ibu.

Satu kata yang terlintas di benaknya.

Apakah itu suara ibunya? Tapi di mana dia?

Dia berlari tak tahu arah. Tidak ada jalan di sini. Bagaikan ruangan tanpa sudut.Sejauh mata memandang, hanya warna putih yang ditangkap oleh indera penglihatannya.

"Arthemis ...." Suara itu kembali terdengar, sangat lembut.

"Siapa di sana?" tanya Arthemis lirih.

"Arthemis ...." Kembali. Suara itu kembali menggema di ruangan putih ini.

"Ibu? Apakah itu kau?" gumam Arthemis begitu lirih.

"Ya, Nak. Ini aku, ibumu." Suara itu menjawab, Arthemis merasakan suara itu tersenyum kepadanya.

"Tapi di mana? Di mana ibu berada?" tanya Arthemis frustasi.

"Tutup matamu. Rasakan tekanan di sekitarmu. Tenangkan hatimu, rilekslah." Suara itu kembali menggema.

Arthemis mengikuti apa yang suara itu, suara ibunya katakan. Dia mulai merasakannya. Semilir angin yang berhembus menerbangkan rambut panjangnya, pendengarannya mendengar suara kicauan burung dan aliran sungai. Arthemis perlahan membuka matanya dan terkejut melihat pemandangan sekitarnya. Begitu indah membuatnya terpukau.

Dia membalikkan badannya merasakan keberadaan seseorang di belakangnya. Matanya melebar dan menatapnya bingung.

"Ibu?" tanya Arthemis.

Sosok yang ditanya pun mengangguk dan berjalan mendekatinya dengan langkah anggun. Langkahnya sangat lembut namun penuh ketegasan. Dia memeluk anaknya dan dibalas oleh Arthemis.

"Kemana saja kau, Bu? Aku merindukanmu, bahkan aku baru sekarang melihat wajahmu." Arthemis terisak dan bahunya bergetar hebat.

"Maafkan aku. Tidak ada pilihan lain, Nak." Ibunya berkata lirih, dia berusaha menahan tangisnya.

"Lalu dimana Ayah?" tanya Arthemis.

"Dia ada, Nak. Tapi aku tidak bisa memberitahumu karena jika itu terjadi maka aku akan merubah takdir Tuhan dan jalan hidupmu." Ibunya menjawab dan tersenyum.

Dia melepaskan pelukan mereka dan memegang bahu Arthemis lembut.

"Aku tidak punya banyak waktu. Aku menemuimu untuk meyakinkanmu. Terimalah penawaran nenek dan kakek yang sudah mengasuhmu. Belajarlah di Immorgent Academy, di sana kau akan mengetahui jati dirimu. Banyak hal yang akan kau ketahui, banyak tugas yang harus kau selesaikan. Dengan kau berada di sana kau akan bisa bertemu dengan ayahmu dan takdirmu," jelas ibunya.

Arthemis terdiam. Dia mencerna kata-kata ibunya.

Ibunya-Armelda meghembuskan napasnya.

"Dengar, Nak. Satu hal yang harus kau ketahui," ujar ibunya menggantung.

Apa itu, Bu?" tanya Arthemis.

"Aku masih hidup. Dengan kau bersekolah di Immorgent Academy, kau akan bisa membebaskanku. Bebaskan ibu, Nak." Ibunya menatapnya sendu.

Dan secara perlahan tubuhnya tertarik hingga ke lubang yang paling dalam dan menghalang pandangannya. Terakhir dia lihat, ibunya tersenyum, tapi tatapannya memancarkan harapan.

***

Terimakasih sudah membaca prolognya

Semoga suka yaa :)

Jangan lupa vote dan commennya :)

Dukungan kalian sangat berarti bagiku :)

Sampai jumpa di capther selanjutnya :)

Tbc.

Immorgent AcademyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang