"Lo yakin, Na?" Fathia bertanya untuk keempat kalinya. "Maksud gue, Edward ngizinin orang luar selain istrinya masuk ke rumah?"
Dan sampai sini batas kesabaranku―untuk tak mengacuhkannya―berakhir. Aku mendelik ke arahnya yang duduk di sebelah kiriku. Fathia yang tengah tersenyum lebar memamerkan jari telunjuk dan tengah, meminta perdamaian.
Dasar menyebalkan! Sama menyebalkannya dengan Edward Jun.
Memasuki minggu ketiga aku bekerja sebagai istri paruh waktu garis miring pembantu, Edward pergi keluar kota untuk kerja―katanya. Tapi aku curiga itu hanya alibi karena dia pergi ke Bali, untuk beberapa hari yang dia pun tak memberikan jawaban pasti.
Sementara aku yang seharusnya tak perlu datang ke apartemen Edward, tidak dia liburkan.
"Kan, tugas saya masak makanan, urus baju dari laundry sama jaga kesehatan―" Suaraku terhenti. Terlalu awkward rasanya kalau dilanjutkan.
Menjaga kesehatan Edward? Memang, aku ini istri official-nya?!
"Memastikan kebersihan apartemen." Edward menjawabku sambil sibuk memasukkan beberapa pakaiannya ke dalam koper.
Aku bersedekap di depan daun pintu kamarnya yang terbuka. "Yang selalu ngotorin apartemen kan nggak di rumah," balasku sarkas.
"Tapi kamu kan istri paruh waktunya."
Aku melongo, bisa-bisanya dia mengucapkan hal itu dengan santai?! Manusia aneh!
"Dan kamu akan dianggap absen kalau kamu nggak datang ke sini, semua petugas keamanan di lobby sudah tahu kalau kamu tunangan saya."
"HAH?!" Aku sudah maju dua langkah saat tiba-tiba dia memperhatikanku dan memberi kode dengan jari tangan kanannya agar aku keluar.
"Masuk kamar laki-laki itu bahaya, Ana," sarannya sok bijak.
Dari awal aku kerja di sini juga sudah kupertaruhkan segalanya. Karena aku bekerja di kandang laki-laki asing, dasar idiot!
Tapi, tunggu, siapa yang lebih idiot di sini?
"Mungkin nggak kalau Edward ke Bali buat jenguk gundiknya?" bisik Fathia tiba-tiba dan berhasil memecah lamunanku.
"Fathia!" Aku meneriakinya hingga hampir seluruh penumpang commuter line yang berdiri menatapku penuh tanya.
"Hehehe...." Lagi-lagi Fathia membentuk huruf V dengan jemari tangan kanannya. "But thanks for invite me. Gue nggak bisa fokus kalau ngerjain STUPA di rumah. Adik gue ngerecokin."
| STUPA: Studio Perancangan Arsitektur, dikenal juga dengan akronim SPA. PR anak arsitektur lah intinya. |
Aku kembali terdiam, hendak melanjutkan kembali reka ulang percakapanku dengan Edward sebelum dia berangkat kemarin.
"Tapi, kok lo marah sih pas gue bilang Edward punya gundik. Lo naksir dia, ya?"
Mataku berkedip beberapa kali, berusaha mencerna pertanyaan Fathia barusan. Gundik itu perempuan peliharaan, istri tidak resmi, ya semacamnya lah. Trus, aku cemburu dengan gundik gitu?
Eh....
Sebentar.....
Bukannya aku....
"Gue termasuk gundik dong? Kan istri paruh waktu? Bukan istri sah."
Fathia terlihat menahan tawanya. "Lo mau dia ngejadiin lo official wife-nya, ya?"
"Ih! Apa sih!" omelku. Aku terpancing ke dalam percakapan paling goblok abad ini rupanya. Sialan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ISTRI 1/2 WAKTU
RomancePendidikan 4 tahun dengan gelar sarjana, sepertinya tidak membuatku jadi orang waras. Selembar kertas Lowongan Pekerjaan yang dia berikan hari itu, membuatku merasa jadi orang paling dungu sedunia. Karena, aku tidak punya pilihan selain melamarnya. ...