#5.2 GARA-GARA KUCING

60 5 0
                                    

Kemarin malam mas Seno enggak bisa tidur. Perutnya mules aja gitu, katanya. Yang parahnya sih, dini hari dia terbangun, lalu ngibrit ke kamar mandi.

Sehabis kami sholat subuh di mesjid, mas Seno kembali ngibrit ke kamar mandi. Sampai saat ini udah empat kali dia BAB.

Kasian mas Seno.

"Alhamdulillah, lega." dielus2nya perutnya. "Abis semua nih isi perut."
"Magh bukan sih, mas?" tanyaku. "Atau diare?"
"Auk. Lemes nih aku. Bolak-balik kamar mandi."

Dari sekian banyak penyakit, cuma diare dan magh yang mas Seno derita. Selain kanker, kantong kering, ketika ia masih belum menikah denganku.

Alhamdulillah kalau mas Seno enggak punya riwayat penyakit yang parah.

Tapi mas Seno tetaplah mas Seno. Ia enggak suka ke dokter. Katanya trauma. Bukan punya mantan seorang dokter, tapi karena dia takut jarum suntik dan darah.

Ketika adik iparnya melahirkan, ia malah tidak ikut menjenguk. Alasannya takut digodain tante2 sosialita, yang lagi kunjungan menjenguk salahsatu tetangga yang lagi dirawat.

Sok kecakepan emang.

Ia cuma minta dibelikan obat yang sering dijual di warung2. Katanya sih ibunya, alias emaknya, kayak gitu juga. Kalau diare, minum obat itu aja. Dua butir, sembuh.

"Tadi ada yg nelfon."
"Siapa?"
"Enggak ada namanya." jawabku. "Tapi ujungnya 9800. 6 kali dia nelfon."
"Enggak kamu angkat?" aku menggeleng.

Mas Seno langsung menelfon balik.

Obrolan mereka tampak serius. Pakai acara jauh2an pula. Pakai acara mengelus2 perut pula. Masih mules kayaknya.

Mas Seno menghampiriku, lalu duduk disebelahku.

Masih ngelus2 perut.

"Kamu enggak open order lagi, kan?" tanya mas Seno. "Itu si Karina apa kabar? Kamu kasih berapa dia?"
"Karina enggak aku bayar."
"Enggak kamu bayar?" aku ngangguk. "Enggak kamu bayar, tapi ada kamu kasih kue buatan kamu, kan?"
"Ada dong. Kan aku lebihin." jawabku. "Kan kamu tau kalau aku orangnya pengertian."

Mas Seno masih mengelus2 perutnya.

"Udah berapa bulan, pak?"
"Ha?" sautnya. "Baru 3 bulan, buk."
Aku ngakak.

"Udah, batalin aja puasanya. Minum obat lagi."
"Iya ya. Batalin aja enggak ya?"
Aku ngangguk. "Batalin. Ntar kita gantinya sama2."

Setuju mas Seno ingin membatalkan puasanya, lalu minum obat lagi, tapi bukannya langsung minum obat, dia malah sibuk dengan laptop.

Ada permintaan katanya.

Aku sih enggak masalah. Selagi enggak cepirit di celana, terus karpet peninggalan papa dan mama kotor.

"Endorse apaan, mas?"

Mas Seno enggak menjawab. Aku liatin aja.

"Eh, kucing?!" mas Seno ngangguk. "Iiih, lucu. Oren!!"
"Girang banget?!"
"Lucu loh."
"15jt."

Aku langsung syok mendengarnya. Mas Seno ketawa2.

"Mas, kamu kan termasuk, eh bisa dikatakan pecinta kucing nih. Kamu pasti tau dong kenapa bisa ada kucing semahal itu." kataku. "Kamu dulu pernah nangis gara2 kucing, kan?"
"Emang salah aku nangis gara2 kucing?" tanyanya. "Bukannya kamu jga pecinta kucing? Itu kucing kamu dulu, si Oyen, apa kabar?"
"Enggak tau. Belum kutanyain sama Cecil."

Aku punya kucing kesayangan, namanya Oyen. Mas Seno, Acil. Sayangnya Oyen dan Acil sama2 jantan. Emang cuma kucing kampung, tapi mereka malah akur dan enggak pernah kelahi.
Sekarang mereka dirawat Cecil sekeluarga.

"Ngeliat si Jo, jadi keinget Apin."
"Jo?" mas Seno ngangguk. "Jo siapa?"
"Ini, kucing yang mau aku iklankan."
"Oowwh, namanya Jo." aku ngangguk2 paham. Padahal aneh aja, nama kucing kok bisa sekeren itu ya. "Emang Apin sama Jo, mirip?"
"Ampe nangis 3 hari aku. Enggak masuk sekolah, terus kena marah."
Aku ketawa2.

Cuma sekarang kami enggak merawat kucing di rumah. Mas Seno maunya merawat kucing, harus dari kecil. Biar nurut, kayak Acil. Dari orok ampe segede gaban, Acil dirawatnya. Dengan adiknya juga sebenarnya.

"Tapi aku enggak bakal mau ngabisin uang, cuma gara2 kucing. Apalagi kalau beli kucing yang mahal kek gini. Mending uangnya buat kita pake."
"Kalau kucingnya lucu, gimana?" tanyaku. "Kayak aku. Pasti mau dong ngeluarin uang sebanyak itu."
"Ididiiih, ngaku2."
"Hehe..."

Mas Seno ngibrit ke kamar mandi, untuk ke sekian kalinya.

Kapan Nikah? (Season 1. Edisi Ramadhan.)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang