#14.2 Susu

43 4 0
                                    


Selesai buka puasa, kami siap2 pergi sholat Isya dan terawih di mesjid.

Cecil disuruh jaga rumah. Selesai sholat, dia nitip minta dibeliin sate.

"Mas."
"Hm?"
"Pas pesta di rumah kakek, Rara datang perasaan."
"Datang dari Hongkong?" tanya mas Seno. "Enggak datang dia,  sayang."
"Lah,  terus yang salam dengan kita, yang pergi dengan Tirta, teman kamu yang kamu ceritain ke aku ngefans sama Melody JKT48 itu siapa?"
"Itu Mirna."
"Mirna?" mas Seno ngangguk. "Bukan Rara?"
"Banyak yang bilang mereka mirip emang. Bak pepaya dibelah dua."
"Pinang, mas. Pinang. Bukan pepaya."
"Ya itulah pokoknya."
"Kamu tau darimana kalau itu Mirna?"
"Bulu idungnya. Kalau keliatan, nah, itu Mirna. Kalau enggak, Rara."

Mas Seno mah emang aneh. Bisa aja buat orang tertawa. Masa membedain seseorang dari bulu idung.

Tapi kalau dilihat2, emang iya sih. Bulu idung Mirna enggak jauh beda kek bulu idung mas Seno.

Pantesan gunting di rumah kami sering berpindah2 tempat dengan sendirinya. Dimana ada cermin, nah disitu letak gunting.

"Jadi dua hari setelah pesta di rumah kakek, eh,  nenek kamu. Mas-"
"Rumah nenek kan rumahnya kakek juga, mas."
"Iya gitulah pokoknya."
"Dua hari setelah setelah pesta di rumah kakek kenapa?" tanyaku. "Ada biawak manjat pagar rumah kakek?"
"Itumah yang lagi viral."
Aku dan mas Seno tertawa.

Diceritain mas Seno,  katanya Rara lagi pergi hunting dengan cowoknya. Rara sendiri yang cerita. Pas pesta di hotel, dia juga lebih memilih pergi hunting, lagi, dengan cowoknya.

Dengan teman2nya juga.

"Pacar lebih diprioritaskan daripada teman yang udah nolong."
"Air susu dibalas air susu."
"Kok air susu?"
"Ya diakan putih." jawab mas Seno. "Lalat mendarat dikulitnya, terpeleset. Tergelincir itu mah."
"Sama dong,  kayak-"
"Iya, sama."

Kelar terawih, sate titipan Cecil udah dibeliin, Cecil girang.

"Mas Seno, kak Mita, ada undangan nih."
Kulihat mas Seno. "Tuh. Apa juga aku bilang."
"Undangan dari siapa?"
"Dari... bentar, tadi belum Cecil buka. Sibuk soalnya."

Aku dan mas Seno mengurungkan niat kami buat ke kamar. Capek kan soalnya.

"Pak RT. Undangan mendoa, cucunya baru lahir kemarin. Bakda maghrib."
"Oohh... pak RT."
"Ada undangan lagi?" tanyaku.
Cecil menggeleng.

Baru sampai di depan pintu, aku melihat mas Seno lagi di dapur, membuka kulkas.

"Ngapain, mas?"
"Nyari susu. Haus."

Kapan Nikah? (Season 1. Edisi Ramadhan.)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang