08

3.1K 632 29
                                    

18.57 (GMT-5) Jersey City, New Jersey.

Sesampainya di kantor, Ardan langsung disambut oleh sekretaris pribadinya, Steve Stuart yang memberikan beberapa dokumen hasil penyelidikan tim khusus yang dibentuk Ardan, mengenai kontrak dengan investor asal Jerman yang tengah menjadi permasalahan mereka. Dengan cepat Ardan membaca isi kontrak, dan menghela nafasnya dengan berat setelah selesai.

Di salah satu kertas yang dibawakan oleh Steve, tertera nama kedua karyawan yang menekan kontrak tanpa sepengetahuannya dan juga Rei. Lelaki itu kemudian duduk di kursi kerjanya dan memijat pelipisnya karena pusing. "Do you want me to ask them out personally?" Ardan menggelengkan kepalanya lalu meletakkan surat yang tadi ia pegang secara asal. Rasanya ia ingin mengamuk, tapi tidak bisa. Salah satu kelemahannya adalah Ardan tidak bisa marah, sehingga ia lebih memilih untuk diam, mencoba memikirkan hal apa yang sebaiknya ia lakukan.

Selang beberapa menit ia kembali menoleh pada Steve. "Look," Ardan mengusap tangannya gusar, lalu menatap sekretarisnya dengan tatapan yang cukup mengintimidasi "Tolong sampaikan pada mereka bahwa aku tidak mau tau apa yang terjadi di belakang punggungku, tapi mereka harus mengurus kontrak ini karena aku tidak mau perusahaan terlibat. Jika Richard maupun Lewis tidak bisa memutus kontrak tanpa merusak nama perusahaan, aku akan membawa masalah ini ke ranah hukum. Sejak perjanjian ini dibuat, aku tidak pernah menyetujuinya dan tidak pernah memberikan tanda tanganku, jadi perusahaan tidak ikut campur dengan permasalahan ini lagi mulai dari sekarang. Mengerti?"

Steve mengangguk, kemudian mencatat setiap detail kalimat yang dilontarkan oleh atasannya itu. Baru setelah selesai, ia teringat sesuatu. "Saya dengar kamu mau dijodohkan?" Walaupun masih dalam batasan yang buruk, bekerja dengan Ardan membuatnya sedikit banyak bisa berbicara dalam bahasa ibu atasannya itu.

Ardan berdeham, lalu mengecek ponselnya yang ramai karena panggilan masuk tak terjawab dari ayahnya. "Harusnya malam ini saya makan malam dengan keluarganya," Jawab Ardan dengan sebuah senyum tipis yang ia paksakan.

Di tempatnya berdiri, Steve tidak bisa menahan keterkejutannya. Sedikit banyak lelaki itu merasa bersalah karena sudah menganggu waktu privasi Ardan. "Maafkan saya yang menganggu makan malam penting anda, seharusnya saya mengirimkan dokumennya melalui email saja."

"Tidak masalah, hal seperti ini penting untuk saya ketahui secara langsung." Ardan bergumam namun notifikasi ponselnya membuat fokusnya teralihkan. Lelaki itu mengernyit heran saat melihat bahwa ada sebuah pesan yang dikirim Roseanne, adiknya. Tumben sekali adik kembarnya itu mengirimkan pesan.

Dengan cepat, Ardan membuka pesan tersebut dan senyuman simpulnya tercetak setelahnya. Pasalnya, Roseanne melampirkan sebuah foto dari perempuan yang akan dijodohkan dengannya dan hal tersebut cukup menggemaskan bagi Ardan. Ia senang saat menyadari bagaimana keluarganya heboh menyambut anak temannya romo yang katanya mau dijodohkan dengannya itu. Ia jadi tidak enak hati karena tidak mengikuti makan malam keluarga yang sudah disiapkan oleh simbok.

Naharika
Kasian deh yang ga ikut makan malem sama calon istri
Kerja terus bagai kudhaaa
Naharika sent a photo.
Gimana mas? Cantik, 'toh?
Calon istrimu loh mas;)

Senyuman Ardan mengembang, melihat pesan singkat yang dikirimkan oleh saudari kembarnya. Ia membuka foto yang diberikan oleh Roseanne dan terdiam cukup lama melihat wajah wanita tersenyum manis disamping adiknya itu. Keduanya sudah berada dalam balutan baju tidur, juga tanpa hiasan wajah. Namun Ardan akui bahwa calon istrinya itu memang menawan. Hanya saja, rasanya wajah tersebut tidak terlalu asing baginya.

"Steve, masalahnya sudah selesai kan?" Sekretarisnya mengangguk. "Saya pulang kalau begitu."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[1] cliché (jjh.lm)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang