CHAPTER TWO : Bunda

73 13 10
                                    

Dengan langkah cepat Meena langsung menerobos pintu kamarnya. Awalnya ia hendak mengetuk pintu terlebih dahulu, namun melihat kondisi pintu yang sedikit terbuka—tidak tertutup seperti biasanya—, membuat Meena berubah pikiran dan masuk begitu saja. Meena pun mengucapkan salam tanda ia sudah pulang sekolah. Namun tak ada balasan salam dari Rani yang biasa menunggunya. Ruang tamu tampak sepi kala itu. Meena pun kemudian berjalan menuju dapur dan hasilnya nihil. Ia juga memeriksa kamar Rani namun tetap tidak menemukan keberadaannya.

Tak ingin ambil pusing, Meena akhirnya memutuskan untuk beranjak ke kamarnya. Saat pintu terbuka, ia mendapati Rani tengah duduk dibangku rias milik Meena. Meena yang terkejut secara spontan bertanya alasan mengapa Rani bisa ada di sana.

"B-bunda? Bunda sedang apa di sini?" tanya Meena gugup.

"Sejak kapan Meena?" Bukannya menjawab pertanyaan Meena, Rani malah kembali menanyakan hal lain.

"M-maksud bun-" Ucapan Meena yang terbata- bata membuat Rani menjelaskan pertanyaannya.

"Sejak kapan kamu nutupin ini semua dari bunda?" tanya Rani yang kemudian membalikkan badannya—menghadap Meena. Ia juga memegang beberapa peralatan makeup yang selama ini selalu Meena rahasiakan darinya.

Meena melihat jelas mata bundanya yang sudah memerah akibat air mata yang sepertinya sudah menetes sejak tadi. Meena merasa bersalah karena menjadi penyebab dari tangisnya. Ia pun berlari dan kemudian memeluk Rani dengan erat. Air mata Meena pun seketika tumpah seakan bercerita bahwa dirinya terluka sekarang.

"Me-meena han-hanya i-ing-in terl-lihat c-ca-cantik, b-bunda," jawab Meena di sela tangisannya.

"Tapi kamu tak perlu seperti ini, M-meena." Rani berusaha untuk tidak terisak saat itu.

"D-di s-se-sekolah M-meen-na selalu d-diku-cilkan. M-meena g-guna-in make-up a-gar Meen-na d-dap-pat kawan d-dari dun-nia maya. Mee-na k-kes-sepian."

"Hush, kamu jangan ngomong begitu, Meena. Kamu punya bunda yang bisa jadi teman kamu. Sekarang bunda mau nanya, apa kamu bahagia dengan berpura-pura begitu?" tanya Rani.


Oh, she don't see the light that's shining
Oh, dia tidak melihat cahaya yang bersinar


Meena semakin mengeratkan pelukannya dan semakin menangis. Hanya itu yang sekarang dapat ia lakukan untuk mengeluarkan segala ketidakbahagiaannya. Ternyata benar, tak akan ada yang mampu menggantikan sentuhan cinta dari seorang ibu. Berkat Rani, Meena mampu menceritakan semua hal yang selama ini ia simpan rapat-rapat. Ada sedikit perasaan puas karena tak lagi menyimpannya sendirian.

"Kamu tahu arti namamu Meena? Zahira Baraka Yameena. Bunga putih yang mekar di tempat yang benar."

"Bunda mau kamu menjadi seorang anak yang mampu memberi manfaat bagi orang di sekitarnya. Bunga yang mekar pasti akan mengundang banyak pasang mata yang memandang. Namun bunga yang mekar itu tak gentar dan terus memekarkan dirinya. Bunda harap kamu juga seperti itu, Meena. saat orang lain memandang aneh wajahmu, kamu harus tetap mekar untuk memberi aura positif kepada yang lain."

"Tak pernah terbesit perasaan malu karena bunda melahirkan anak sepertimu, Meena. Bunda malah bangga bisa memiliki anak spesial seakan bunda memiliki anugerah lebih dari yang lain. Dan bunda bersyukur akan hal itu. Sekarang, cobalah untuk pahami diri kamu sendiri, sayang."

Hati Meena menghangat seketika. Hanya dengan perkataan bundanya, rasa sakitnya dapat sedikit terobati. Rani benar, mungkin ini saatnya bagi Meena untuk menerima semuanya. Tapi, harus darimana ia memulainya?


But there's a hope that's waiting for you in the dark
Tapi ada harapan yang menunggumu dalam kegelapan


"Besok, bunda akan ajak kamu bertemu dengan seseorang."


To be continued ...

522 words.

We're BEAUTIFUL [ Song Fiction ] ; LoveyourselfIDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang