UNPILE

230 48 0
                                    

Kepala Jeongin bergerak mengikuti alunan musik dan menikmati rasanya bagaimana berada di luar setelah berhari-hari terperangkap di markas. Tubuhnya menyandar di tembok bata sementara ia mengawasi area di depan matanya, melihat-lihat jika ada yang berani menyusup ke dalam rumahnya.

Biasanya Minho yang mendapatkan giliran jaga malam, tetapi "Sibuk." katanya. Maka dari itu Jeongin menggantikan posisinya untuk malam itu, yang dimana sebenarnya ia juga tidak terlalu ambil pusing. Dia terbiasa menjadi yang selalu dijaga oleh anggota lainnya, makanya rasanya cukup menyenangkan berada di luar sendirian sekali-kali.

"Gimana di luar?" suara Hyunjin terdengar mengeceknya dari earpiece yang dipakainya, dan tanpa sadar Jeongin mendesah kecil. "I'm alright, nggak usah lebay tolong." Jeongin mengerang sambil menghentikan musiknya sebentar.

"Kan gue khawatir sama adik kecil kita ini uuu," goda Hyunjin tetapi suaranya terdengar sangat bosan. Minggu ini tidak terlalu banyak aktifitas, itulah sebabnya semuanya menjadi merasa sedikit bosan, dan lebih memilih untuk menggoda satu sama lain dan membuat kekacauan lainnya.

"Bawain makanan dong! Laper nih," pinta Jeongin ketika tiba-tiba saja terpikirkan tentang makanan. Makanan cepat saji sepertinya merupakan ide yang bagus dan jika ada orang yang akan membawakan itu kepadanya, jelas pasti adalah Hyunjin. "Oke sebentar ya," Hyunjin tertawa di seberang sana dan Jeongin tersenyum puas mengetahui kalau ia akan mendapatkan apapun yang dia mau.

Pemuda itu kembali memutar musiknya dan memejamkan matanya sebentar sambil menunggu Hyunjin membawakannya makanan.

Tetapi 20 menit kemudian...

"Gini nih makanya gue males minta tolong!!!" rutuknya sendiri dan membuang napas pelan, kemudian berdiri dari posisi yang mulai membuatnya pegal.

Tiba-tiba saja ia mendengar suara bisikan di suatu tempat dari kegelapan yang ada di depan sana, "Ada orang disana?" dan kemudian pemuda itu membeku begitu melihat figur seorang gadis dengan pakaian model grunge dan rambut hitam yang dicepol dua. Tampilannya tidak cukup mencurigakan tetapi begitu Jeongin menyadari bahwa gadis itu tengah menggenggam baseball bat, ia langsung was-was.

"Siapa lo?!" tanya Jeongin seraya tangannya bergerak cepat ke saku belakangnya untuk mengambil pistol. Gadis itu terlihat seperti sedang mabuk dan mungkin saja mengkonsumsi obat-obatan, tetapi cara berjalannya kelewat stabil untuk orang yang sedang under circumstances.

"Kamu yang siapa, bocah?" tanyanya balik, mengacungkan baseball bat-nya kearah Jeongin. Pemuda itu refleks segera menarik pistolnya dan diarahkannya ke dada gadis itu.

Jeongin terlihat tidak senang dengan kehadiran gadis itu, sementara ia berjalan mundur mendekati pintu yang ada di belakangnya. "Gue nanya duluan! Nggak usah main-main dan gue bukan bocah!"

Gadis itu mendengus dan melirik Jeongin dengan tatapan malas, dan Jeongin menelan salivanya sendiri ketika gadis itu tidak sama sekali bergeming. Dia sebenarnya tidak terlalu khawatir dengan keberadaan gadis di depannya ini tetapi siapa yang tahu jika gadis ini punya maksud baik atau tidak? Dilihat dari apa yang dibawanya, jelas Jeongin harus waspada.

Tiba-tiba saja sebelum Jeongin sempat berseru lagi untuk menanyakan apa yang gadis itu lakukan di daerahnya, gadis gotik itu mengeluarkan pistol Glock 20 dari bawah rok hitam kulitnya dan menarik pelatuknya tanpa ancang-ancang kearah Jeongin.

Atau ke belakang pemuda itu.

Terdengar suara benda berat terjatuh di belakang Jeongin, dan pemuda yang terlalu kaget itu membuka kedua matanya untuk melihat kearah gadis yang kini tengah meniup ujung pistolnya dan menopang baseball bat-nya di pundak kecilnya. "Wah! Itu orang nggak ada nyerah-nyerahnya juga ternyata." ujar gadis itu cuek.

Sementara Jeongin masih berdiri kebingungan, anggota lainnya sudah berlari keluar setelah mendengar suara tembakan. "Lo nggak apa-apa?!" Changbin meraih Jeongin lebih dulu, dan Chan kemudian keluar dari pintu, masih belum melihat gadis itu.

"LO KENAPA DILUAR SENDIRIAN? Mana Minho?!" teriaknya dan kemudian kedua netranya mendarat di figur gadis gotik yang tengah tersenyum miring sambil mengunyah permen karet. Kedua matanya menyalang marah karena mengira bahwa gadis itu telah bermain-main dengan Jeongin.

"Disini." sahut Minho sambil mengangkat bahunya dan berjalan melewati Chan, yang tentu saja pemuda yang lebih tua menghadiahinya dengan pukulan ke belakang kepala Minho.

"Gue baik-baik aja, bang." Jeongin mengerutkan hidungnya, menaruh kembali pistolnya yang tidak terpakai itu ke saku belakangnya.

Chan kembali memusatkan perhatiannya kearah gadis yang sedari tadi masih memperhatikan mereka dengan senyum miringnya, ketika pemuda itu berjalan mendekati si gadis, otomatis perhatian seluruh anggota yang lain juga ikut mengarah kearahnya.

Gadis itu menurunkan bat-nya dan menaruh kembali Glock 20-nya ke bawah roknya. Senyumnya tidak luntur sama sekali, membuat Chan semakin curiga. "Maksud lo apa nembak-nembak kaya gitu?" tanyanya dengan nada rendah, tetapi gadis itu tetap saja tidak menunjukan rasa takut.

Si cantik mendongak, untuk mempertemukan matanya dengan sepasang milik Chan, lalu jari telunjuknya menunjuk kearah belakang Jeongin dan yang lainnya. Kearah seonggok tubuh yang sudah sukses tertembak mati di perut atasnya. "Orang itu," mulai si gadis, "Udah berapa malem gue liat dia ngiterin daerah ini sambil ngendap-ngendap."

Kemudian jarinya kini menunjuk kearah rumah besar bertembok bata yang merupakan markas Chan dan yang lainnya, "Terutama di depan rumah ini."

"Just tell me the person you're working with, bitch."

Si gadis kemudian tertawa mendengar Chan mengumpat kepadanya, membuat yang lainnya juga langsung ke dalam mode waspada. Sementara itu Chan masih tidak bergeming. "I work with and for myself, Mister." Dengan gesit ia mengangkat baseball bat-nya ke pundaknya lagi, "As you can see gue bisa ngabisin orang yang menurut gue adalah hama dengan cepat," kedua matanya mengedip kearah Jeongin, "Dibandingkan bocah itu yang terlalu lama basa-basi."

Wajah Chan mengeras mendengar gadis yang tak dikenal itu baru saja meremehkan anggotanya, adiknya. Dan gadis itu mendekatkan wajahnya sampai akhirnya Chan bisa merasakan nafas hangat si cantik di lehernya, "Gue jadi penasaran dengan apa yang kalian punya di dalam, tau nggak?" gumam gadis itu dengan volume yang hanya Chan bisa dengar.

Lalu gadis itu melompat memundurkan tubuhnya dan senyumnya kali ini berbeda dari sebelumnya. Berbeda dengan ekspresi penasaran yang licik yang tadi sempat Chan lihat seorang. Senyumnya terlihat ceria, seakan-akan dia tidak baru saja menembak mati mata-mata yang mengintai markas gangster yang ada di depannya ini.

"Ah, that's very impolite of me, not introducing myself." ujarnya dengan wajah polos seperti boneka, "Nama gue Ruby, pleasure to meet you all. All nine of you."

Kedelapan orang di depannya hanya memandang gadis bernama Ruby itu bingung, sementara Chan yang masih berdiri di belakang Ruby menatapnya dengan tatapan tidak percaya.

Chan benar-benar tidak mempunyai alasan lain untuk tidak menarik gadis itu masuk ke dalam markasnya saat itu juga.

HOOLIGANS.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang