Felix muncul dari belakang rak buku, mengejutkan pria tua yang ia datangi untuk dibunuh. Si politikus tukang korupsi itu terkesiap melihat kedatangan Felix yang mengendap-endap, dan ia nyaris saja berteriak.
"TOLO⏤" pria itu segera beringsut kearah mejanya untuk menekan safety button dan memanggil petugas keamanan.
"Bicara sekali lagi dan saya bakal nusuk Anda di tenggorokan sekarang juga." kata Felix dengan sangat lambat, pelan, dan mematikan. Pemuda itu menarik pisaunya dari saku belakang, menodongkan benda tersebut kearah pria ketakutan itu sementara ia sendiri mengunci pintu.
"Pak, Anda baik-baik saja di dalam???" Suara ketukan keras mengguncang pintu yang sudah di kunci dan Felix hanya menatap pria itu, menantang si politikus kalau-kalau ia mengucapkan kalimat yang salah. "Ng-nggak apa-apa! Saya tidak apa-apa!" suara pria itu tercekat, jelas ketakutan.
"That's good. Jadi bagaimana hari Bapak tadi?" ejek Felix, bergerak untuk duduk di depan pria itu sambil tersenyum. Pria itu langsung menatap Felix dengan tatapan tidak percaya yang dibuat-buat.
"A-apa maksud kamu?" sahutnya dengan intonasi bingung, seperti sudah seharusnya.
Felix berdecih kemudian tertawa penuh olok, "Ada penawaran baru? Ngebunuh saingan lagi? Ngejual obat-obat terlarang? Atau bahkan ngejual orang-orang nggak bersalah ke luar negeri?" pemuda itu bersandar di kursinya dengan tatapan tanpa emosi sama sekali. Ia menarik pisaunya dan menggoreskan ke ujung meja, menusuk dalam kepada kayu itu dengan sudut tajamnya.
"Sa-saya tidak mengerti apa yang kamu bicarakan..." Pria itu berbohong dengan jarinya yang mencari-cari ujung tombol safety button di mejanya, mengira kalau Felix tidak akan melihatnya. Dengan gerakan cepat pisau yang tadinya berada di tangan Felix langsung tertancap tepat di sebelah safety button tersebut.
Pria tersebut dengan terkejut menarik tangannya kembali, kedua matanya terbelalak. "Bersyukur karena saya nggak melempar pisau itu ke kepala Anda. Belum aja." Kemudian Felix berdiri dari posisinya, sudah terlalu jengkel dengan pria di depannya. Tangannya menarik pisau lainnya dari saku belakangnya.
"Enough games. Cepat kasih tau kode sandi di komputer Anda. Saya perlu itu sekarang." Yang lebih muda berjalan mengitari meja dan berdiri di belakang pria tua itu. Felix menempelkan pisaunya di sebelah pipi si politikus sampai menggores kulitnya sedikit.
Pria itu bergerenyit kesakitan sambil membuka komputernya. "Kalau saya beritahu kamu, kamu bakal ngelepasin saya?" Ia berusaha menawar kepada Felix, tetapi hanya dibalas dengan decihan remeh dari yang muda.
"Saya juga berharap akan semudah itu." kata Felix semakin menempelkan pisau itu ke sisi wajah si politikus, membuat darah keluar lebih banyak dan menuruni wajahnya. "Tell. Me. The. Password." pemuda itu menekankan setiap kata yang keluar dari mulutnya, dan suaranya jadi lebih rendah dari sebelumnya, di titik yang cukup menakutkan bagi pria itu.
"101718." Pria itu menghela napas, tidak bergerak sedikitpun.
"Kalau begitu masukkin. Saya harus ngeliat itu sendiri." Felix memukul belakang kepala pria itu, membuat yang dipukul langsung mengetikkan kode sandinya untuk membuktikan bahwa dia mengatakan yang sebenarnya.
"Saya cukup terkejut kalau pembohong seperti Anda bisa mengatakan yang sebetulnya." pemuda itu mengangguk singkat dengan gaya mengejek kemudian dengan tangan bebasnya ia menekan earpiece-nya. "Seungmin, kodenya 101718." Felix memberikan pesan secara singkat kepada Seungmin yang berhubungan dengannya.
"Got it, Woojin udah di bawah jendela nungguin lo." sahut Seungmin memberikan informasi ganti dan mematikan hubungan mereka.
"Well, senang berbisnis dengan Anda, pak. Sudah waktunya untuk saya pergi." Felix menarik satu pisau lagi, bersiap untuk membunuh.
"Ah, saya tahu siapa kamu!" pria tersebut tertawa hampa.
Felix hanya menyahutinya dengan malas, "Lalu?"
"Kamu Felix. Kamu bekerja dengan pemimpinmu itu si Chan... bilang padanya kalau dia akan mendapatkan balasannya suatu saat nanti. Dan kamu juga,"
Felix menegang begitu pria itu menyebutkan nama Chan, genggaman di pisaunya mengerat. "Yeah, saat hari itu datang saya akan sangat senang jika orang seperti Anda sudah hilang duluan. Sampai ketemu di neraka." pemuda itu menggeram di telinga yang lebih tua sebelum akhirnya menghunuskan kedua pisau di tangannya ke tiap sisi leher pria itu.
Darah langsung menyembur keluar mengotori tangan dan pipi Felix sementara pemuda itu memutar pisaunya lebih dalam ke daging pria di depannya. Suara berdeguk keluar dari mulut si politikus yang tengah sekarat itu, dengan darahnya yang membasahi kemejanya sendiri.
Merasa puas dengan aksinya, Felix berjalan pelan kearah pintu dan membuka kuncinya tanpa suara. Lalu menuju ke meja pria itu lagi untuk menghantam safety button. Suara sirene keras langsung memenuhi ruangan, dan Felix hanya tersenyum sambil membuka jendela yang ada di ruangan itu untuk kabur.
Sebelumnya ia mengaca sebentar di jendela itu, mendapati dirinya yang berdandan serba hitam dari atas sampai bawah, kecuali rambut pirangnya yang terlihat kontras lalu tersenyum pada diri sendiri.
"Kalian bisa masuk sekarang, bapak tua tolol itu sudah mati!" teriaknya kearah pintu dengan tawa geli dan langsung melompat keluar dari jendela.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOOLIGANS.
Fanfictionwe don't deal with outsiders very well. © 2019 charliesletter