Chapter 1 - I Miss You

1.7M 9.3K 23
                                    

Malam semakin sunyi. Udara semakin dingin. Semua insan nampaknya sudah lelap tertidur, menyelami dunia mimpinya masing-masing. Rasa lelah setelah seharian bekerja dan beraktifitas, terbayar sudah dengan nyenyaknya tidur malam di atas ranjang yang empuk.

Semua nampaknya sudah tertidur, namun tidak bagi Vino Uparengga. Daritadi Vino hanya duduk di sofa kecil di apartemennya, dengan kaki yang terus bergerak gelisah, menunggu kedatangan perempuan pujaan hatinya. Ibu jari tangan kanannya sibuk, bergerak ke atas dan ke bawah, terus menscroll layar ponselnya tanpa henti. 

Entah apa yang ada dalam pikiran lelaki tampan satu ini.

Tubuh Vino tinggi semampai, ditambah dengan hidungnya yang begitu mancung dan lurus, persis seperti perosotan yang biasa dimainkan anak-anak TK. Tubuhnya yang kurus membuat garis rahangnya yang terpahat indah itu terlihat semakin jelas. Lengannya berotot, tetapi tidak berlebihan. Tidak sebesar Ade Rai. Tulang pipinya tinggi, menambah kesan manly dan gentle pada wajah tampannya. Rambutnya hitam legam bak gelapnya malam, alisnya yang tebal itu terbentuk begitu rapih. Matanya tajam, bagaikan elang yang hendak berburu mangsanya. Bibirnya yang berwarna sedikit kemerah-merahan itu terasa begitu halus, seolah-olah menantang siapapun yang melihatnya untuk menciumnya.

Vino Uparengga memang sempurna. Secara fisik, Vino mungkin memiliki semua yang kaum Adam inginkan. Apalagi setiap kali lewat di depan kerumunan, terutama yang banyak ibu-ibunya, pasti ada saja yang menyoraki Vino. Mendekatinya, sekadar ingin meminta nomornya, atau sekadar ingin melihat apakah benar makhluk ciptaan Tuhan satu ini benar-benar nyata. Padahal Vino hanya pakai sandal jepit merek swallow, celana jins robek-robek, dan kaos hitam. Mungkin tidak ada yang menyangka juga bahwa dibalik wajah dan tubuhnya yang sempurna itu, terkadang Vino hanya mandi satu kali sehari.

Vino memang cuek. Apalagi pekerjaannya yang hanya sebagai seorang seniman, kalau boleh dibilang seniman freelancer, yang mana tidak menuntutnya untuk selalu tampil rapih. Vino tidak perlu pusing-pusing memikirkan mau memakai parfum merek apa, belajar susahnya memakai dasi, atau membeli kemeja dan celana kerja di The Executive. Yang penting karya seninya jadi dan ada yang membeli. Tidak ada yang peduli juga apa yang dipakai Vino saat dia membuat mahakaryanya. Yang orang pedulikan hanya karya seninya saja.

Ponsel yang digenggam Vino daritadi tiba-tiba bergetar. Ada satu panggilan masuk, dari perempuan itu, pujaan hatinya. "Tunggu sebentar ya," kata perempuan itu.

Vino menghela napas panjang, sudah tidak sabar bertemu dan bercumbu dengan kekasih hatinya. "Jangan lama-lama," katanya.

Tak lama kemudian, seseorang mengetuk pintu apartemen milik Vino. Dengan langkah yang tidak sabaran, Vino langsung menghampiri pintu apartemennya. Begitu pintu apartemennya sudah terbuka, sebuah senyum manis langsung terpatri di wajah ganteng Vino. Rasa bahagianya begitu tak tertahankan, begitu akhirnya Vino melihat Irene, kekasih hatinya, berdiri tepat di depan kamar apartemennya yang berantakan itu. 

"Hai," sapa Vino kikuk.

Sangkin terlalu tertegunnya, Vino sampai lupa menyuruh Irene masuk. Irene tersenyum geli. "Aku boleh masuk kan?" tanya Irene.

Ah, Irene Mariana.  Sama rupawannya seperti Vino. Setiap lekuk wajahnya sempurna. Hidungnya mungil,  dengan batang hidung yang tinggi. Bibir mungilnya yang berwarna kemerah-merahan itu terasa begitu pas untuk dicium. Matanya bulat nan besar, tapi tidak terlalu belo. Alisnya terukir sempurna. Pipinya yang kemerah-merahan dan matanya yang besar itu membuat wajah Irene terlihat seperti sebuah boneka manekin berjalan. Rambut panjang dan kecoklatannya, yang menutupi daerah payudaranya yang begitu ranum itu, terlihat begitu tebal dan sehat. Persis seperti rambut model-model yang biasa tampil di iklan shampo. Sayangnya Irene Mariana tidak terlalu tinggi. Tingginya hanya 160 cm. Hanya bertambah dua senti saja sejak lulus SMA. Berbeda sekali dengan Vino, yang tingginya hampir 190 cm.

Gairah Cinta [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang