3

48 3 1
                                    


Aku yakin kau adalah seseorang yang dikirim Tuhan untukku

Kendaraan para murid satu persatu meninggalkan parkiran, pertanda sekolah telah berakhir untuk hari ini.

"Di, gue anter lo pulang yok. Rumah lo dimana? " tawar Dedek pada Diana.

"Gak usah repot-repot! "

"Gakpapa ayoook,  lagian tinggal lo sendiri. Zora sama Abel juga udah pulang dari tadi. Yok lah" bujuk Dedek lagi dengan nada yang memaksa. Diana yang kembali ingin menolak malah membulatkan retinanya.
"Lo duluan aja, gue pulang bareng Raqil. Itung-itung permulaan pedekate! "ujarnya seraya berlari ke arah Raqil dan motor sportnya yang tak jauh dari tempatnya berdiri.  Dedek pun ikut memutar kepalanya melihat orang yang dimaksut. Ia hanya menggeleng-geleng prihatin dan mulai melajukan mobilnya keluar area sekolah.

Saat akan menstarter motornya,  Raqil dikagetkan dengan suara yang beberapa waktu lalu sempat berteriak tepat didepannya. Entah kenapa ia bisa tiba-tiba ingat akan suara tersebut.
"Hy Raqil yang gantengnya sejagat, anterin pulang dong. Ya ya ya! " Diana memamerkan senyum lebarnya sambil menaik-naikkan alis secara berkesinambungan.

Hanya kerutan alis yang Raqil berikan pada Diana. Tapi tak urung membuat Diana menyerah untuk menggoda sang pujaan.
"Ayoo dong plissss, temen-temenku udah pada pulang. Rumahku jauh, demi hemat uang anterin aku yaaaa..! "sekarang ia menatap memelas dan mengatupkan tangan di depan dada.
Nih cewe ngapain sih pikir Raqil masih dengan tatapan datar andalannya. Raqil tanpa basa-basi lagi mulai menstarter motornya dan segera menggasnya namun kembali terhenti karena cekalan pada lengannya. Diana mencoba membujuk agar Raqil mau mengantar sambil menggoyangkan manja lengan kokoh tersebut.
"Ayolaaahhhh, yaaaa. Eh btw lengan lo boleh juga ehe! "senyum lebar itu masih terpatri di wajahnya tak kala Raqil menghempaskan tangan Diana secara kasar. Langsung saja ia menjalankan motornya dan meninggalkan Diana yang sudah cemberut dengan bibir memanjang. Hingga tubuh kokoh tersebut hilang dari pandangan Diana.

"Ish, susah bener!  Tapi Diana kamu nggak boleh nyerah!  FIGHTING!!! " ia berteriak menyemangati dirinya sendiri dengan kedua tangan dikepal di depan wajahnya.
"Terpaksa keluar duit juga akhirnya. Mending nebeng Dedek kalau tahu gini, Hadeeeh"

~~~~~~~~~~~~

Diana pov
"Aku pulaang.!"

"Kenapa telat pulangnya!?" bukan menyambut anaknya malah bertanya kenapa aku pulang telat. Ya jelas-jelas karena dinding beton bu, inginku katakan pada ibu tapi tak terniat bibir ini mengungkapkan. Aku sedang tidak ada mood untuk menceritakan hal tadi pada ibu.
"Gak papa bu, bang ojeknya tuh salahin. Datangnya lama" candaku dengan bibir yang dimanyunkan. "Banyak pelanggan ya bu hari ini? "

"Lumayan banyak pesanan, kamu ganti baju gih bantuin ibu" senyum indah ibu mengembang mendamaikan hatiku. "Jangan lupa makan dulu, udah ibu siapin"

"Siap bu! "berpose hormat dan melangkahkan kaki menuju kamarku untuk berganti pakaian.
Ku hempaskan tasku asal, dan mengambil kemeja lengan panjang dipadukan dengan jeans pendek. Kembali kulangkahkan kaki menuju meja makan menikmati masakan ibu yang sangat nikmat dilidahku. Memang chef paling hebat adalah ibu kita sendiri.

Saatnya membantu ibu, hal yang paling aku sukai adalah melayani pelanggan dan menghitung uang di meja kasir. Kalau untuk memanggang kue jangankan matang, gosong malahan hahahaha.
Saat ini aku mengangkat kue buatan ibu untuk dibungkus, berdasarkan pesanan aku harus membungkusnya sebanyak 60 bungkus, sepertinya ini akan dibagikan pada anak-anak. Dengan telaten aku mengerjakan tugasku, memperhatikan satu persatu kue yang masuk terasa nikmat, inginku makan tapi jumlah kue pas untuk pemesan tidak berlebih jadi kuurungkan menyantap benda itu. Menyedihkan sekali perutku tidak dapat jatah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 12, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Could i Say Hy...?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang