Aku

91 3 2
                                    

Dingin.

Setiap pagiku terasa dingin, melihat dunia dari jendela kamarku di mana mentari mulai menyinari dunia. Meski demikian, tinggal di daerah perbukitan tetap membuat rumahku terasa dingin, bahkan terkadang membuatku harus beranjak dari kasur dan berlari ke kamar mandi untuk buang air kecil karena udara dingin perbukitan. Sungguh, perasaan itu sangat mengganggu kebahagiaan tidurku. Apalagi ketika aku sedang bermimpi di mana aku bertemu dengan seorang gadis cantik yang menghampiriku dengan mata yang begitu indah, tiba-tiba...

Ya! Benar...

Aku harus terbangun dari mimpi indahku karena tidak lagi dapat menahan cairan yang harus ku keluarkan dari tubuhku. Lantas bergegaslah aku ke kamar mandi dan memulai hari, di mana jam telah menunjukkan pukul 6 di pagi hari. Memang tak terkesan elegan, memulai hari dengan buang air kecil, namun hal itu akan terdengar lebih baik ketimbang harus memulai hari dengan membersihkan kasur dari air yang tubuhku keluarkan. Ketika diriku masih balita, aku selalu menggunakan popok sehingga aku dapat bebas melakukan kegiatan muliaku tersebut dimana saja tanpa harus berpikir panjang. Popok masih menjadi sahabat sejatiku hingga aku beranjak 5 tahun, selepas aku tidak menggunakannya, bibiku menjadi korban ulahku. Aku selalu saja buang air kecil di tempat tidur, di karpet rumah, bahkan di meja makan pun aku pernah melakukannya. Terdengar konyol, tapi ya itulah diriku ketika beranjak 6 tahun.

Dunia menyambut kehidupanku di pagi hari ini dengan sebuah kebahagiaan. Aku keluar dari kamarku dan turun ke ruang makan di mana Mama, Kakak dan Adikku telah duduk menyaksikan TV yang menggantung di dinding ruangan. "Yap, anak jelek kamu bangun terakhir." Mamaku selalu meledek diriku, beliau juga selalu bercanda bahwa aku merupakan anak yang dirinya salah ambil ketika aku dilahirkan di rumah sakit. Pertama kali aku mendengar ledekan Mamaku tersebut, aku meneriakinya "MAMA!!!!" dan mulai menangis, Ia kembali meledek diriku sembari tertawa melihat tingkahku yang tidak terima, lalu memelukku dan mengatakan bahwa itu hanyalah lelucon. Aku senang melihat Mama tersenyum dan tertawa, walaupun dirikulah yang menjadi bahan tertawaannya, namun itu bukanlah suatu masalah yang perlu dipikirkan.

Tentunya setiap orang tua memiliki caranya masing-masing dalam membangun suasana di kehidupan keluarganya. Orang tuaku mungkin sedikit lebih santai dalam hal bercanda gurau sehingga memberikan kelonggaran terhadap anak-anaknya dalam berinteraksi agar tidak terkesan kaku. Namun, tetap saja keras dalam mendidik anak-anaknya untuk menjadi orang yang kuat. Aku pernah dimarahi dan dibentak oleh Mama karena aku menolak untuk makan dan lebih memilih bermain bola di depan rumah bersama dengan anak-anak lainnya. Aku dikunci di kamar mandi hingga diriku kapok dan tidak ingin mengulangi kebodohanku itu. Setelah hukuman itu, aku tersadar maksud Mama adalah benar, aku akan jatuh sakit dan tidak bertenaga jika tidak makan. Aku juga pernah dipukul dengan sapu lidi karena memanjat pagar rumahku yang tinggi dan dipenuhi kawat tajam membentang di atas pagar. Ia memarahiku habis-habisan hingga aku menangis sesenggukan. Di balik amarahnya tersebut aku dapat menarik kesimpulan bahwa Mama marah karena beliau sangat menyayangiku dan tidak mau aku terancam bahaya. Teriakan Mamaku selalu terdengar hingga umurku yang telah menginjak 15 tahun ini.

"Gak ada bahan lain apa ma buat ngatain abang? Baru bangun loh." Ucapku.

"Habisnya kamu beneran jelek sih..." Sahut mamaku dengan tertawaannya bersama Kakak dan Adikku. Karena aku satu-satunya figur lelaki di keluarga saat ini, aku lah yang menjadi bahan tertawaan mereka setiap saatnya.

Papaku merupakan seorang insinyur yang cukup sibuk. Separuh waktu bekerjanya beliau habiskan untuk berkelana ke luar kota, bahkan ke luar negeri. Aku baru dapat menemuinya 3 hingga 4 bulan sekali, dan Ia hanya memiliki sedikit waktu bersama keluarga dikarenakan tuntutan kerjaannya yang begitu berat. Ya, begitulah peran seorang kepala keluarga, walaupun pekerjaannya membuat jarak di antara dirinya dan keluarga, aku tetap bangga dengan usaha Papa untuk tetap menjaga hubungan baik keluarga dengan meneleponku, Mama, Kakak, dan Adikku setiap minggunya.

Kakakku baru saja lulus dari SMA, dan Ia telah diterima di salah satu kampus ternama di negaraku. Dapat dibilang Ia cukup pintar, namun sikapnya mungkin terlalu dingin terhadap dunia sehingga membuatnya terlihat seram dari luar, namun sesungguhnya ia memiliki hati yang lembut di dalamnya. Sulit baginya untuk membuka diri pada orang-orang baru, tetapi ketika orang-orang telah mengenal lama Kakakku, maka mereka akan selalu mengingat dirinya yang sama konyolnya dengan ku.

Kekonyolan keluargaku seperti mendarah daging, bahkan Adikku yang masih berumur 6 tahun saja sudah berbuat hal yang membuat diriku dan orang-orang rumah menepok jidat berkali-kali sembari menertawakan ulahnya. Salah satu contoh yang adikku lakukan adalah berlari-lari di rumah tanpa mengenakan pakaian dan Bibi harus mengejarnya sambil mencoba untuk memakaikannya pakaian. Mungkin itu adalah kebahagiaan bagi dirinya kala itu, hanya saja itu sebenarnya tidak pantas dilakukan dan merupakan tindakan konyol di saat yang bersamaan.

Dan tidak lupa ada seorang pahlawan wanita lainnya di rumahku selain Mama yaitu Bibi, Ia sudah bersamaku sejak Kakakku lahir. Kurang lebih 20 tahun sudah Bibi menemani dan membantu Mama mengurus ketiga anaknya. Sungguh, masakkan Bibi tidak ada lawan! Berbeda jauh dengan Mamaku yang tidak bisa memasak, bahkan Ia pernah hampir membakar satu rumah karena mencoba untuk memasak nasi goreng.

"Ma, hari ini kita ga kemana-mana kan?" Memotong pembicaraan yang dilakukan di meja makan.

"Tidak sepertinya, Mama ada urusan hari ini."

"Rencananya sih Aku mau bermain sama teman-teman sekolahku dari sore hingga malam nanti." Ucapku sambil memakan roti yang ada di meja makan.

"Oh yasudah, asal jangan pulang terlalu malam saja." Dengan nada santai yang selalu Ia ucapkan ketika salah satu dari anaknya meminta izin. Itu artinya izin telah diberikan.

"Siap Boss!"

Pembicaraan diriku dan Mamaku berakhir karena beliau harus bergegas ke atas untuk mandi dan bersiap memulai hari minggunya dengan urusan yang harus beliau kerjakan, entah urusan apa yang membuat dirinya harus merelakan hari istirahatnya. Beliau merupakan Dokter Umum, jadi hari minggu bukanlah waktu yang lazim untuknya praktek di rumah sakit. Mungkin Ia memiliki urusan lain yang cukup penting, seperti bisnis, usaha, atau hal-hal lainnya yang tak ku ketahui dan tak ingin ku ketahui.

Teh dan roti menemani pagiku, cukup untuk mengisi perutku yang belakangan ini tidak terlalu suka mencerna nasi. Dunia menyapa pagiku dengan perasaan kaget dan penuh semangat ketika aku mendapat pesan dari Gillbert di handphone-ku yang bertuliskan "Yo, Clara bakalan dateng ke pesta sore ini!!!"

Seketika aku terdiam dan melompat dari kursiku.

"YES!!! YES!!! YES!!!!"

Clara adalah wanita yang membuat diriku grogi ketika berbicara dengannya, bahkan menatapnya saja sudah membuatku selalu salah tingkah. Matanya begitu indah dengan rambut panjangnya yang bergelombang, ditambah sikapnya yang selalu ramah kepada semua orang membuatku jatuh hati padanya. Ya, mungkin aku bukanlah orang yang cukup tampan untuk bersama dirinya, tapi tidak ada yang pernah tahu apa yang akan terjadi sebelum aku mencoba. Aku pernah menjalin hubungan dengan beberapa wanita di masa lalu, sayangnya tidak pernah berakhir baik untuk diriku. Tetapi, semua itu membuatku belajar akan kesalahan yang kulakukan saat itu dan berusaha untuk menjadi yang lebih baik di kemudian harinya.

"Mulai deh gilanya si abang..." kata adikku yang terkaget melihat aku berteriak tanpa alasan yang jelas dan kembali menonton TV sembari memakan roti.

"Gua pastiin dia bakalan jadi punya gua hari ini!" Balasku terhadap pesan dari Gillbert yang baru saja membuatku melompat dari kursi.

Aku bergegas ke kamar setelah menghabiskan sarapan roti di meja makan, kemudian menyiapkan pakaian yang akan kukenakan untuk pesta sore nanti. Aku juga melatih otot-otot tubuhku, dengan push-up, squat, sit-up dan berbagai gerakan lainnya hingga keringat membasahi tubuhku, sembari memikirkan kebahagiaan yang akan dirasakan olehku sore nanti ketika berpesta dirumah Gillbert.

Kudengar Mamaku berteriak dari bawah dengan ciri khas suaranya ketika aku tengah melakukan sesi workout dikamarku,

"Mama pergi ya anak-anak!"

"Iya Ma..." ucapku, kakak dan adikku.

Sekali lagi, di hari liburku ini, dunia memberikan kejutan yang tak terduga.


**Please let me know in the comment, do you enjoy the story or not**

Thanks for the support!

JalanWhere stories live. Discover now