Dunia

26 2 1
                                    

Aku memandang dunia dengan penuh harapan, setidaknya sebelumnya. Kini ia seakan berkhianat, mengemas semua harapan manis itu dan membawanya pergi jauh. Clara memberikan jawaban atas perasaan yang telah kuungkapkan padanya. Alih-alih pergi meninggalkanku di tengah kerumunan manusia tanpa setidaknya memberikan kepastian atas apa yang telah kuutarakan. Perasaan tidak menentu membanjiri malamku, membuatku merasakan pahitnya dunia yang seolah – olah menutup telinga dari segala keinginanku. Dunia mungkin memiliki jalan lain untukku, tapi apakah menjadi suatu kesalahan, jika aku ingin membuat jalan sendiri untuk duniaku?

Gillbert menghampiriku yang sedang duduk seorang diri di tengah ruangan yang di penuhi kursi-kursi.

"Rel, are you okay?" ucap Gillbert sembari berjalan mendekat ke arahku.

Entah mengapa emosi begitu mudah menguasaiku. Perasaan duka dapat berubah menjadi amarah dalam sekejap saat dunia tidak memberikan jalan yang sesuai dengan harapan dan keinginanku.

"She just walked away like that without saying anything, how do you think that makes me feel? Huh?" Teriakku kepada Gillbert.

Emosi membuatku berdiri dan menghadap Gillbert dengan penuh amarah yang ingin kulampiaskan kepada dunia.

"Chill out broo..." ucap Gillbert yang masih mendekat ke arahku secara perlahan sembari mengangkat kedua tangannya, berharap aku tidak melakukan hal-hal bodoh kepadanya.

Aku kembali duduk dan berusaha memelankan suaraku kepada Gillbert.

"Lu tau ga sih, Bert, rasanya gimana? Clara ga ada ngomong apa-apa dan langsung pergi aja gitu ninggalin gua." ucapku kembali kepada Gillbert.

"Mungkin ini bukan waktunya, Rel. Atau mungkin ada seseorang yang lebih baik menunggu lu di depan. Clara is not your one and only choice." kata Gillbert yang akhirnya duduk di sampingku.

Emosi masih menguasai perasaanku. Aku tidak terima atas apa yang telah Clara lakukan padaku, mempermalukanku di depan banyak orang dan membuatku kecewa akan jalan yang dunia telah berikan. Tanganku mengepal begitu kuat, aku berusaha mengeluarkan emosi dalam diriku tanpa melakukan hal-hal gila layaknya seseorang yang sedang diselimuti amarah.

"Lu gimana bisa yakin gitu, Bert, kalo di depan itu bakalan ada yang lebih baik dari Clara?" pungkasku.

Aku kemudian menjauhi Gillbert dan menuju ke mobil untuk pulang. Gillbert mungkin kesal menghadapi sikapku yang menyebalkan, tapi aku pun tak bisa mengendalikan diriku sendiri. Seakan seluruh ucapan dan tindakanku ini dikendalikan oleh alam bawah sadarku yang membuatku begitu egois dan tidak memikirkan dunia. Emosi ini telah berhasil mengubahku menjadi kepribadian yang berbeda.

Teman-teman menyapaku di setiap langkahku menuju mobil yang tak kugubris sama sekali. Aku mempercepat langkah untuk mencegah sapaan tersebut semakin menjadi-jadi. Aku hanya ingin meninggalkan pesta ini sekarang.

Aku membuka pintu mobilku dan membantingnya, dilanjutkan dengan suara mesin menyala dan roda yang berputar dengan cepat. Aku memacu mobilku dengan begitu cepat, meninggalkan pesta di rumah Gillbert yang menjadi tempat terakhir berkumpul dengan teman-teman seangkatanku sebelum kami beranjak ke jenjang yang lebih tinggi, menjalani dunia yang benar – benar berbeda.

Waktu menunjukkan pukul 9 di malam hari, langit tidak diselimuti cahaya-cahaya kecil yang membantu bulan menyinari dunia. Langit terang yang muncul malam ini disertai dengan suara dentuman yang keras, pertanda air yang akan jatuh dari langit dan membasahi dunia. Suasana saat aku pergi dan pulang sangat bertolak belakang. Harapan dan semangat memenuhiku saat hendak pergi ke pesta di rumah Gillbert malam ini. Kebahagiaan yang tiada henti menghiasi sepanjang jalan yang kutelusuri. Namun semua itu berubah menjadi suasana duka setelah Clara memberikan kejutan terindahnya padaku, meninggalkanku tanpa jawaban. Radio mobil tidak menemani perjalananku kali ini, bahkan jalanan kota tidak lagi membuatku tertarik akan suasana kota di malam hari. Emosiku menutupi keindahan dunia, membuatku ingin menikmati hari esok dan meninggalkan hari ini yang begitu menyakitkan.

Sesekali aku memukul stir mobilku. "Bangsat!", sesekali kuteriakan untuk mencoba mengeluarkan energi negatif dari dalam tubuhku. Aku tidak tahu mengapa tindakan yang Clara lakukan padaku dapat menciptakan emosi yang tidak pernah kurasakan sebelumnya. Perasaan ketika kau sangat menyukai seseorang, kemudian orang tersebut meninggalkanmu tanpa penjelasan, menggantungkanmu. Aku sendiri tidak tahu, apakah Clara meninggalkanku karena aku mengutarakan perasaanku di depan banyak orang sehingga membuatnya merasa malu karena aku hanyalah orang yang biasa-biasa saja? Atau karena aku bukanlah orang yang ia harapkan untuk mengucapkan kata-kata tersebut? Kejadian tadi menghantui pikiran dan perasaanku, membuatku tidak bisa menemukan titik kebahagiaan dari apa yang Clara lakukan. Membuatku seakan menjadi orang yang berbeda dari Varrel yang sebelumnya.

Perjalanan pulang ke rumah kali ini merupakan perjalanan yang kugunakan untuk berdiam dan melampiaskan amarahku seorang diri. Sebuah kebetulan ketika hujan turun dengan deras membasahi perjalananku yang diselimuti dengan perasaan duka, membuatku mengurangi kecepatan mobil. Dunia menghadirkan hujan yang membuatku larut akan suara air yang jatuh menghantam tanah, membuatku semakin merasakan kepedihan menjalani kehidupan di tengah ketidakpastian, merubah amarah menjadi duka yang mendalam. Aku mulai berpikir, terkadang amarah dapat berasal dari duka, begitu juga sebaliknya. Membuatku merasa begitu bersalah meneriaki Gillbert ketika ia sedang berusaha menenangkanku. Aku harap Gillbert tidak di makan oleh perasaan sakit hati atas apa yang kulakukan kepadanya.

Sesampainya di depan rumah, aku segera memarkirkan mobilku dan membuka kemejaku untuk menutupi bagian kepalaku dari basahnya hujan. Aku berlari masuk ke dalam rumah dan meletakan kemeja basahku ke dalam keranjang baju, kemudian melepaskan sepatu dari kedua kakiku dan beranjak ke kamar tanpa melihat kabar dari Mama, Kakak, Adik dan juga Bibiku.

Aku menutup kamarku rapat-rapat dan berusaha melepaskan pakaian yang kukenakan, menggantinya dengan pakaian rumahku. Tanpa berpikir panjang, aku langsung menjatuhkan badan ke kasur sesaat setelah mengenakan pakaian. Aku mulai memejamkan mata dan berharap dunia akan memberikanku kesempatan untuk menjalani hari-hari indah lagi. 

Waktu menunjukkan pukul 11 malam, aku terbaring di kasur dengan kejadian yang tidak pernah kuharapkan sebelumnya. 


**Terimakasih atas setiap support yang diberikan, Terimakasih juga untuk yang meluangkan waktunya membaca cerita ini, Hope you like it!**


JalanWhere stories live. Discover now