Aku - III

76 3 1
                                    

Cantik.

Sebuah kata yang menggambarkan keindahan dari suatu benda. Sebuah kata yang menghidupkan jiwa. Sebuah kata yang memberi warna dalam kehidupan. Sebuah kata yang cocok untuk wanita seperti Clara.

Akhirnya sampai juga, ucapku.

Aku menghentikan kendaraanku di lahan depan rumah Gillbert yang membentang luas. Rumah yang berdiri di tengah perumahan elite dengan luas 4x lebih besar dari rumahku itu sangat membuatku tercengang. Kemegahan arsitektur klasik yang dipadu dengan gaya bangunan modern zaman sekarang cukup menarik perhatian siapapun yang menginjakkan kakinya di rumah Gillbert, membuatku membuka pintu mobil sambil memandang bangunan itu dengan penuh rasa kagum.

Aku berjalan menjauhi mobilku, mendekati pintu utama rumah Gillbert dan mendapati banyak teman-teman yang melambaikan tangan pertanda menyapa ke arahku dari kejauhan.

"Oi Rel!" suara yang kudengar dari beberapa teman-teman yang memanggilku.

Jules menyapaku dari mobil bersama dengan lelaki yang dibawanya, Romeo dari taman sembari menghisap rokok yang Ia bakar, dan Justin dari balkon lantai 2 rumah Gillbert bersama dengan wanita-wanita yang berada disampingnya.

Aku bukanlah lelaki yang populer di sekolah. Meski keseharianku selalu berada di sekitar Gillbert yang merupakan Alfa dari kumpulan serigala, hal tersebut tidak merubah eksistensiku sebagai seorang figuran yang hanya dikenal beberapa penghuni sekolah saja. Walau kenyataannya demikian, setidaknya menempati posisi sebagai anak populer di sekolah sempat terlintas di benakku. Menjadi pusat perhatian dan dikenal oleh banyak orang merupakan suatu kebanggaan tersendiri, seakan semua mata di dunia hanya tertuju kepadamu. Namun mimpi hanyalah mimpi, aku menerima duniaku yang seperti ini, menjadi rata-rata walaupun belum mencapai rata-rata. Setidaknya, masih ada orang-orang yang mengenaliku daripada tidak sama sekali.

Aku menggapai pintu rumah Gillbert dan mengesernya agar aku dapat masuk ke dalam. Suasana di dalam rumah benar-benar menggambarkan bagaimana pesta itu seharusnya terjadi, keramaian yang tiada henti terdengar di telingamu, orang-orang tersebar di seluruh penjuru rumah, dan berbagai macam makanan dan minuman yang berjajar di atas meja. Pesta ini sukses membuatku terkagum-kagum dengan atmosfer yang ada di dalamnya. Secara teknis, ini merupakan pesta pertama yang pernah kudatangi seumur hidupku. Ya, apa dayaku yang lebih sering menghabiskan waktu di rumah bersama keluarga dan menulis berbagai jenis cerita yang kusimpan seorang diri.

Tidak lama setelah berjalan beberapa langkah dari pintu masuk, terdengar teriakan yang memanggil namaku dengan suara yang sudah tidak asing.

"REL!!!"

Gillbert tampak memanggilku dari lantai 2 dengan suara kerasnya sembari memegang gelas berisikan minuman, membuatku tersenyum dan segera menghampirinya.

"What's up Bro, you good?" balasku ketika berhadapan dengannya dan mulai bertukar tos tanda persahabatan di antara kita berdua, berlanjut dengan pelukan seorang sahabat.

"Don't ask broo.." balasnya.

"Clara beneran dateng, kan?" lanjutku dengan muka serius yang ku perlihatkan kepadanya.

"Yup, dia di taman belakang, sedang ngobrol dengan beberapa temannya." balas Gillbret kepadaku.

"Asli, gua gugup banget... Gatau harus ngomong gimana mengutarakan perasaan gua ke Clara" balasku sembari menunjukkan tingkah seseorang yang sedang gelisah.

"You got this bro, trust me! She's gonna be yours." kata Gillbert yang kemudian menghantam tanganku dengan pukulan lelaki, meyakinkan diriku akan hal yang hendak kulakukan.

"Makasih banyak Bert, lu emang terbaik deh." ucapku dengan nada pelan.

"No problem, I'll be there for you bro." balas Gillbert kepadaku.

JalanWhere stories live. Discover now