Hilang

26 2 0
                                    

Hilang.

Jiwaku terombang-ambing tanpa tujuan di atas kelamnya sang biru. Dunia membuangku, menjauh dari realita yang fana. Beberapa hari ini dunia telah memukulku begitu keras, memberikanku kepedihan yang tiada ujungnya. Aku termenung seorang diri di Coffee La Demuerta, ditemani dengan suara hujan yang jatuh membasahi dunia. Aku masih memikirkan kegagalanku meraih salah satu impianku, impian yang seharusnya membuatku dapat merasakan manisnya dunia.

Ramainya suasana kafe tenggelam dalam suara hujan yang turun dengan derasnya, membuatku mulai menerima kenyataan bahwa kini duka telah menjadi sahabat baruku.

Aku meratapi langit gelap sembari menikmati kopi hangat yang baru saja kupesan, melihat dunia yang begitu penuh akan kejutan. Kejutan yang dapat menjadi suatu kebahagiaan bagi manusia, atau bahkan kejutan yang dapat menjadi suatu malapetaka. Dunia seakan sedang menampilkan sisi gelap yang dimilikinya, membuatku berpikir bahwa hidup selalu mempunyai dua sisi yang tidak akan bisa disatukan. Tidak dapat dipungkiri, hidup dipenuhi dengan orang baik di dalamnya pula orang jahat yang berada di sekitarnya, dan itu sudah menjadi hukum alam yang mengingatkan umat manusia untuk tetap berjalan, mengikutinya tanpa kata bantahan yang terucap.

Hampir 3 jam berlalu, aku hanya termenung di kafe seorang diri dan sesekali menitihkan air mata sembari ditemani hujan yang turun dari langit. Hari sudah semakin gelap, aku harus segera kembali ke rumah sebelum rembulan menampakkan dirinya. Aku meninggalkan kopiku yang masih tersisa dan berlari keluar dari kafe menuju mobil yang terletak di sebrang jalan. Kesendirian kini memberikanku ketenangan, layaknya bintang tunggal di tengah langit kosong yang luas.

Kunyalakan mobil dan kembali menginjakkan kaki di pedal gas, membuat mobil berjalan sesuai dengan perintahku. Hujan yang masih turun membuat pandanganku terhalang, sehingga kugunakan wiper mobil untuk membantuku melihat. Jalanan malam ini tidak seramai biasanya, hanya beberapa mobil yang berpapasan dengan mobilku. Aku larut dalam pikiranku yang sedang bermain dengan realita di mana aku berada, ditambah pahitnya memori yang melengkapi setiap bagian kehidupan. Perjalananku kali ini terasa begitu menyakitkan, Aku hilang di tengah lautan luas, tanpa arah, tanpa seorangpun yang dapat menolongku. Aku benar-benar hilang.

Kepedihan yang kurasakan membuat isak tangisku tidak lagi berarti, bahkan air mata sudah tidak dapat membasahi mukaku saat ini. Hanya tatapan kosong dipenuhi pikiran yang tidak menentu berputar di dalam benakku.

Malam telah menyapaku sesampaiku di depan rumah. Aku turun dari mobil dan membuka pintu rumah, berharap Mamaku tidak menyapaku malam ini di tengah kekacauan yang sedang menyelimutiku. Aku tidak ingin drama lain menyapa hariku yang telah hancur. Aku hanya ingin menghilang dari dunia sesaat, dan kembali di saat yang tepat untuk menghadapi realita. Realita yang masih belum dapat kuterima sepenuh hati, hanya keegoisan yang menjadi puncak dari segalanya.

Jam di tanganku menunjukkan pukul 8, aku membuka pintu rumahku perlahan dan menyadari keadaan rumah terasa begitu sepi. Biasanya hanya Adik dan Bibiku yang berada di rumah jika waktu masih menunjukkan pukul 8, menonton TV bersama di ruang tengah. Kakak baru akan terlihat di rumah jika waktu telah melewati angka 10, sedangkan Mama akan tiba di waktu yang tak menentu. Mereka disibukkan dengan kegiatannya masing-masing yang membuat mereka pulang larut malam, hanya saja kegiatan Mama lebih sulit untuk di tebak, terkadang Ia dapat pulang begitu cepat ataupun sebaliknya.

Kulepas sepatuku dan meletakannya di rak kayu yang terletak di samping pintu masuk. Jejak air mata meninggalkan bekas di pipiku di tambah mata bengkak yang membuat wajahku terlihat kacau, membuatku bergegas masuk ke kamar, menguncinya dan berusaha menghindar dari semua orang. Rasanya aku tidak lagi dapat menerima masalah yang dunia akan berikan di hari esok. Aku ingin kebahagiaan menyapaku di pagi hari dan segera melupakan kepedihan di hari-hari sebelumnya, kembali menjalani hidup seperti manusia biasa. Walau kemungkinan besar aku tetap harus mempersiapkan diri akan kenyataan pahit yang kudapatkan hari ini kepada Mama, mau tidak mau Mama harus mendengar kebenarannya bahwa aku tidak di terima di SMA Negeri Rutherdalle manapun. Aku akan menjadikan amarah Mama sebagai masalah terakhir yang harus kuhadapi di hari esok, dan aku berharap Mama dapat mengerti serta membantuku mencari jalan keluar.

Entah mengapa jiwaku semakin terasa berat, menarikku menjauhi dunia, menghilang secepat-cepatnya. Mata semakin berat untuk terbuka dan semakin ringan untuk terpejam, aku merebahkan tubuh di kasur yang sudah menantiku. Mungkin sudah lama sekali aku tidak pernah memejamkan mata saat waktu masih menunjukkan pukul 8 di malam hari, namun kepedihan yang kurasakan membuat tidur menjadi solusi terbaik yang harus kulakukan, melupakan dunia dengan kembali ke alam gadungan yang dipenuhi akan segala kepalsuannya.

Malam ini, aku hanya ingin menghilang dari dunia.


**Hope you like the story and support me please, by clicking the vote button and tell the others about this story!**

Next Chapter will be published on Thursday, 29 August 2019.

Gracias!

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 22, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

JalanWhere stories live. Discover now