SERBA ZONASI

56 1 0
                                    

Jagat pendidikan di Indonesia ini tengah digegerkan dengan diterapkannya sistem penerimaan peserta didik baru dengan sistem zonasi. Banyak yang setuju tapi nggak sedikit juga yang menolak keras. Menurut gue sendiri untuk sekarang ini kita kayaknya belum siap secara keseluruhan untuk menerapkan sistem tersebut. Alasannya menurut gue sederhana, yaitu, kualitas pendidikan di sekolah satu dengan yang lainnya ini masih banyak yang belum sepadan. Tolong jangan bully gue, karena ini cuman pendapat pribadi.

Akibat sistem baru ini, bukan hanya orangtua dan anak di kota-kota tertentu aja yang dibikin gundah gulana, tapi juga orang-orang di sekitar gue. Contohnya aja kejadian yang menimpa keponakan gue. Sebenarnya keponakan gue ini otaknya lumayan kebanyakan air encer. Tapi karena pada saat dia mendaftar di SMP, sistem zonasi ini pertama kali diberlakukan dan akhirnya dia gagal masuk di SMP A favoritnya meski dengan nilai ujian yang cukup memuaskan dikarenakan jarak sekolah dari rumah dia sekitar 15 kiloan, sedangkan ada SMP B yang lebih dekat yang berjarak hanya 5 KM dari rumahnya. Masalahnya keponakan gue ini nggak mau, begitu pula dengan orangtuanya yang pengen anaknya masuk di SMP A yang kualitas pendidikannya diyakini lebih baik dibanding SMP B.

Gue bukan mau nyalahin siapa-siapa. Karena sistem zonasi ini bukannya salah, tapi menurut gue negara kita belum siap aja dengan kualitas pendidikan antar sekolah yang masih belum merata. Kalau semisal ada maksud tertentu dengan diberlakukannya sistem ini, ya hendaknya jauh-jauh hari diberikan sosialisasi yang bukan hanya kepada siswa tapi juga kepada para orang tua biar nggak ada ceritanya bapak-bapak ngebalikin meja-meja, mecahin kaca sama gigitin pintu kantor dinas pendidikan karena kesalah-pahaman.

Tapi bagi gue yang udah nggak lagi sekolah dan harus ikut merasakan suka duka penerimaan siswa dengan sistem zonasi ini justru menanggapi kasus ini dengan candaan. Beberapa hari yang lalu gue lagi nyervisin jam tangan. Bosen nunggu jam tangan jadi, kemudian gue pun berjalan-jalan sampai gue terhenti di sebuah toko kelontong dimana disitu ada seorang supir angkot lagi duduk-duduk sambil melihat angkotnya sepi cuman ada satu orang penumpang.

"Lagi nyantai, Pak?" Tanya gue agak nyolot.

"Eh... iya, Mas," jawab sang supir sedikit kaget yang kemudian mungkin bergumam, "Ya emang lu lihat gue lagi sibuk bikin instastory."

"Padahal ini jam-jamnya anak-anak sekolah pada berangkat, tapi angkot-angkot kok pada sepi nggak kayak kemarin-kemarin, Pak?" Gue bertanya sambil gletakin pantat di bangku kayu.

"Iya, Mas. Ya mau gimana lagi, sekarang atau mungkin seterusnya jarang ada lagi ceritanya anak Dukuhseti sekolah di Tayu," jawab sang supir angkot sambil nyelempangin kain di pundaknya.

"Masa udah nggak ada samasekali, Pak?" Tanya gue kembali nyolot.

"Ya, masih. Tapi nggak sebanyak dulu. Sekarang yang menuhin angkot saya paling ya orang-orang yang pada mau ke pasar. Anak-anak sekarang sekolahnya pada deket-deket, Mas, jadi mereka sekarang pada naik sepeda," jawab sang supir angkot.

"Iya juga, ya, Pak. Sekarang penerimaan siswa baru kan pakai sistem zonasi. Tapi kalau yang siswa angkatan sebelum tahun ini kan pastinya masih jadi pelanggan setia bapak," gue bertanya lagi.

"Paling ya cuman yang senior-senior, Mas. Anak-anak baru yang udah kena sistem zonasi itu sekolahnya pada deket-deket daerahnya gitu. Jadi penumpang kalau jam segini gak kayak dulu yang dipenuhin sama anak-anak sekolah," ungkap sang supir angkot.

"Tapi ada untungnya juga, sih. Jadi anak-anak sekolahnya kan nggak perlu jauh-jauh," balas gue.

"Ayo ngalor, buk... ngalor buk...," teriak sang supir angkot kepada seorang ibu-ibu, bukan lagi menanggapi omongan gue. "Iya, gimana, Mas?" Nah, kali ini baru ngomong sama gue.

"Nggak... Bapak punya anak berapa?" Tanya gue sekali lagi nyolot.

*ya maaf gue emang suka nyolot orangnya*

"Bacot lu banyak nanya!!!" Ucap sang supir angkot sambil mencekik leher gue.

"Saya anaknya dua. Anak pertama udah kerja, anak kedua baru masuk kelas satu SMA di deket-deket rumah situ aja," jawabnya.

"Berarti kena sistem zonasi juga, dong?" ... "Tapi sisi baiknya anak bapak nggak harus sekolah jauh-jauh juga, kan?" ucap gue.

"Iya, Mas. kalo urusan angkot mau sepi mau rame saya serahkan sama yang di atas aja. Yang penting penghasilan cukup buat makan sama nyekolahin anak," ungkap bapak supir angkot.

Ngomong-ngomong soal zonasi, baru-baru ini gue mendapati postingan yang viral di media sosial berupa isu penerapan sistem nikah zonasi. Karena gue menyadari akan kegoblokan gue yang sebetulnya nggak goblok-goblok amat, jelas, gue hanya menganggap hal itu sebagai guyonan semata untuk membuat rakyat Indonesia yang keberatan dengan sistem sekolah zonasi bisa lebih suanteee. Tapi bisa lo bayangin kalau semisal sistem nikah zonasi itu benar akan terjadi?

*datang ke KUA*

"Dok...."

"Ini KUA bukan klinik, Mas."

"Pak...."

"Iya, Mas... ada yang bisa bantu saya?"

"Salah, Pak."

"Oh, iya. Ada yang bisa saya bantu?"

"Saya mau mengurus perihal pernikahan saya, Pak. Sebelumnya perkenalkan, nama saya Karjo, dan ini calon istri saya, Sarimi"

"Yak, Mas Karjo. Bisa saya lihat KTP kedua calon mempelai?"

"Bisa, Pak... silahkan," sambil ngasih KTP.

"Wah... Mas Karjo ini ndak bisa menikah dengan Mbak Sarimi. Karena Mas Karjo asli Wonogiri sedangkan Mbak Sarimi asli Brebes. Karena pemerintah RI ingin mewujudkan program BLL alias Bebeb Lima Langkah, maka menikah sekarang pakai sistem zonasi. Lagian capek, lho, Mas, naik motor dari Wonogiri ke Brebes. Mending Mas Karjo menikah saja sama orang Wonogiri atau Karanganyar. Bisa juga sama anak saya yang baru jadi janda di Pacitan. Ndak jauh-jauh to dari Wonogiri? Wes, to... yang dekat-dekat saja. Enak, lho, blablablabla... (sampe KUA tutup)."

Kala cinta harus terhalang sistem zonasi.

Beberapa sistem zonasi ini memang sudah diterapkan oleh beberapa perusahaan-perusahaan di Indonesia, tapi kayaknya bukan dari program pemerintah. Ini masih kasus sekolah zonasi sama nikah zonasi, gimana nanti semua jadi serba zonasi?

*Jubir kementrian naik mimbar*

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Karena negara kita ini merupakan negara yang rakyatnya suka berpergian jauh-jauh dengan alasan yang tidak penting dan cenderung bikin jalanan di berbagai kota di seluruh Indonesia jadi macet serta awut-awutan, maka, kami mewakili kementrian RI menyatakan bahwa akan diterapkan sistem zonasi untuk berbagai hal. Berikut akan saya sampaikan :

Main sistem zonasi : Merupakan sistem zonasi untuk menghindari adanya kemacetan berlebih di jalan raya oleh anak-anak alay yang demen keluyuran. Sistemnya sederhana. Setiap tempat wisata harus mengecek satu per satu KTP atau kartu identitas lainnya untuk mengetahui alamat asli dari para pengunjung. Pengunjung yang rumahnya berjarak lebih dari 20 kilometer dari tempat wisata maka akan disuruh pulang sambil kayang.

Makan sistem zonasi : Makan dengan sistem zonasi akan diberlakukan agar suami-suami di Indonesia lebih mencintai masakan istri. Jika ada yang tertangkap basah oleh intel-intel kami sedang makan di warung yang jaraknya lebih dari 10 kilometer dari alamat asli, maka, pelaku akan disuruh pulang dengan berjalan kaki sambil mengenakan kaos bertuliskan "aku cinta masakan istri". Biar pelaku lebih jera, maka akan kami tambahkan lagi pulangnya sambil mengibarkan bendera PT. Mencari Cinta Sejati, yang merupakan PT paling terkenal di Facebook.

Pemakaman zonasi : Karena pemerintah khawatir dengan penuhnya TPU atau Tempat Pemakaman Umum di berbagai daerah, maka, kami akan memberlakukan sistem pemakaman zonasi, dimana jika ada warga yang meninggal, hendaknya dimakamkan di halaman belakang, teras rumah atau tempat lain yang dimiliki pihak keluarga.

Demikian yang dapat saya sampaikan. Selamat bersenang-senang dengan program baru kami. Bravo sepakbola!!!

See?

Jelas absurd, ya? itu masih belum kalau ada yang namanya "tidur zonasi" ... "belanja zonasi" atau "berak zonasi".

BAKABO! Bangga Karena BodohWhere stories live. Discover now