Pria Sempurna yang Ku Tolak

19 2 0
                                    

Tahun 2012, saya mengenal seorang pria, dia adalah karyawan di tempat saya magang. Kala itu saya sedang duduk di kelas 2 SMK. Empat bulan magang, saya lanjut menjadi karyawan sembari tetap melanjutkan sekolah. Jadi pulang sekolah saya ke kantor. Di saat itu, ternyata pria yang saya kenal tersebut menyatakan perasaannya kepada saya. Tentu saja ada masa-masa penjajakan, di mana dia selalu menghubungi saya melalui pesan BBM (dulu masih jamannya BBM-an). Kadang kala di kantor dia juga sering curi-curi waktu untuk mencari perhatian saya. Sejujurnya saat itu saya juga menaruh hati padanya. Jelas, dia pria tampan, cukup mapan, sopan, dan terpenting rajin ibadah.

Tapi akhirnya, kami tidak pacaran. Yap, saya dan dia hanya menjalankan hubungan sewajarnya saja, cukup saling tau perasaan masing-masing. Tak perlu ada kejelasan sebuah hubungan bagi kami. Namun walau demikian, banyak orang tau tentang kedekatan kami, teman kantor, teman dia, teman saya, keluarga dia bahkan keluarga saya. Semua orang menganggap kami pacaran, tapi kami tidak mengelak. Bagi kami, biarkan saya mereka menilai.

Saat itu saya senang kenal dekat dengannya, emang sejak dulu harapan saya ingin memiliki pasangan yang lebih tua dari saya. Dia 4 tahun lebih tua dibanding saya. Saat itu saya merasa senang, seakan dia dengan sengaja mengajak saya untuk masuk ke dalam lingkungannya, dengan bangga memperkenalkan saya dengan orang-orang sekelilingnya, dan respon orang-orang tersebut juga sangat baik. Jadi sebenarnya, sebelum dia dekat dengan saya, dia sudah berpacaran dengan anak kelas 3 SMP. Aneh ya dia, sepertinya selalu suka dengan anak sekolahan, Hahaha. Tapi wanita itu ternyata dinilai kurang baik oleh orang-orang di sekeliling ptia tersebut. Sehingga ketika saya masuk ke lingkungannya, orang-orang merasa pria ini terlihat lebih bahagia dari sebelumnya. Entahlah ini hanya penilaian orang-orang saja. 

Sampir 1 tahu kedekatan kami terjalin, selepas lulus SMK saya memutuskan untuk kuliah di Jogja. Saya lulus di salah satu perguruan seni Yogyakarta. Yap, saya dan dia menjalani hubungan jarak jauh atau bahasa kerennya LDR. Apa, LDR? Kayak orang pacaran aja, kita kan gak pacaran, ups!

Sebelum memutuskan untuk hubungan jarak jauh, saya dan dia sudah membicarakan hal tersebut. Proses kuliah di Jogja adalah jalan untuk saya menggapai impian saya sebagai penulis naskah film. Saat itu saya dan dia beranggapan bahwa, jaman sekarang tidak perlu takut memiliki hubungan jarak jauh, karena jaman sudah sangat canggih, jadi gak ada alasan untuk takut putus komunikasi. Ya, kami percaya sebuah hubungan itu berlandaskan komunikasi yang baik. 

Selama saya di Jogja, kami selalu menyempatkan diri untuk saling memberi kabar, entah itu melalui chat, telepon, ataupun video call. Oh ya, pertama sekali saya ngekos di Jogja, dia omenemani saya yang tidak bisa tidur dari telepin. Saya takut tidur sendirian di kosan 2 lantai dan 15 kamar yang penghuninya cuma saya sendiri. Di rumah saja, biasanya kalau ke toilet saya selalu minta ditemani, adik, kakak, atau ibu saya. Jadi betapa ketakutannya saya saat itu, sampai tidak bisa tidur. Dia sangat setia menemani di telepon, tidak tidur sampai pagi tanpa mengeluh ngantuk, padahal sudah pasti pagi hari dia harus kerja ke kantor. 

Dia selalu jadi pendengar setia tentang semua cerita saya di kampus bersama teman-teman. Jadi saya tidak butuh orang lain untuk mendengarkan cerita saya. Sehingga wajar, teman-teman tidak begitu tau keluh kesah saya. Bahkan ada yang pernah menyangka bahwa hidup saya tidak punya beban atau masalah. Hahaha, lucu sekali saya pikir. Ternyata, mengapa ada pepatah yang mengatakan don't judge a book by it's cover. 

Saya sangat menikmati masa-masa tahun pertama perkuliahan, walaupun jauh dari orang tua dan keluarga, saya harus tetap bersyukur. Merantau adalah pilihan atas kemauan saya sendiri. Saya punya banyak teman, karena emang dari sejak dulu saya lebih suka lompat dari gank satu ke gank lainnya. Nilai perkuliahan saya juga baik, bahkan tanpa diduga setelah karya film debut awal perkuliahan, membuat banyak orang yang menganggap saya adalah penulis naskah tanpa harus saya branding. 

Kalau Jodoh Gak KemanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang