lembayung kembali membasuh, dua tungkai masih mengayuh. biru kembali berlabuh ke wisma dengan durja lusuh. sedang sandangnya bersketsa peluh. hadirnya terang di pelantaran dikawani rerumputan membuat keluhnya berimbuh.
puan itu tak mengajukan keluhan kala biru memalingkan jauh pandangan. meruyup segan gapura depan. duduklah terang di undak-undakan, menunggu ada yang mempersilakan.
"masuk saja terang, kan itu birunya sudah pulang," ujar pramu kepada sosok yang cukup lama bertamu. kukuh dalam menunggu.
terangguk kepalanya, terbias seiiris kurva di pigura. tapak-tapak miliknya tak bersuara. raganya tiba-tiba sudah beralih dermaga. menelusuri puluhan sketsa, atensinya dicuri oleh kanvas yang tergantung lepas di samping jendela. semesta, durjanya amat jelita.
hastanya nyaris menyapa, naas beribu naas, pemudi itu kalah tangkas. biru suah menaungi redup dari rabaan jemari. dengan lekas, terang mengulas senyum semi. mengatur kembali sang ekspresi. "dia siapa biru? cantik banget," pitakonnya.
"kamu, ibu, ataupun yang lain nggak akan pernah tahu. Aku, cuma aku."
• • •
Catatan::
Maaf banget kalau jelek :(
Hari ini Hana nggak enak
badan. kecapean, mungkin.
Tapi karena keingat cerita
ini, jadi mampir sebentar.
©DE-HANA - 🐧
KAMU SEDANG MEMBACA
REDUP
Poetry⚝ pls. 준호 / JUNHO ❛ sebuah uluran lengan. satu lampiran, yang maknanya telah jadi dua jabaran. DE-HANA ©2019 B / lowercase.