My Fear

3.8K 222 8
                                    

Irene berdiri gelisah di depan pintu bercat putih itu. Ragu-ragu untuk menemui seseorang yang berada di baliknya. Sesekali ia menghembuskan napas , mencoba menenangkan detak jantungnya yang berdebar lebih cepat saat ini. Sesaat kemudian tangannya telah bergerak mengetuk pintu itu perlahan dan membukanya.

"Apakah itu kau, Wendy? Aku sedang sibuk sekarang. Bisakah kau batalkan pertemuanku dengan Tuan Byun?" Suara husky Suho langsung menyapanya saat ia masuk. Irene sedikit heran dengan penampilan Suho. Rambut yang berantakan, kemeja dengan kancing paling atas terlepas, dan lengannya yang ia gulung sampai siku. Terlihat , lelah.

Tak mendapatkan jawaban, Suho mendongakkan kepalanya. Sedikit terkejut ketika mengetahui bahwa Irene lah yang sedang berdiri di ambang pintu. Mengingat betapa jarang gadis itu menemuinya.

"Oh, umm, Wendy baru saja pulang. Dia berkata bahwa Tuan Byun tidak bisa memenuhi pertemuan kalian karena ada penerbangan mendadak malam ini."

Sejenak Suho hanya memandangi wajah gadis itu. Katakanlah bahwa ia sedang terpesona dengan wajah cantik gadis yang telah terikat dengannya, memenuhi setiap sudut ruang pikirnya. Hingga terkadang ia lupa bagaimana cara berkedip hanya karena terlalu sibuk menikmati tatapan sang gadis yang telah membuat ia jatuh hati.

Irene berdehem saat Suho hanya menatapnya. "Umm, jadi, kau sibuk. Maka aku akan-"

"Masuklah."

"Tapi kau sedang-"

"Masuklah." Kali ini suaranya lebih tegas, membuat Irene patuh. Irene menutup pintu dan berjalan kearah Suho.

Suho kembali berkutat pada dokumen-dokumennya. "Ada yang ingin kau bicarakan?"

Irene berhenti tiga langkah dari meja kerja Suho. "Umm, Sebenarnya ini tidak penting, sungguh. Kita bisa-"

"Tentang apa?" Suho kembali memotong perkataan Irene.

Irene menghela napas pelan. "Aku, aku hanya ingin berterima kasih karena kau telah membayar biaya kuliahku."

Suho menghentikkan pergerakan tangannya. Ia menatap Irene heran.

"Tidak penting 'kan?" Irene tersenyum hambar. Merutuki keberadaan dirinya yang pasti mengganggu Suho hanya karena ingin mengucapkan terima kasih.

Suho tetawa kecil. "Kau istriku, jadi itu hal yang wajar 'kan?" Suho tersenyum di akhir kalimatnya.

Irene sedikit terkejut dengan senyum itu. Ia tak pernah sadar bahwa Suho sangat tampan dengan senyuman terlukis di wajahnya. Perlahan, ia pun ikut menarik kedua sudut bibirnya. Ikut mengukirkan senyum di sana.

Suho kembali memandangi dokumennya.

"Umm, kalau kau butuh sesuatu, kau bisa mengatakannya padaku." Irene mencoba menenangkan debarannya yang kembali bertalu.

"Bisakah kau membuka pintu balkon? Udara malam membuatku lebih segar." Kata Suho tanpa mengalihkan pandangannya.

Irene menoleh kearah pintu dan berjalan menghampiri pintu kaca yang berhubungan dengan balkon apartemennya. Irene membuka kunci pintu lalu menggesernya pelan. Menampakkan pemandangan indah Kota Seoul pada malam hari. Lampu- lampu dari gedung, toko, dan kendaraan berlomba memamerkan kemilau sinar masing-masing, bagaikan ribuan bintang. Membuat Irene terpesona dengan kecantikannya.

Mendapati Irene tak juga kembali, Suho menatap gadis itu. Irene berjalan mendekati pagar pembatas untuk melihat lebih dekat pemandangan malam kota Seoul. Suho tersenyum saat melihat gadisnya juga tersenyum.

Irene tak henti-hentinya memandangi seisi kota dengan senyuman. "Beautiful."

Irene sedikit tersentak saat merasakan sepasang tangan kekar melingkar di pinggangnya. Tangan Suho. Tak lama Suho juga meletakkan dagunya di bahu kanan Irene hingga pipi mereka bersentuhan. Membuat seluruh tubuhnya tiba-tiba berdesir.

Yes, It's Us [ SuhoXIrene ]  ✔️Where stories live. Discover now