" sayang, mas pulang mau dibawain apa?"
Senyumku merekah membaca pesan singkat dari suamiku tersayang. Rasanya baru kemarin ijab kabul itu terucap. kutatap lembut Mutia yang saat ini sedang terlelap di dalam buaian.
"sholeha, lihat nih abi kamu buat ibu makin cinta. Terimakasih ya sholeha, telah mengirimkan abi buat ibu" lirih aku berkata supaya tidak menggangu anakku yang baru berumur 9 bulan ini. Hp ku berdering, aku bergegas melihatnya aku yakin pasti suamiku yang menelfon beliau bisa menelfonku sehari tujuh kali padahal kami hanya akan terpisah 6 jam waktu kerja.
"mas Nafis" jantungku berdegup tak menentu melihat nama yang muncul dilayar HP. Kelebatan-kelebatan ingatan masa lalu begitu saja hadir membuat nafas terasa sesak.
Bersahabat dengan masa lalu,itu yang saat ini sedang aku upayakan tapi ternyata semua tidak semudah membalikkan telapak tangan. Kenapa dia kembali hadir walaupun kini hanya melalui ringtone yang berdering? Ada apa? Apa yang dia inginkan sebenarnya?
Suara mobil memasuki halaman rumah. Akhirnya suamiku pulang, ku upayakan senyum terbaik untuk menyambutnya seolah tak ada beban yang sedang menggelayuti pikiranku. "waalaikumsalam sayang".
seperti biasa mas Akbar selalu melabuhkan rasa lelahnya setelah seharian di kantor dengan memelukku erat sekali, seolah ia tak mau kehilangan istrinya ini. Kubiarkan wajah ini didekapkan ke dada bidangnya hingga hampir 6 atau 7 menit lamanya tanpa bersuara. Lagi pula kata Dr. Aisha Dahlan lelaki itu butuh waktu luang 10 menit untuk dapat diajak berbicara saat baru saja kembali kerumah, kalau masih ngeyel tetep ngajakin mereka ngobrol siap-siap kena cuekin . itu ilmu yang aku dapat sebelum menikah dengan mas Akbar.
" sayang" bisiknya lembut ditelingaku
"mas ada berita gembira untuk adek," lanjutnya sembari melepaskan pelukan kami, dengan lembut ia mengecup keningku.
"Mas dipindah tugaskan "
"dimana mas?"
"tempat yang paling nyaman, biar ndak jauh-jauh dari Ibu"
"Allahuakbar, kita balik kekampung mas? beneran?"
"iya sayang, masih ada tiga bulan untuk kita prepare."
ya, sejak aku menikah dengan mas Akbar Saifullah melalui perantara Murabi 2 tahun lalu pria berdarah jawa ini memboyongku untuk hijrah keberbagai daerah. Mas Akbar lulusan sastra bahasa arab yang membuatnya menjadi seorang peneliti budaya dan bahasa. Qadarullah, tempat kerja mas Akbar memutuskan mas Akbar untuk melakukan penelitian budaya disuatu daerah yang secara kebetulan dan sebenarnya telah Allah gariskan itu adalah kampung halamanku.
***
" kemana Nafis?" aku memulai telfon tanpa salam
" ada disini La. Kenapa?"
" disini? dimana? aku udah nungguin sejam ya. Kamu kebiasaan deh"
" hehe, tadi ada anak kucing tertabrak orang tidak bertanggung jawab dijalan. jadi aku urus itu dulu. Ini mau jalan lagi. 10 menit"
" hmm yadeh"
Aku mendengus kesal. Nafis memang bukanlah orang yang disiplin dengan waktu. Kampus kami mengadakan pameran karya seni mahasiswa yang bisa diikuti oleh mahasiswa dan alumni. Aku ikut serta menyumbangkan hasil karya lukisku dan dia sudah berjanji untuk mendokumentasikan presentasiku hari ini. Aku memang bukan lulusan jurusan seni lukis tapi mungkin darah almarhum bapak yang mengalir ditubuhku ini yang membuat ku sangat lihai memaikan kuas di kanvas dibandingkan kuas make up ke wajah.
KAMU SEDANG MEMBACA
EPISODE
RomanceSiapa sutradara terbaik selain Dia? hah, rasanya tidak ada. Beginilah hidup sekuat apapun kita mengupayakan sesuatu hasilnya tetap Dia yang memutuskan. Cinta? iya tak terkecuali itu. Pernikahan? hmm, Dia maha berkuasa atas segala sesuatu selama apap...