2. EPISODE 2

73 4 0
                                    

Sebulan pasca mas Akbar mengatakan kami akan pindah, aku disibukkan dengan segala persiapan yang kami butuhkan. Birokrasi perpindahan semakin sulit karna keteledoran mas Akbar yang kehilangan dompet di salah satu tempat makan langganan kami sepekan lalu.

"Assalamualaikum ma,"

"waalaikumsalam nak, apa kabar anak-anak mama ini?" terdengar suara parau wanita paruh baya diujung telfon sana. Mama mas Akbar tinggal di Kepulauan yang jaraknya dari daerah kami bisa memakan waktu 2 hari perjalan darat. Mas Akbar merupakan anak tunggal dari keluarganya.

"Alhamdulillah sehat ma, mama apa kabar? kok suaranya kedengaran beda gitu ma"

"sehat nak, flu sedikit biasalah. kemarin ayah ngajakin berenang sore-sore gini jadinya ini. cucu mama mana?"

"Mutia sama mas Akbar lagi tidur siang ma, Ila masih riweuh ini ngeberesin barang-barang mana yang bisa di preloved biar ndak terlalu banyak dibawa balik ke kampung ma, lumayan juga nambah biaya pindahan"

"hahaha, dasar perempuan ya La. yang dipikirkan isi dompet masuk terus, kalau bisa jangan ada pengeluaran. La, mama mau tanya, ndak masalah Ila balik ke kampung lagi. mama denger dari Tariq katanya Nafis jadi dosen di sana" Tariq adalah sepupu mas Akbar yang memang teman dekat Nafis. Kami juga dulu sering jalan bareng jadi semua tentang aku dan Nafis si Tariq sudah paham betul.

"InsyAllah ma, kan udah ada mas Akbar pujaan hati Ila, bagaimana bisa Ila berpindah hati lagi hehe. doakan kami ya ma, ridhoi langkah kami ma"

"kapan rencana mau berangkat La?"

"ini yang Ila belum tau ma, mas Akbar mulai kerja dua bulan lagi lebih kurang. Sementara kami belum cari tempat tinggal untuk disana. Ila sudah menyarankan untuk sementara tinggal dirumah Ibu dulu tapi mama lebih pahamkan watak anak mama yang ndak mau sama sekali ngerepotin orang tua itu"

"hmm, sudah mama duga. jadi gini nak, mama udah rundingan sama ayah dari sejak kalian memberitahu kami perihal ini. didekat rumah ibu kan ada tanah kosong tuh, Alhamdulillah orangnya mau ngasih ke kita. Ibu udah ngobrol juga sama Akbar, dia sudah menyetujui malah mungkin sudah mulai proses pembangunan, mau buat surprise mungkin"

"ya Allah ma, kami malah ngerepotin mama sama ayah. jazakillah khairan ma, anugrah luar biasa dari Allah dapat mertua seperti mama"

"duh, sudah pandai ngegombal" percakapan kami pun melebar dari utara sampai ke selatan. Mama yang dulu awalnya berat melepas mas Akbar menikahiku, kini menjadi teman curhat tentang apapun.

" siapa yang nelfon sayang?"

" Mama mas, Mutia masih tidur mas?"

" Iya, masih nyenyak banget malah. Sayang, Kang Busrah rekan kerja mas di lapangan tadi menelfon. kemungkinan keberangkatan kita akan dipercepat yang normalnya kita masih punya waktu 2 bulan, ini kita harus pindah dua pekan lagi. Mas udah urus KTP dan segala macam yang raib dalam dompet dan kemungkinan akan selesai lusa. masalahnya?..." Mas Akbar sengaja memberi jeda pada pembicaraannya.

"masalahnya apa mas? rumah kita belum selesai gitu?"

" mama bocor nih, kan mau ngasih surprise kekesayangan mas ini"

" kita kerumah ibu aja dulu ya mas"

"tidak ada pilihan lainkan? ndak mungkin Mutia bobok dirumah yang belum beratap. kalau ibunya sih udah biasa tidur beratapkan langit malam dulu haha"

Mas Akbar paham persis kebiasaan ku dulu sewaktu gadis mulai dari membaca, berkebun, haiking bukit dan berkemah. Kami memiliki hoby dan kebiasaan yang sama, jadi sewaktu taaruf hal itu juga menjadi bahan pertimbangan aku meyakinkan diri untuk menerima mas Akbar, lelaki berkulit terang dengan tinggi 172cm, rambut lurus belah pinggir, lesung pipi yang tidak terlalu dalam disebelah kiri serta jenggot tipisnya untuk menjadi pendamping dan pembimbing dunia akhiratku.

                                                                                                      ***

" bagaimana Ila?"

bibirku benar-benar tidak bisa diajak bekerjasama, ia bungkam dan sangat sulit terbuka. Pria yang dua hari lalu aku baca biodata dirinya kini hadir dihadapanku bersama dengan keluarganya. Kalau tidak salah dengar tadi mereka mengatakan sudah kepincut denganku setelah membaca biodata diri yang aku kirimkan melalu umi Siska, murobiku.

" Ila terlalu gugup ya nak?" akhirnya ibu memecahkan keheningan. Aku hanya tersenyum simpul. Ah..asal ibu tau saja rasanya aku ingin menangis dalam dekapan ibu. Bingung dengan perasaan yang ada saat ini.

" Bismillah. Pak, nak maaf siapa tadi namanya?"

" Akbar bu,"

" Afwan nak, kalau boleh ibu tau apa ada hal yang ingin disampaikan pada kami?"

" setelah membaca biodata singkat putri Ibu. Ada beberapa kesamaan dari kami. Akbar juga tidak mau menutupi bu, bahwa ada diskusi yang lumayan alot antara Akbar dengan mama, hal tersebut dikarenakan mama belum paham betul tentang syariat. ketika mama melihat foto beliau..." kalimatnya terhenti, dia menatap kearahku, mata kami beradu pandang untuk kali pertama. Ritme jantungku semakin tidak karuan.

" mama agak keberatan, karna busana beliau yang dianggap mama kurang modis. Tapi ibu tidak perlu khawatir. Akbar dan Ayah paham benar dengan watak mama. Percayalah mama akan jadi mertua terbaik didunia hehe"

" hmm Afwan pak, pakde, ibu. Seandainya Ila menerima mas Akbar. Apakah mas Akbar bersedia menerima Ila beserta semua masa lalu Ila?"

" ketika Akbar datang kesini, Akbar berikhtiar menjemput masa depan. Yang terpenting bagi Akbar adalah bagaimana nanti beliau kedepannya bukan seperti apa beliau dimasa lalunya"

" Alhamdulillah. InsyaAllah Ila akan istikarah dahulu. Ila minta waktu paling cepat besok malam dan paling lama tiga hari untuk memutuskannya. Apakah mas Akbar keberatan? "

" InsyaAllah tidak"

" Alhamdulillah"

Pakde kemudian mengambil alih pembicaraan. suasana telah mencair, tidak sekaku tadi. Dari obrolan ini aku akhirnya tau bahwa istrinya pakde dan ayah mas Akbar ternyata dulu temen satu sekolah. Benarlah kata pepatah dunia hanya selebar daun kelor. Siang mulai pamit, senja berangsur mengganti posisi. Mas Akbar dan keluarganya baru saja meninggalkan rumah kami.

" Umi pulang dulu La, dipikirkan matang-matang ya, insyaAllah jika karena Allah semua akan menjadi ibadah" Umi Siska memberikan petuah sebelum beliau juga ikut pulang. Pakde juga sudah pulang sedari tadi, mau masukkan sapi kekandang katanya. Tinggallah aku dan ibu.

" kalau yang ini juga belum buat Ila terkesan, Ibu ngikut Ila aja" ibu berbicara sambil mengemasi piring yang masih berserakan.

" bukan gitu bu..."

" lantas apa lagi nduk? إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوْهُ إِلَّا تَفْعَلُوْهُ تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيْر "

"Jika datang kepada kalian seorang lelaki yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar, hadist riwayat Tarmidzi"

" nah itu tau kan, Ibu hanya ndak mau putri ibu nanti jadi keblinger"

" apa masih kepikiran mas Nafis toh mbak?" tiba-tiba Lisma, adik bungsu ku ikut nimbrung sambil nyomot pisang goreng yang  tersisa dipiring.

" husst..sembarangan. Mas Nafis sahabat mbk kok"

" sahabat kan bisa jadi cinta mbak"

Allahul musta'an, hanya Allah lah tempat memohon pertolongan. aku benar-benar dalam keadaan yang dilema. Mas Akbar sudah menjadi orang keempat yang datang kerumah untuk mengkhitbah. Apakah aku harus menerima atau mencari alasan yang masuk akal untuk melakukan penolakan? 



EPISODETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang