4. EPISODE 4

37 2 0
                                    

Suara adzan subuh terdengar begitu syahdu bersamaan dengan gerimis yang belum usai sejak semalam. Mas Akbar sudah bersiap pergi berjamaah ke masjid bersama dengan kang Busrah yang menginap dirumah kami. Rencananya kami akan memulai perjalanan selepas shalat subuh. Aku yang kebetulan kedatangan tamu bulanan sudah sibuk didapur sedari pukul 03.00WIB tadi untuk mempersiapkan bekal kami diperjalanan. Untuk masalah perbekalan mama sudah mewanti-wanti agar sebisa mungkin meminimalisir untuk membeli makanan dijalan, mas Akbar memiliki masalah pencernaan yang menyababkan harus berhati-hati dalam mengkonsumsi makanan. Teh Syanum mengambil alih memeriksa ulang perlengkapan yang kami butuhkan. 

" Assalamualaikum" 

" waalaikumsalam, kang Busrah  mana mas?"

" ketemu pak Riri tadi disimpang situ, terus ada yang diobrolin sebentar kayaknya"

" pak Riri?" aku merasa tidak asing dengan nama itu tapi wajahnya tidak terbayang sedikitpun

" Notaris yang waktu itu loh sayang"

" ya Allah, iya mas ingat. Sarapannya nunggu kang Busrah atau..." 

" Ila, sini sebentar deh" omonganku dan mas Akbar terputus karena panggilan teh Syanum

" sebentar ya mas, istirahat dulu sana sebelum ntar nyetir" Aku segera menuju ke teras depan, sumber suara teh Syanum. Wanita berusia 31 tahun itu terlihat kebingungan seperti sedang mencari sesuatu. 

"kenapa teh?"

" lihat tu ulah si Toto, dia buang hajat di koper teteh La. Teteh jijik ih, mana nyariin serbet ndak ketemu-ketemu dari tadi juga"

" hahaha, Astaghfirullah teh. La kirain ada y ang gawat loh"

" ini gawat juga Ila"

" kenapa sayang?" mas Akbar akhirnya penarasan mendengar suara ribut kami.

" si Toto mas, eek dikoper teteh hahaha" Mas Akbar hanya tersenyum kemudian membersihkan koper teh Syanum dari kotoran Toto, kucing kesayanganku. 

Kang Busrah terlihat panik saat pulang dari masjid beliau langsung memanggil mas Akbar . Entah apa yang mereka bicarakan, tapi yang sempat kudengar kang Busrah mengatakan bahwa dia telah mencari pengacara yang kompeten disana, ditempat dimana kami akan pindah. Aku mencoba bertanya pada mas Akbar perihal apa yang sedang terjadi. Mas Akbar hanya tersenyum dan memberikanku tatapan untuk meyakinkan bahwa semua baik-baik saja.

Matahari sudah mulai menampakkan diri, gerimis pun sudah pamit sedari tadi. Rencana berangkat sehabis subuh berubah menjadi selepas duha dikarenakan ada beberapa berkas yang harus disiapkan mas Akbar. 

" sudah siap sayang?"

" Alhamdulillah mas, mas gimana? sudah kelar urusannya? atau kita tunda dulu berangkatnya?"

" InsyaAllah siap sayang. Mutia rewel ndak, atau sayang sama Mutia mas pesankan tiket pesawat aja ya" mas Akbar masih berusaha membujukku padahal aku tau pasti dikondisi seperti ini dia pasti membutuhkanku.

" kalau mas pesannya untuk kita bertiga, hayuk. Tapi kalau cuma untuk anak dan istri mas aja adek ndak setuju mas. Mas, kapanpun dimanapun dan dalam kondisi apapun istrimu ini akan selalu membersamaimu mas" ku kecup lembut bibirnya, kemudian memeluknya untuk memberikan sedikit rasa nyaman dan tenang dari masalah yang sampai saat ini belum kuketahui dengan pasti.

EPISODETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang