Arina POV
Dengan keterpaksaan aku pun ikut teman temanku ke kantin.Mataku mengitari seluruh penjuru kantin yang sudah tampak terisi penuh oleh siswa siswa. Pandanganku berhenti ketika aku menemukan meja kosong, dan muat untuk kita berlima duduki.
"Itu ada yang kosong, kesana yuk," kataku sambil menunjuk meja itu. Teman temanku, lebih tepatnya sahabatku setuju dan akhirnya kita duduk dibangku yang sudah kupilih tadi.
Dan disini Ardan mulai menunjukkan sifat konyolnya ke penjual makanan di kantin, yaa bisa dibilang dia cantik dan masih muda. Namanya Mbak Sumi.
"Pesen apa aja, biar gue yang bayar," mata mereka berbinar mendengar ucapan Leo, kecuali aku, cih.
"Abang ganteng baik dehh, uluh uluhh, sini sini adek peluk, biar anget," kulihat Ardan melebarkan tanganya ingin memeluk Leo, namun Leo dengan sigap langsung berdiri menghindari Ardan yang somplak itu. Kami tertawa melihat tingkah konyol mereka.
'Pengumuman bagi seluruh siswa, untuk jam selanjutnya setelah istirahat sampai dengan waktu pulang, kelas akan free, karena semua guru akan rapat, harap tidak ada keributan. Terima kasih.'
Semua siswa berteriak gembira mendengar pengumuman tersebut. Termasuk aku, biasanya jika kelas free, kami menetap di kantin untuk menghilangkan rasa bosan.
10 menit kemudian...
"Eh, ini kok pesananya belum dateng sih," kataku mulai membuka suara.
"Ehh iya bener, mana nih Dan. Kan lu tadi yang nyamperin mbak Sumi." protes Frenky juga.
"Apaan sih kalian, gue tadi cuma nyamperin Mbak Zumi doang kok, ngga pesen makanan," ucap Ardan dengan santainya. Dia memang memanggil nama Mbak Sumi dengan Mbak Zumi, katanya ngga cocok sama wajahnya yang cantik, hahaha, ada ada aja dia.
"Apaaaaaa," ucap kami berempat bersamaan sambil menggebrak meja, hingga seluruh mata memandang heran kearah kami.
"Trus kita disini 20 menit nahan laperrr, ngga dapet makanan, lu gila apa sarap sih Dann." Reka sudah uring uringan pada Ardan.
"Yeee kan salah lu semua ngga bilang mau pesen apa. Ya gue ngga tau lah, emangnya gue paranormal, psikolog,yang bisa baca pikiran lu semua, bener ngga ni gue," Sempet sempetnya dia masih mengelak, tapi ada benernya juga sih, dia kan bukan psikolog yang bisa baca pikiran orang, dia cuma Ardan yang bisa buat kepala kami meledak dengan tingkahnya.
"Bodoamattt," ucap kami bersamaan dan memalingkan wajah dari Ardan. Kulihat dia malah cekikikan dengan sikap kami.
"Tau darimana kalian kalau Amat bodoh, tetanggaku namanya Pak Amat sekarang jadi dosen di Universitas Indonesia," kami masih diam tapi juga menahan tawa dengan ucapan Ardan tadi. "Udah kalo mau ketawa ya ketawa aja, ngga usah ditahan segala kali," seketika kami tertawa karena sudah tidak bisa menahanya lagi.
"Udah udah sekarang kalian mau pesen apa?" tanya Leo.
"Samain aja deh," ucap Reka.
"Gimana kalo bakso beranak aja?" ucap Frenky yang medapat anggukan dari kami.
Leo beranjak dari tempat duduknya memesan makanan. Dia kembali dan katanya agak lama karena antri.
Sudah 10 menit kita menunggu dan makanan kami belum juga datang. Kami merasa bosan, kulihat Frenky memainkan sendok dan garpu, kulihat Reka memainkan ponselnya, kulihat Ardan yang sedang menggali emas dihidungnya, euhhhh rasanya mau muntah, dan kulihatttt Leo yang juga menatapku ketika aku menatapnya, segera kubuang pandanganku darinya.
"Woyyyy!" ucap Ardan yang membuat jantung kami lompat dari tempatnya. Entah apa yang ingin dia lakukan, aku hanya mengangkat daguku mengisyaratkan apa kepadanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
KRIESLAM
FanfictionBerbeda? Arina sangat membenci kata itu, katanya berbeda itu menyatukan, ya itu hanya katanya, faktanya berbeda itu memisahkan. "Perbedaan ini mungkin adalah cara Tuhan mengujiku, apakah aku lebih memilih pencipta atau ciptaanya." -•Arina Mahendra...