Fake smi(le)

27 2 0
                                    

Jantungku terus berpacu cepat, sebenarnya kondisi fisik sepertiku seharusnya tak berlari namun, aku nekat untuk berlari.

"Henna! Ya! Jangan terlalu cepat!"

Yup! Pria dibelakangku sudah tentu mengkhawatirkanku, sayangnya aku tidak. Gadis sepertiku itu keras kepala, penolak, pemberontak walau banyak orang yang mengira aku ini polos.

Aku tak peduli setelah ini apa yang terjadi. Mungkinkah aku jatuh pingsan? Atau aku akan segera dibawa kedalam ruangan darurat? Sungguh aku tidak peduli.

Semakin lama semakin cepat, rasanya tak seperti dulu. Dengan pakaian rumah sakit, aku berlari dengan kencang berusaha menghilangkan rasa sakit ini.

Namun,
Tetap semuanya sama. Semakin
aku berlari dengan kencang, semakin sakit tubuhku. Apa aku sedang menyiksa tubuhku?

Tidak! Aku tidak menyiksa, aku hanya ingin bebas, aku ingin masa remajaku berwarna, aku ingin pergi ke club sambil menikmati soju, aku ingin pergi dimalam hari berpesta bersama teman temanku.

Sayangnya itu mustahil.
Diriku ini lemah sekarang, kapan aku bisa sembuh? Kenapa seakan akan dunia semakin menyiksaku?

"Oppa.. tolong aku"
Ucapku lirih, semakin lama tubuhku terasa berat, hingga aku tidak bisa menahannya. Sakit. Itu yang kurasa.

Aku perlahan melihat Namjoon yang sedang berada dibelakangku, tanpa pemberitahuan, aku segera menjatuhkan tubuhku ditaman ini.

Semuanya gelap,
Dan yang sekarang kurasakan,
Seakan akan masa depanku gelap.

Hospital.

Mata coklat miliknya perlahan terbuka, semuanya perlahan berputar dengan cepat, semuanya perlahan menuju perhatian gadis itu.

Perlahan matanya menuju seorang pria yang tengah termenung dalam diam, seakan dirinya berusaha memanjatkan doa agar gadisnya terbangun.

"Oppa.. mian, mianhe"
Isakan terjadi kepada gadis itu, buliran air matanya terus mengalir deras, semakin deras hingga dirinya meremas  selimut yang menutup tubuhnya.

"Hey, aku mengkhawatirkanmu, kau tau? Aku sedari tadi tidak bisa berpikir jernih. Rasanya aku ingin mencaci dan memaki diriku sendiri".

Tangan dinginnya menyentuh surai hitam milik gadisnya, perlahan dengan lembut tangannya segera meraih tangan gadis itu. Sesekali ia menciumnya.

"Cepatlah sembuh, aku merindukanmu Henna, aku ingin kita berkencan dan pergi ke tempat bersejarah".

"Hanya itu? Kau bisa meminta temanmu yang lain menemanimu pergi. Kenapa harus aku? Bukankah aku membuatmu repot?"

"Tidak, kau tidak pernah membuatku repot, kau selalu membuatku rindu, kau selalu membuatku menjadi pria sejati yang lebih baik. Kau inspirasiku Henna, kau memberikanku inspirasi dalam membuat musik".

Henna hanya bisa mengangguk, mau apalagi? Dirinya sekarang hanya ingin bebas dan meninggalkan rumah sakit.
Dia hanya ingin masa remajanya berwarna.

Hanya itu.



Fajar telah menanti, namun gadis itu masih enggan menutup matanya. Dirinya masih larut bersama dunia imajinasinya. Ya, imajinasi.

Ponselnya kembali berdering, berharap pria yang ia rindukan menghubunginya. Namun justru berkata lain, itu panggilan dari kakaknya, Hazel.

"Yeoboseo?" Ucapnya dingin.
"Ya! Henna, kenapa kau enggan menjawab pesanku? Kau memblokirku?"

"Hmm, aku tidak ingin berdebat denganmu, baiklah selamat malam"
"Ya! Ya ya! Henna! Kau—"

Tut.
Panggilan telah terputus.

"Aku ingin pergi.., aku ingin pergi kepesta sambil meminum soju. Hanya itu, bukankah itu mudah? Maksudku hanya soju. Aku bahkan masih sanggup membelinya namun, kenapa rasanya sulit?"

Matanya kembali menutup, waktu kembali berputar dikepalanya. Seakan memori kian menghantuinya.

Impiannya,
Mimpinya,
Keinginanannya,
Minatnya,

Seakan dirinya harus memikirkan beribu ribu kali agar sanggup melakukannya. Rasanya tidak bebas. Semuanya terbatas. Masa mudanya tertutup dalam larutan kesedihan.

"I hate my self"  lirihnya sambil menangis, semuanya hancur.

-
-
-

"Lee Henna! Aku merindukanmu!"

Gadis berambut panjang sebahu telah tiba menghampirinya, dengan kemeja serta bawahan denimnya, tempilannya lebih stylish dari biasanya.

Sohyeon, namanya Sohyeon.

Pintar, cantik, berwibawa, bebas, berpikiran luas, selera humor yang bagus, positive thinking, supportive.

Apa kurangnya dia? Kenapa Namjoon lebih memilihku? Kenapa tidak dia? Sohyeon memiliki banyak peminat, sedangkan aku?

Gadis lemah, tidak memiliki otak yang cerdas, kurus, dingin, cuek, negative thinking, tidak berwibawa.

Dan satu lagi,
Yup, aku ini sakit.

"Henna.. kau mengabaikanku"

Aku kikuk, jelas raut wajah gadis itu berubah, lihat saja, yang tadinya antusias justru berubah menjadi tidak berminat.

"Maaf, aku sedang banyak pikiran. Ngomong ngomong bagaimana kuliahmu? Berjalan lancar?"

"Tentu, ahh aku butuh istirahat, semua tugas harus kukerjakan. Terlebih aku sedang dalam masa evaluasi"

Aku memahaminya, kami memang beda jurusan namun kami dekat. Walau pertemananku dengannya masih sedikit baru. Sangat baru.

Aku tersenyum, tapi aku memberikannya senyuman palsu.
Maaf jika aku seperti itu, hanya saja aku tidak sedang ingin menebarkan semyumanku pada siapapun. Termasuk keluargaku sendiri.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 09, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Don't Leave meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang