"Apa maksud kamu ngomong kayak gitu?" tanya Sean tidak paham. Dia menggerakkan kedua tangannya dan mengimbuhkan, "aku buat apa sampai kamu semarah ini?"
Nada menggeleng, berusaha menghindari tatapan mata Sean dan menjawab, "Kamu gak buat salah."
"Apa ada kekurangan aku yang bikin kamu gak suka?"
Nada menggeleng lagi, "Sean itu sempurna. Yang kurang itu aku."
"Jadi..." Sean tersenyum sakit. "Aku diputusin karena di mata kamu, kamu punya kekurangan, di mata kamu ... aku sempurna. Dan jadi sempurna ... itu salah satu kekurangan terbesar aku? Sesuatu yang paling salah di mata kamu?!"
Nada menggeleng cepat. Bukan itu maksudnya. Nada tidak pernah berpikir demikian. Sean berkata seolah Sean yang tidak pantas untuk Nada. Padahal sebaliknya, Nada yang sama sekali tidak pantas untuk Sean.
"Aku jatuh cinta sama kamu dari dulu." Sean tersenyum sakit. Dia mendongak, berusaha menenangkan gemuruh di balik dada. Kepalanya panas, dia seolah akan meledak. Air menetes menyusuri pipinya, Sean segera menyekanya cepat. "Aku pikir ... perasaan aku berbalas. Sebanyak aku mau ada di sisi kamu, aku selalu optimis sebanyak itu juga kamu mau ada di sisi aku."
Sean tidak salah tentang itu.
Salah satu hal terbaik dalam hidup Nada adalah selalu ada di sisi Sean selama ini. Dengan Sean, Nada merasa diterima, dihargai, dan dibutuhkan. Saat mereka bersama ... Nada merasa kalau kekurangannya bukanlah suatu hal yang perlu Nada khawatirkan.
Demi Nada ... Sean belajar bahasa isyarat. Pemuda itu bahkan sampai ikut les agar bisa mengerti tentang semua yang ingin Nada katakana padanya.
Sejak dulu...
Sebelum mereka menyadari memiliki perasaan satu sama lain.
Sean sudah berkorban sampai sejauh itu.
Justru karena Sean sudah banyak melakukan hal demi kebaikan Nada, sementara Nada belum pernah melakukan apa pun demi Sean. Nada ... semakin yakin untuk mengakhiri semuanya.
"Maaf, Sean." Nada tersenyum lemah. "Mulai sekarang ayo kita gak ketemu lagi. Aku juga gak akan masuk sekolah."
Sean terkekeh perih, "Kamu ... emang bener-bener kejam ternyata."
Sean mengembuskan napas kasar, mengedik lemah. Dia tidak tahu harus bicara apa lagi?
"Kalo kamu gak mau masuk sekolah lagi, gak masalah. Aku juga sama."
Nada membulatkan mata sembabnya kaget.
"Hahh ... aku gak ngerti lagi." Sean mengacak rambutnya muak. Dia berbalik dan melangkah pergi, "terserah."
Nada menatap punggung Sean. Pemuda itu berjalan gontai, sebelum akhirnya menghilang saat berbelok menuju tangga.
Nada menghapus air matanya yang menetes semakin banyak. Hatinya sakit, tapi Nada yakin ini adalah pilihan terbaik.
Bahagia Nada memang dengan Sean, tapi kebahagiaan Sean bukan dengannya.
Tapi ... kenapa perasaannya sampai sehancur ini?
"Kak Nada..." panggil Putri. Sejak tadi dia mendengar percakapan Nada dan Sean di kejauhan. Menyimak semuanya dengan jelas. Putri mendekat, Nada tersenyum pilu. Nada tetap diam saat Putri mengelus lengan kakaknya.
"Aku tahu hidup kakak sulit, sebagai adik kakak, aku bahkan gak bisa bantu apa pun."
Nada menggeleng. Itu tidak benar. Putri selalu membantunya, Putri bahkan menolong Nada setiap kali Nada membutuhkan bantuan. Putri adalah adik satu-satunya Nada yang paling penyayang.
"Aku ngerti keputusan Kakak mutusin Kak Sean juga pasti setelah pertimbangan matang." Putri mengangguk. Dia tersenyum manis, "tapi ... ninggalin seseorang yang tulus sayang sama kakak cuma karena satu kekurangan yang Kakak punya, apa itu gak terlalu jahat?"
Nada menelan ludah. Dia menjawab, "Kekurangannya terlalu fatal."
"Manusia hidup itu pasti punya kekurangan masing-masing. Mereka diciptakan berpasangan justru untuk melengkapi satu sama lain." Putri menggenggam tangan Nada erat, mereka saling menatap lekat, "Kakak ninggalin Kak Sean karena yakin itu yang terbaik buat Kak Sean. Tapi apa yang kita anggap baik, tidak selalu menjadi keputusan terbaik. Apa yang menurut kita baik, belum tentu baik juga di mata orang lain. Sama juga dengan keputusan Kak Nada."
"Mungkin, di mata Kakak, mutusin Kak Sean itu hal terbaik untuk Kak Sean, tapi sebaliknya bagi Kak Sean. Kakak bahkan gak mempertimbangkan perasaannya Kak Sean, Kakak gak minta pendapat dia atau mau tahu tentang anggapan Kak Sean soal hubungan kalian. Bagi aku, kekurangan Kak Nada itu bukan karena gak bisa bicara."
Putri melepaskan genggaman tangannya, "Tapi karena Kak Nada sering terlalu memandang kecil diri Kakak sendiri."
Nada tidak bisa menjawab. Pendapat Putri memang benar. Tapi Nada...
"Well, apa pun keputusan Kak Nada aku pasti selalu di pihak Kakak." Putri mengernyih lebar. Dia memeluk kakaknya erat, "aku gak bakalan pernah ninggalin Kak Nada."
Nada mengangguk. Dia balas memeluk adiknya. Dia bersyukur karena sudah memiliki adik sebaik Putri. Putri ... merupakan salah satu anugerah terbaik yang diberikan Tuhan untuk Nada.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
The Voice
Teen FictionDari Nada yang tidak bisa bicara, untuk Sean yang tetap setia mencintainya.