Nada-Nada
"Aku." Sean ragu saat menggerakkan tangannya lagi. Dia tidak berani menatap Nada. "Punya motif sendiri kenapa selama ini berbuat baik sama kamu."
Motif?
Nada tertegun. Dia tidak paham maksud Sean. Apa maksudnya? Apa itu artinya selama ini saat bersama Nada, Sean tidak pernah tulus? Apa Sean terpaksa menjadi teman Nada atas permintaan kedua orangtuanya?
Apa selama ini Sean menderita karena harus punya teman yang bisu seperti Nada?
Nada menggigit bibir bawahnya pelan. Berusaha meredam gemuruh sakit di balik dada yang seolah mulai meradang. Sebenarnya, Nada mengerti dan sadar memang tidak banyak orang yang bisa tulus menerima keberadaan Nada ketika berbicara dengan Nada saja membuat mereka semua kerepotan.
Tapi, Nada tidak pernah menyangka kalau kata itu akan keluar dari mulut Sean.
Sakit? Jelas saja. Tidak ada orang yang cukup tangguh untuk mengetahui kalau selama ini cinta yang dia dapatkan hanyalah khayalan semu. Semua orang-orang di sekitarnya yang bilang menyayangi dan bersedia menerima apa adanya ternyata punya motif sendiri.
Hanya saja ...
Nada berusaha tersenyum kecil, air menggunung di pelupuk –nyaris tumpah. Tidak apa-apa, walau Sean punya motif, walau Sean tidak tulus, selama mereka bisa berteman, Nada akan mencoba menerimanya. Apa pun yang Sean inginkan akan Nada berikan, segalanya yang Sean butuhkan akan berusaha Nada penuhi asal Sean tidak pergi meninggalkannya.
"Nada." Panggil Sean saat tahu Nada mulai galau. Nada mengangkat wajah, berusaha mengukir senyuman yang lebih lebar saat airmatanya mulai tumpah. Sean terlihat menyesal, dirundung rasa bersalah. Hanya saja, Sean tidak mau membohongi Nada selamanya.
Sean ingin Nada tahu alasan kenapa sampai hari ini mereka masih bersama walau pengakuan Sean mungkin justru akan membuat Nada tidak nyaman. Setelah ini, hubungan mereka tidak akan sama lagi. Sean sudah siap dengan resikonya. Mau bagaimana lagi? Sean menderita kalau dia harus lebih lama lagi berpura-pura.
"Aku gak masalah walau kamu punya motif." Nada menggerakkan tangannya. "Dalam hidup, ada yang disebut hubungan timbal-balik. Apa yang bisa aku kasih buat kamu, Sean? Aku pasti ngusahain semuanya."
Sean diam lagi. Dia ragu-ragu menggerakkan tangannya sambil berkata, "Bisa ... kamu jadi pacar aku?"
Eh?
Nada memiringkan kepala bingung. Apa telinganya juga mulai bermasalah? Rasanya ... barusan Nada mendengar pertanyaan paling mustahil di matanya. Terlalu tidak masuk akal. Mana mungkin ...
"Aku jatuh cinta sama kamu." Sean menelan ludah. Dia menatap Nada lurus-lurus. "Aku baru sadar ini beberapa tahun lalu, tapi mungkin aku jatuh cinta sama kamu dari kecil."
Tidak-tidak-tidak.
Sean tidak punya alasan untuk jatuh cinta pada Nada. Nada tidak lah secantik para gadis yang mengelilingi Sean selama ini. Nada juga tidak sepandai ketua kelas yang Sean tolak beberapa hari lalu. Terlebih ... Nada itu bisu.
Mana mungkin pemuda sesempurna Sean ingin menjadi pacar Nada. Sean pasti akan semakin sering dicemooh oleh teman-teman mereka kalau sampai berpacaran dengan Nada.
"Sean ... aku bisu." Nada menggerakkan tangannya pelan. Dia melebarkan pupilnya seolah menegaskan kalau tidak sedang bermimpi.
"Aku tahu."
"Terus?"
"Gak ada alesannya buat jatuh cinta sama seseorang. Aku cinta sama kamu, berharap bisa jadi pacar kamu. Tapi kalau kamu nolak aku, aku gak bisa sering nemenin kamu lagi." Sean bicara masih sambil menggerakkan tangan. "Maaf kalau kamu nganggap egois. Tapi setelah semua ini, kita gak mungkin balik lagi ke hubungan yang dulu."
Nada nyaris tidak berkedip. Dia menunduk dalam, masih berusaha mengumpulkan kepingan pengakuan Sean agar tersusun rapi di kepalanya. Sean bilang selama ini menjadi sahabat Nada karena memiliki motif, Sean tidak setulus yang Nada pikirkan selama ini. Lalu motif itu adalah Sean mencintai Nada sejak kecil, dan sekarang Sean ingin menjadi pacarnya.
"Kalau kamu pacaran sama aku, nanti kamu dibikin malu." Nada menggerakkan tangannya ragu. Tubuhnya tremor. Semuanya terlalu mendadak. Bukan berarti Nada tidak senang, selama ini Nada juga jatuh cinta pada Sean. Tapi Nada tidak berani berpikiran lebih jauh. Menjadi kekasih Sean hanyalah sebuah angan.
Sean menatap Nada tajam.
"Kenapa kamu mikir kalau pacaran sama kamu, aku bakalan malu? Siapa peduli sama pendapat orang lain?"
"Tapi reputasi kamu bisa jadi jelek."
"Nada, kalau kamu gak mau jadi pacar aku gak perlu cari alasan kayak gitu."
"Bukan itu maksud aku." Nada panik. Kepalanya menggeleng cepat, dia tidak bermaksud membuat Sean kesal. Hanya saja, sejak tadi ada hal yang Nada pikirkan. Apa benar tidak apa-apa?
Kalau gadis serba kekurangan seperti Nada berpacaran dengan Sean, apa benar tidak akan menimbulkan masalah? Kalau masalahnya hanya untuk Nada sendiri, Nada masih bisa menerima, hanya saja Nada tidak mau kalau hal itu bisa membuat Sean terluka juga.
"Aku, juga sayang sama kamu." Tangan Nada bergerak pelan. "Kalau kamu gak keberatan sama gadis bisu kayak aku, aku mau jadi pacar kamu."
Sean tersenyum lebar. Sebenarnya dia sudah sedikit memiliki firasat, hanya saja dia tidak mau kege-eran dan besar kepala. Mereka tumbuh bersama, sedikit-banyak Sean sudah tahu setiap gelagat Nada. Jadi, setidaknya 60% Sean yakin Nada juga menyukainya, 40% Sean merasa mereka dekat karena Nada tidak punya banyak teman selain dirinya.
Sean meraih tangan kanan Nada membuat Nada terkejut. Nada menunduk malu, tidak lama kemudian mereka disoraki teman sekelas.
Sean kaget saat sadar dirinya jadi pusat perhatian. Nada tidak berani lagi mengangkat wajahnya. Memang dasar Sean itu, nembak orang tidak sadar mereka ada di kelas.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
The Voice
Ficção AdolescenteDari Nada yang tidak bisa bicara, untuk Sean yang tetap setia mencintainya.