34. Job Hunting

7.9K 1.3K 161
                                    

Pengidap sindrom ini cenderung malas mencari pekerjaan dengan tekun

•••

Lelaki berlesung pipi yang tengah menenteng kantongan belanja menghentikan langkah tepat didepan pintu apartemennya. Ia menghembuskan nafas melalui mulut sebelum menekan bel disamping interkom.

Tak lama berselang, seseorang membuka pintu untuknya. Namun, hal itu lantas membuat senyumnya memudar seketika.

"Eoh, kau datang?" Doyoung tersenyum kikuk mendapati tatapan datar Jaehyun. "Taeyong ada didalam."

"Aku tahu," Si lelaki berlesung pipi meresponnya malas sebelum melenggang kedalam apartemen terlebih dahulu.

Doyoung hanya mengekor dibelakang Jaehyun lalu kembali duduk disamping Taeyong yang tengah melahap buah pada sofa ruang tengah. "Tae, sejak kapan Jaehyun sering mengunjungimu?" Tanyanya saat lelaki yang lebih muda berjalan ke arah dapur bersama kantongan belanjanya.

"Pagi tadi," Taeyong mengangkat bahu acuh. "Bibi Yoona yang menyuruhnya menjagaku disini sampai aku pindah ke rumah mereka esok lusa."

"Kau... Akan pindah kesana?" Doyoung mengerjapkan mata tak percaya. "Kau yakin?" Tanyanya lagi.

"Aku tak ada pilihan lain, keselamatan tiga bayiku lebih penting." Taeyong menghela nafas pasrah. "Lagipula hanya tiga bulan, setelah melahirkan aku akan kembali ke Paju."

Doyoung menatap sahabatnya sendu. "Apa kau tak ingin berusaha membuat Jaehyun mengingat semuanya lagi?"

"Terkadang, kita tak perlu memulai dari awal lagi hanya untuk mencari sebuah kebahagiaan, apalagi saat kebahagiaan lain telah menanti." Taeyong tersenyum kecut. "Lebih baik aku merawat anak-anakku sendiri tanpa khawatir akan merasa sakit hati karena ditinggal pergi," sambungnya.

Doyoung terlihat berpikir sejenak sebelum berkata, "Tapi kau pernah membuat Jaehyun perlahan berubah, sindromnya bisa hilang secara perlahan, Tae."

"Aku tak ingin berharap lebih, Doyoung-ah." Taeyong meletakkan piring berisi buah diatas meja sebelum menyandarkan punggungnya pada badan sofa. "Melihatnya tak mengingatku saja sudah menghancurkan hatiku hingga separah ini."

"Aku mengerti, tapi kau juga harus mengerti keadaan Jaehyun. Bukan keinginannya untuk hilang ingatan," Doyoung merasa perlu untuk mengingatkan sahabatnya itu. Sebab ia tahu, Taeyong sangat mencintai suaminya, Jung Jaehyun.

Mendecih, Taeyong melirik Doyoung malas lalu berkata. "Kenapa kau membelanya? Bukannya dia yang membuatmu tak bisa menikahiku?" Tanyanya bercanda.

"Terkadang apa yang manusia inginkan bukanlah sesuatu yang ia butuhkan," Doyoung menggenggam jemari lentik Taeyong. "Aku menginginkanmu, tapi Jaehyun lebih membutuhkanmu."

Taeyong tak kuasa menahan senyumnya. Jika dikehidupan selanjutnya ia masih dipertemukan dengan Doyoung, Taeyong sangat ingin menjadi saudara dari lelaki itu. Meskipun banyak bicara dan sering memancing perdebatan, tapi Doyoung pun memiliki sisi dewasa yang membuatnya kagum dan terpanah.

"Permisi!"

Ditengah keheningan antara Taeyong dan Doyoung yang tengah berbagi tatapan hangat, suara Jaehyun tiba-tiba menggema. Si lelaki bergigi kelinci lantas melebarkan mata saat Jaehyun mendaratkan bokong ditengah-tengahnya dan Taeyong.

"Apa yang kau lakukan?" Tanya Taeyong kesal.

Pasalnya sang suami menggerak-gerakkan badannya guna menyelipkan diri diantara ia dan Doyoung. Jaehyun sudah seperti anak kecil yang memaksakan untuk duduk dalam barisan murid taman kanak-kanak pada bangku panjang kereta.

Peter Jung | Jaeyong ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang