Tujuh

34.5K 4.4K 204
                                    

Andai mungkin, bola mata Febe pasti sudah melompat keluar mendengar ucapan Kennan. Dia kembali meletakkan piring ke atas meja, urung menyantap makan malamnya. Baru setengah jam silam dia benar-benar merasa bersimpati pada Kennan yang terlihat putus asa. Namun bukan berarti Febe bersedia mengorbankan hidupnya dan menjadi pahlawan.

"Kamu barusan ngomong apa? Aku nggak salah dengar, kan?" suara Febe terdengar ketus. Dia bisa memindai kekagetan di wajah Kennan. "Kamu kira ini cerita drama romantis? Ada kakak calon mempelai cewek yang mau aja jadi pengantin pengganti?" tanyanya sewot.

Kennan bersandar di kursinya. Lelaki itu terlihat lelah. "Kamu kira aku hepi sama situasi sekarang? Kamu kan dengar sendiri kalau aku nolak usul papaku pas ke sini minggu lalu. Tapi, makin ke sini, aku nyoba mikir realistis. Udah deh, nggak usah dulu mikirin soal malu. Ada masalah besar yang jelas-jelas muncul di depan mata, mamaku yang jadi sakit-sakitan. Ibu pun sama, kan? Makin dekat dengan hari-H, pasti mereka makin kalut. Sama kayak aku. Situasi nggak bakalan membaik, paling nggak sampai tanggal resepsi. Percaya, deh!"

Kalimat Kennan tentang masalah nyata di depan mereka memang tidak mengada-ada. Febe pun berhari-hari ini kesulitan berpikir jernih karena mencemaskan ibunya. Hingga merampas sebagian besar jam tidurnya. Andai bisa, dia ingin membantu untuk mencarikan jalan keluar. Akan tetapi, bukan dengan cara menggantikan posisi Irina di pelaminan.

"Aku paham apa yang kamu omongin. Tapi bukan berarti aku mau, Ken."

Lelaki itu menyergah, "Tadi katanya mau bantuin aku. Emangnya kamu ngeliat ada jalan keluar yang lain?" Kennan meremas rambutnya dengan tangan kanan. Lelaki itu duduk bersandar dengan bahu merosot. "Aku beneran udah buntu. Nggak bisa mikir sama sekali. Dan nggak ngeliat ada jalan keluar lain."

Perbincangan mereka sebelum Febe mandi, kembali terngiang. Perempuan itu sangat ingin murka dan memaki Kennan sepuasnya. Namun dia tak bisa melakukan itu. Kennan yang duduk di depannya saat ini, berbeda seratus delapan puluh derajat dibanding kekasih Irina yang biasanya tak sudi menatap Febe saat mereka bertemu. Maka, ketimbang mengomeli Kennan yang sedang putus asa, Febe lebih memilih untuk berusaha memaklumi pria itu.

"Tadi, kamu sendiri yang bilang kalau cuma Irina yang bisa ngeberesin semua masalah," Febe mengingatkan. "Jadi, jangan lagi pernah kepikiran mau nikah sama aku. Aku tau kamu lagi putus asa, aku pun sama. Tapi bukan berarti kita akan ngambil jalan sinting kayak gitu. Silakan minta bantuan yang lain dariku."

"Cuma Irina yang bisa ngeberesin semua masalah, kalau itu berkaitan dengan ngasih penjelasan tentang alasannya kabur gitu aja. Dia yang seharusnya nanggung malu, bukan orang lain." Lelaki itu memijat pelipis dengan tangan kirinya. Kekesalan Febe mulai mendebu. Kennan memang tidak menjabarkan tentang penderitaannya, tapi jelas terlihat jika lelaki itu teramat sengsara.

"Kamu kira, aku bakalan hepi kalau Irina tiba-tiba balik dan semua rencana kami diterusin? Nggak, Fe. Tau kenapa? Karena aku nyadar betapa egoisnya adikmu itu. Tingkahnya nunjukin kalau dia nggak menghormati hubungan kami. Apa yang bisa diharapkan dari orang yang nggak menganggap serius suatu komitmen?"

Febe tidak menjawab. Dia sependapat dengan Kennan meski takkan mengakui itu. Pengkhianatan yang dilakukan Irina memang teramat melukai harga diri. Di depan Febe, Kennan meregangkan tubuh sebentar.

"Tapi, ada untungnya juga Irina kabur. Aku jadi nggak punya waktu untuk patah hati. Karena terlalu fokus mikirin jalan keluar untuk masalahku."

Kennan mengedikkan bahu dengan wajah murung. Lelaki itu memiliki tubuh tinggi dengan bahu lebar. Bagi Febe yang tergolong mungil, fisik Kennan cukup mengintimidasinya. Pria itu memiliki rambut cokelat yang selalu dipotong pendek, mata yang menyorot tajam dan membuat Febe merasa sedang dikuliti, alis cukup tebal, pipi tirus, hidung bangir, serta bibir tipis. Perpaduan semuanya menampakkan sosok pria menawan. Namun, di mata Febe, bulu mata tebal dan lentik Kennan adalah aset terbaik di wajahnya.

Despacito [Terbit 28 Oktober 2020]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang