1: Asam Lambung

21 2 1
                                    

Krucuk~

Hana tercenung. Awalnya melangkah, ia menjadi berhenti di tengah jalan. Hana mendesah. Menatap ke arah suara berasal dengan memelas.

"Bisakah kau sedikit bersabar?"

Pandangannya beralih menatap bangunan-bangunan yang menjulang tinggi disekitarnya. Bukan pandangan menilai, melainkan sinis yang entah ingin siapa ditunjukannya.

"Aku tau kau lapar. Kau butuh ku isi. Tapi bisakah kau sedikit bersabar?" bibirnya mengerucut. "Kalau kau kesusahan, aku lebih kesusahan dua kali lipat."

"Kau hanya menunggu untuk terisi saja. Entah makanan dalam bentuk apa saja. Sedangkan aku harus memilah. Mana yang boleh kumakan atau tidak. Jika kau salah kuberi, kau akan kesulitan. Akhirnya aku juga yang akan tersiksa. Jadi bisakah kau bersabar?"

Beberapa detik ia berhenti berbicara, Hana menepuk perutnya sembari membuang nafas kasar. "Bagus, seperti itu."

"Jangan membuatku ingin mengoceh lagi. Itu akan menguras energi, jadi diamlah."

Hana menarik kupluk coklat yang ia gunakan. Malam ini sangat dingin. Rasanya dia membutuhkan ekstra kehangatan. Ia butuh kehangatan, dan butuh energi tentunya sejak satu jam lalu.

Telinganya berdesir tertusuk angin malam. Kembali tangannya menarik kupluk rajut itu hingga menutup telinga.

"Oke. Aku akan segera menemukan apa yang pas aku makan."

Langkahnya kembali terayun ketika lampu merah muncul mengizinkan para pejalan—termasuk dirinya, untuk melanjutkan langkahnya.

Malam-malam itu musuh terbesar Hana. Gadis yang tidak memiliki lekuk tubuh yang indah layaknya Ariana Grande maupun Nicki Minaj, selalu kelaparan. Membayangkannya saja ia sudah terbanting. Jika dibandingkan, lidi akan jauh lebih cocok.

Kembali lagi. Kebiasaan Hana, gadis itu akan terbangun malam-malam hanya merasa lapar. Jika tidak terisi, sampai pagi pun mata berlensa keabu-abuannya tidak akan pernah terlelap. Walaupun ia suka makan tengah malam, Hana tidak pernah mengalami kenaikan berat badan 0,5 kg sekalipun. Makanya, sebagai gadis yang memiliki tinggi 159 cm dengan berat badan 40 kg dan akan turun hingga 39 kg, tidak akan bisa mencapai berat badan ideal-nya sebesar 49-50 kg.

Ia pernah mengalami kenaikan 1 kg menjadi 41 kg dengan susah payah. Namun keesokan harinya ketika Hana menimbang, akan kembali menurun hingga 39 kg. Sudah uring-uringan jika ia tau seperti itu. Gadis ini adalah gadis frustrasi jika mengenai persoalan menaikkan berat badan. Padahal makan malam sudah menjadi kebiasaannya.

Berbeda dengan teman-teman perempuannya yang memuji keahlian tubuhnya yang tidak perlu mempermasalahkan kenaikan berat badan jika makan malam. Bahkan mereka iri pada tubuhnya yang langsing. Hana hanya ingin menampar mereka satu persatu. Apakah mereka tidak tau jika dirinya berkeinginan memiliki pantat yang sintal dan tubuh yang menawan sesuai idealnya? Menyebalkan. Setidaknya mereka bersyukur, gerutunya.

Lupakan. Itu hanya akan membuat pikiran Hana mengkusut.

Matanya menelisik ke arah bangunan dengan aksen batu-bata kecoklatan dan air mancur yang mengguyur di kaca bangunan tersebut. Di sana terdapat platform beberapa menu yang bisa menggugah seleranya.

Ah, sepertinya bisa.

Hana berjalan mendekat ke arah pintu kaca tersebut. Ketika tubuhnya telah sepenuhnya masuk ke sebuah tempat makan tersebut, dirinya disuguhi suasana ramai dan aroma makanan pedas dan lezat yang menusuk hidungnya. Astagah.

Hana duduk di salah satu tempat kosong. Tidak begitu lama, pelayan datang menaruh buku menu dan siap mencatat untuk pesanannya.

Ia bisa membaca beberapa makanan khas korea disertai foto makanan yang disuguhkan di samping namanya.

Butterfly in SeoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang