4: Tiket dan Konser

20 1 0
                                    

"Permisi...Apakah kau merasa kehilangan tiket?"

"Tidak?"

"Oh—terimakasih, cari aku jika ada yang merasa kehilangan ya!"

Sudah lima belas menit lamanya Hana berusaha untuk menanyakan satu persatu pengunjung Stadion yang akan memasuki dan menonton konser. Berita bahwa konser akan dimulai 10 menit lagi adalah sesuatu hal yang buruk. Hana sangat cemas jika seseorang itu akan nampak kecewa. Mengingat tiket ini tidak semurah uang bulanannya, sungguh akan terasa mengecewakan jika kau sudah sampai namun tiket konsermu hilang.

Hana bergerak kesana kemari begitu melihat segerombolan gadis-gadis yang tengah berbincang. Tapi sama saja, tidak ada seorang pun yang merasa kehilangan tiket. Bahkan mereka semua menunjukkan sebuah tiket milik masing-masing.

Sungguh, ini melelahkan. Ditambah terik matahari yang menyeruak. Membakar kulit putihnya yang tak tertutup oleh sehelai kain.

Seorang gadis bersama kedua orang tuanya datang. Mulai menaiki tangga kecil dekat dengan pintu masuk Stadion.

"Oh—permisi!" pekiknya menghampiri.

Ketiga empu itu menoleh menatap Hana penuh tanya. "Eh—apakah kalian sudah memiliki tiket konser?"

Mereka mengernyit. Tampak sekali terdapat guratan aneh yang tercetak di dahi mereka masing-masing.

"Maksudku—aku menemukan sebuah tiket jatuh. Apakah kalian merasa kehilangan?"

Kedua pasangan yang diyakini suami istri ini menatap satu sama lain. Membuat Hana semakin kalang kabut tidak tau harus bagaimana. Hana akan gugup jika dalam situasi seperti ini.

"Mama, ayo nonton konser! Aku mau cepat-cepat lihat! Nanti kita terlambat!" rengek seorang gadis yang lebih pendek dari mereka. Fokusnya teralihkan pada gadis mungil yang tengah menarik baju wanita yang diyakini adalah ibunya.

Bisa Hana lihat jika mereka bukanlah seseorang dari negara asli Korea Selatan. Bola mata kehijauan yang tercetak besar nan indah itu menunjukkan mereka bukanlah warga Korea.

"Sorry, we have to go!" ucapnya sebelum berlalu. Tak lupa senyuman hangat mereka tampakkan sebelum mendekati bagian registrasi tiket.

Hana menghelas nafas pasrah. Astagah, bagaimana bisa ia menemukan pemilik tiket ini jika sebentar lagi akan dimulai? Bahkan ketika dia menjatuhkan tiket ini, Hana sama sekali tidak melihat bagaimana ciri-ciri pemilik tiket. Bagaimana mungkin ia mudah menemukannya?

"Hei—kau!"

"Hai!"

"Hai—kau yang memakai blazer merah jambu!"

Hana mendelik ketika seorang laki-laki memakai baju serba hitam dengan kalung nametag menggantung di lehernya. Untuk meyakinkan, Hana menunjuk dirinya sendiri dan dibalas anggukan setuju oleh laki-laki tersebut.

Hana menghampiri sang pemanggil. Setelah sampai di hadapannya, Hana mengajukan pertanyaan. "Ada apa?"

Bukan malah menjawab, laki-laki tersebut menarik tiket yang digenggamannya. Mencoretnya diakhiri Hana yang mendapatkan cap di punggung tangan kanannya.

Hana terkejut dan semakin terkejut ketika seorang laki-laki yang dapat dipastikan adalah salah satu panitia konser bagian registrasi itu mengembalikan tiketnya tepat di genggaman tangannya—saat Hana tak kunjung menerima uluran tiket darinya. Bedanya tiket tersebut sudah diberikan sebuah tanda seperti registrasi?

Registrasi?

"Tunggu sebentar!" hardik Hana ketika menyadari sesuatu. Membuat laki-laki itu menatapnya kembali, menghentikan kegiatannya yang akan menekan tombol pembuka pintu pembatas antrian untuk memanggil penonton selanjutnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 23, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Butterfly in SeoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang