Isti menghempaskan diri di sofa dekat singgasana bos. Wito melirik sepintas.
"Oleh-olehnya mana, Mbak?"
Isti menoleh cepat ke arah Wito. "Ga ada oleh-oleh, kan nggak jadi pulang. Kalau hari minggu beneran dikasih libur sih pasti pulang. Sayangnya ada yang mengingkari janji. Bos sendiri mana oleh-oleh? Habis pulang kan?"
Wito menyerigai. "Tadinya mau bawa oleh-oleh tapi ketinggalan di rumah."
Isti mencebik. "Nggak usah cerita aja mending, Bos."
Cewek itu beranjak dari sofa untuk menuju depan pintu. Lebih baik jauh-jauh dari si Bos dari pada emosi sepanjang hari.
Namun sepertinya mustahil karena jarak mereka hanya lima langkah. Hanya tinggal balik badan pasti sudah bisa melihat Bos.
Isti melihat ke arah luar ruangan. "Kok belum ada pasien sih? Sepi amat. Nggak seperti biasanya."
"Dokternya cuti," ujar Wito ketika keluar dari ruangan kerja.
"Cuti? Tau gitu juga ikutan cuti aja," keluh Isti. Cewek itu sudah menyandarkan tubuh ke pintu.
"Mau cuti? Besok yang dinas banyak."
Tawaran Wito membuat cewek itu bersemangat kembali. Dia langsung mencari map jadwal dan memperhatikan. "Mau banget Bos. Besok aku cuti ya."
Wito mendekat lalu ikut mempelajari jadwal. "Tapi kalau habis libur, masuk sebentar terus libur lagi seperti nggak enak dilihat di jadwal. Nggak usah cuti saja lah, Mbak."
"Cuti juga nggak apa-apa kan, Bos?" rayu Isti.
"Nggak usah. Aku saja yang cuti." Wito mengeluarkan jadwal, merogoh saku jas untuk mengeluarkan bolpoin.
"Ya sudah nggak jadi cuti tapi P1-nya jangan aku. Pilih yang lain ya, sekali-kali gantian gitu." Isti menyatukan kedua telapak tangan untuk memohon kemurahan hati cowok itu.
"Bintang atau Lily gitu." Isti menunjuk ke arah Bintang yang melenggang menuju alat kimia sambil membawa sampel.
"Oh, no. Mbak Isti saja lah, Bos." Tolak Bintang.
"Nah, beres. Besok yang jadi P1 mbak Isti." Wito kembali mengantongi bolpoin warna langit.
"Bos memang jago PHP." Isti bersedekap.
"PHP? Apaan tuh?" Dahi Wito berkerut.
"Pemberi harapan palsu," jawab Lely sambil menahan tawa melihat drama antara Isti dan Wito.
"Oooo," jawab Wito sambil masuk ruang kantor.
Isti melirik sebal, yang dilirik masih datar saja wajahnya. Tidak merasa bersalah.
"Selamat pagi, Laborat, Wito." Wito menerima telepon pada dering pertama berbunyi. Selalu saja mengucapkan selamat pagi walau pun hari sudah mulai siang.
"..."
"Oke, bisa. Mbak, rumahnya mana?"
"..."
"Nama bapaknya siapa? Besok malam minggu boleh main ke sana?"
Isti kembali melirik si Bos. Demi apa coba basa-basi yang nggak banget seperti itu.
"Bos, jangan suka PHP-in anak orang. Ntar kalau dia sudah berharap kan kasihan," tegur Isti judes.
"Siapa yang PHP, aku kan cuma nanya saja." Wito sama sekali tidak memandang wajah Isti melainkan tetap memandang layar komputer.
"Teleponnya bunyi!"
Isti tidak berkata-kata melainkan langsung menuju meja besar yang ada di tengah ruangan Laboratorium untuk mengambil telepon yang satunya. Mereka punya dua telepon dengan nomor ekstensi yang berbeda.
"Laborat, Isti, selamat siang."
Pintu Laboratorium terbuka, muncullah empat cewek dan satu cowok. Wito juga sudah keluar dari ruangannya untuk menemui tamu.
"Selamat siang, Pak Wito. Perkenalkan ini adalah calon karyawan. Ini adalah Pak Wito, kepala ruang Laboratorium." Jeni, Cewek mungil berambut lurus itu memperkenalkan mereka.
Isti melihat mata ketiga cewek itu berbinar-binar setelah melihat Wito. Meski pun namanya jadul tapi penampilannya sangat modern. Apa lagi kalau dia tersenyum, para cewek pasti langsung tersipu mengagumi.
"Yang ini Mbak Isti." Jeni memperkenalkan mereka setelah melihat Isti mengakhiri panggilan.
Isti mengulurkan tangan untuk menjabat tangan mereka.
"Kevin, dokter umum." Cowok itu memandang lekat-lekat Isti dan tidak melepaskan genggaman tangan mereka.
Wito menghampiri mereka. "Ehm, hm, Mbak Jeni. Bukannya kalian harus keliling lagi?"
"Sampai ketemu nanti ya, Isti." Kevin menyempatkan berhenti sejenak sebelum keluar.
Wito berdiri diantara mereka untuk menghalangi pandangan Kevin. Setelah cowok itu tak lagi kelihatan, Wito balik badan. "Jangan PHP-in anak orang. Kalau dia jadi berharap kan kasihan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bos Aneh dan Nyebelin!
RomanceApa yang kamu rasakan kalau jadi anak buah dari bos yang tampan mempesona, ramah dan punya banyak fans? Bos yang selalu sabar serta tidak pernah marah? Seneng dong? Namun Isti malah bersikap judes karena kelakuan aneh dan nyebelin dari si bos. Sejuj...