Chapter 4

33 0 0
                                    

Citra menepuk lembut pundak Tara. Yang ia lihat kali ini bukan hanya Tara, sahabatnya. Tapi seorang wanita yang sebentar lagi menjadi istri seseorang. Citra tahu benar, kalau Tara adalah orang yang cukup pendiam dihadapan orang banyak. Tapi pendiamnya Tara hari ini tidak pernah sekalipun Citra lihat, selama lima tahun ia mengenalnya dibangku kuliah.

Mungkin hari ini perasaan Tara bercampur aduk menjadi satu. Tapi Citra tidak tahu apakah ada perasaan bahagia dalam hati sahabatnya itu hari ini.

"Ra.. sudah waktunya. Aku turun kebawah ya, ra." Ucap Citra.

Tara mengangguk pelan. "Makasih ya, cit."

Tak banyak yang bisa Tara katakan kepada semua orang hari ini. Bahkan kepada Citra atau ibunya sekalipun. Terlalu banyak hal bergemuruh di kepalanya saat ini. Ia bahkan tidak tahu apa yang seharusnya ia pikirkan.

Hiruk pikuk samar-samar terdengar dari lantai bawah kamarnya, yang langsung menuju ke area kebun terbuka hotel tempat ia bermalam. Tidak lama suara-suara itu pada akhirnya menghilang. Seolah ada sesuatu yang menyedot seluruh suara ditempat itu.

Hingga pada akhirnya satu suara menghenyakkan Tara dari lamunannya. Suara dari siaran televisi yang terpasang langsung dengan kamera yang terpasang di area kebun hotel. Tempat akad pernikahannya digelar. Tara hanya bisa menarik nafas perlahan.

"Saya terima nikahnya Antara Firdausy binti Muhammad Zaenudin dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."

Suara itu.

Seiring usainya ijab yang terucap dari bibir Yusuf, saat itu pulalah sebulir air mata mengalir dari pelupuk mata Tara.

Ucapan hamdalah dan tepuk tangan kembali terdengar. Bahkan suara tepuk tangan itu mampu menembus dinding kamar hotel tempat Tara tengah menunggu.

Sesak. Tara butuh bernafas. Bahkan dirinya sendiri tak tahu pasti apakah air matanya ini adalah air mata kebahagiaan atau bukan.

Tara harus bagaimana Ya Allah? Engkau Yang Maha Tahu setiap isi hati umat-Mu. Tapi sungguh hati ini telah mengkhianati semua orang yang menjadi saksi di luar sana.

Tara menutup wajah dengan kedua tangannya. Berusaha menahan tangis yang hendak keluar lebih banyak lagi.

"Tara..." Sebuah suara memecahkan pikiran Tara.

Tara memutar tubuhnya yang tengah berdiri disamping jendela besar yang terbuka lebar. Ia bisa menangkap sosok Bunda, yang terbalut kebaya putih. Terlihat begitu cantik.

"Masyaallah.. Cantiknya anak bunda." Wanita yang kini dipanggil Bunda itu mengelus punggung Tara dengan lembut.

Tara tersenyum, berusaha menyembunyikan perasaan hatinya sebaik mungkin. Untuk sesaat Tara mengalihkan pandangannya pada sebuah cermin besar yang ada di kamar itu, dirinya bahkan juga tak percaya dengan penampilannya hari ini. Seolah bukan Tara tapi masih tetap Tara yang ia kenali setiap ia bercermin.

"Assalamualaikum, bu." Tara mencium punggung tangan wanita yang kini tengah berdiri dihadapannya itu. Dia adalah ibunda dari Yusuf.

"Waalaikumussalam. Panggil bunda saja ya nak. Sekarang kamu resmi jadi anak bunda." Ucap wanita itu tersenyum penuh kebahagiaan, tergambar jelas perasaan haru dikedua matanya.

Tara hanya tersenyum. Ia tak tega menunjukkan separuh perasaan hatinya kepada wanita dihadapannya ini.

"Bunda ke sini cuma mau lihat kamu sebelum Yusuf kemari. Nanti Yusuf juga ke sini jemput kamu buat ke pelaminan." Jelas Bunda seraya memeluk Tara.

Tara hanya mengangguk. Tapi hatinya sepenuhnya menolak. Bahkan nampaknya kedua mata Tara tak sanggup membendungnya lebih lama lagi.

"Bunda curang. Masa udah curi start lihat mempelai wanitanya sebelum Yusuf?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 10, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

UntitledTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang