Chapter 1 - Tara

94 0 0
                                    

Antara Firdausy.

Untuk kesekian kalinya dalam hari ini, Tara melihat tulisan berbordir emas pada selempang yang tersampir dibahunya. Bahkan pandangan Tara juga tak luput dari wajah kedua sahabatnya, Citra dan Maya. Teriakan gembira keluar dari mulut ketiganya. Mereka sedang merayakan hal yang sama. Sebuah hasil ujian sidang skripsi mereka hari ini.

Ucapan selamat bergiliran datang kepada Tara. Hingga pandangannya jatuh pada sebuah tangan yang sedang terulur memegang buket bunga berwarna biru muda. Warna kesukaan Tara.

"Barakallah, ra." Azam tersenyum kikuk. Pria itu kini tengah berdiri dihadapan Tara.

Citra dan Maya yang menyadari kehadiran Azam hanya saling melirik dengan senyum tertahan. Keduanya tahu pasti, dari sekian banyak orang yang mengucapkan selamat kepada Tara, Azam adalah orang yang paling diharapkan kedatangannya.

Tara tersenyum tulus menerima buket bunga itu. "Jazakallah. Tara pikir Aa nggak akan datang."

"Aa kan pernah janji sama kamu ra, saat kamu sidang, Aa pasti akan datang." Ucap Azam canggung.

Tara tertegun. Untuk yang kesekian ratus kalinya, hati Tara berdesir saat bersama pria itu.

Azam ingat. Pria itu masih memegang janji mereka satu tahun yang lalu. Bahkan setelah beberapa bulan terakhir Azam tak pernah lagi mengontaknya.

Ah, pria ini memang begitu. Selalu menghilang dan menjauh sekehandak hati, namun selalu hadir kembali kapanpun Tara membutuhkannya.

"Coba sini-sini kita foto dulu kalian berdua." Ucap Maya dengan kamera handphone yag sudah standby di tangan.

"Oke. Senyum dong zam! Satu... dua... Tiga..." perintah Maya.

Azam dan Tara tersenyum kikuk menghadap kamera.

Klik...

Hari ini lengkap sudah kebahagiaan Tara.

"Terima kasih sudah menepati janjinya ya, a." Tara tersenyum seraya menundukkan pandangannya.

"Iya." Jawab Azam singkat.

Azam memang bukan tipikal orang yang banyak bicara didepan umum. Cukup menjawab seperlunya jika ditempat ramai seperti ini. Tapi Tara tak pernah tersinggung dengan sikap Azam yang seperti itu. Karena Tara tahu pasti Azam akan selalu terbuka menceritakan segalanya kepada Tara saat mereka hanya berdua.

Ia dan Azam adalah tipikal orang yang sama. Si pendiam. Tapi saat dua orang pendiam bertemu, mereka seolah menemukan dunianya sendiri. Dunia yang hanya dimengerti oleh orang-orang pendiam.

"Eh, eh. Liat tuh, cit. Ada cowok ganteng arah jam 12. Ya ampun bawa buket bunga gede banget. Mawar merah lagi. Jangan-jangan mau kesini lagi. Ngasih sama Maya?" Suara pekikan Maya menyadarkan Tara dari lamunannya.

"Ngaco kamu. Kayak kamu kenal aja." Balas Citra. Ia tahu pasti kelakuan Maya yang mudah luluh dengan cowok ganteng.

Pandangan Tara kini tertuju pada sosok yang tengah ditunjuk Maya. Seorang pria dengan kaos polo berwarna abu dan celana jeans yang tengah berjalan menembus kerumunan orang didepannya. Sesekali pria itu menengokkan kepalanya ke kanan dan kiri, seolah mencari-cari sosok yang dikenalnya diantara kerumunan itu.

Hingga tatapan mata pria itu terkunci pada satu arah. Pada mata yang juga tengah menatapnya.

Tara bisa mendengar suara nafas tertahan Maya saat sosok pria itu berhenti tepat dihadapan mereka. Sebuah senyum mengembang tergambar jelas diwajah pria itu. Dan sebuket besar bunga mawar merah segar terjulur dari tangannya.

"Barakallah, AntaraFirdausy."

UntitledTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang