Sepasang kekasih yang dua-duanya adalah seorang penjahat baru saja selesai menggasak sebuah rumah mewah, mereka beristirahat di balik reruntuhan gedung di sudut kota. Duduk sambil menghitung hasil kejahatan mereka hari ini.
"Ini, untukmu saja," laki-laki jahat itu memberikan jatah kejahatannya kepada kekasihnya.
"Tidak, ini bagianmu" kekasihnya menolak dengan penuh kelembutan.
"Tidak apa, aku sudah cukup" kata lelaki itu
"Tapi kamu kan belum dapat apa-apa?"
"Mendapatkanmu sudah lebih dari cukup"
Kedua pasang pipi mereka mulai memerah, cukup merah untuk menandingi senja sore itu. Mereka melanjutkan istirahat dengan berbagi dekap dalam degup yang mereka sendiri tidak dapat mengaturnya.
Operasi kejahatan pada 1 Juli, laki-laki jahat itu beraksi sendirian. Kekasihnya tak jadi datang mungkin terjebak macet atau sedang beristirahat, menjadi orang jahat cukup melelahkan bukan? Aku akan menemuinya nanti, kata laki-laki itu. Langit mulai menua, laki-laki jahat itu kembali dengan tangan kosong. Pun kekasihnya tidak berada ditempat biasa mereka beristirahat.
Operasi kejahatan 2 Juli, laki-laki jahat itu kembali beraksi sendirian. Nampaknya kekasihnya tak jadi datang lagi.
Operasi kejahatan 3 Juli, kekasihnya tak datang lagi. Laki-laki jahat itu tetap beraksi sendirian.
4 Juli, tak ada operasi kejahatan apapun. Pagi-pagi buta laki-laki jahat itu pergi ke reruntuhan gedung yang biasa mereka gunakan sebagai tempat beristirahat. Jangan-jangan dia tertangkap, pikir lelaki jahat itu. Ia berlari sekencangnya, menerobos manusia yang berhimpitan dipasar, bertabrakan dengan penjual asongan, atau sesekali bertemu dengan rekan sesama penjahat.
Ia sampai disana, dilihatnya sosok yang 3 hari ini tak ia jumpai. Masih tetap sama, matanya masih sama seperti yang dulu.
"Aku tak bisa selamanya jadi jahat mas" perempuan itu tiba-tiba mengeluarkan suara. Laki-laki jahat itu nampak bingung.
"Penjahat selamanya akan tetap jadi penjahat bukan? Aku tak mau terus menerus jadi penjahat, aku mau hidup bahagia mas" imbuhnya, belum sempat menjawab rentetan kalimat menghujam seperti menusuk dada si laki-laki jahat.
"Laki-laki di seberang jalan dengan isi kepala yang penuh itu sepertinya menarik, ia unik. Mungkin dia mau menerimaku sebagai kekasih"
"Atau bisa jadi laki-laki baik di masa laluku mau menikahiku kembali"
"Pokoknya aku tidak bisa bersamamu lagi mas", ia pun beranjak menjauh dari pandangan si laki-laki jahat, melangkah sampai sudut paling gelap kota itu melenyapkan bayangannya.
Keesokan harinya si lelaki jahat tengah berjalan di kota, dengan perasaan yang tidak bisa dijelaskan seperti ada badai di dadanya. Nafasnya begitu sulit untuk diatur, pandangannya buyar, langkahnya tak segesit dulu.
"Penjahat!!!!!" Teriak salah seorang dipinggir jalan, diikuti dengan kerumunan massa yang menghantamkan pukulan dari tinju, batu sampai balok. Laki-laki jahat itu tersungkur bersimbah darah. Ia sama sekali tidak merintih meminta ampun atau meringis kesakitan, percayalah betapa kepergian kekasihnya lebih sakit dari apapun.