02

726 168 7
                                    

Kali ketiga Ara mengabaikan telepon Daniel dan semua pesan yang masuk dari Daniel. Ara kecewa, jelas. Bukan kecewa karena Daniel yang bertemu dengan Natasya, tetapi kecewa karena cara Daniel yang bertemu dengan Natasya secara diam-diam tanpa sepengetahuannya.

"Kamu kenapa? Dari tadi handphone kamu bunyi tapi gak kamu angkat. Ada masalah?" Tanya Devano yang memperhatikan Ara dengan penuh tanya.

Ara membuang nafasnya kasar, menatap Devano dengan kesal. Saat ini ia berpikir apa mungkin Devano juga melakukan hal yang sama seperti apa yang Daniel lakukan?

"Kakak pernah nemuin Natasya?" Tanya Ara.

Devano membulatkan kedua matanya terkejut, kemudian menggelengkan kepalanya pelan. Ia sama sekali tidak penah menemui Natasya. Jangankan menemuinya, berniat bertemu dengannya saja tidak ada.

"Yatuhan, kakak gak pernah ada niat ketemu sama dia sedikitpun. Lagian kamu kenapa tiba-tiba tanya gini dan bahas Natasya? Gak biasanya" ucap Devano.

"Daniel nemuin dia, kak. Aku kira, kakak bakal nemuin dia juga sama kayak yang Daniel lakuin di belakang aku. Kalo emang iya, berarti kalian gak menganggap aku ada disini, kan?" Tanya Ara.

Devano terdiam dengan wajah datarnya, bepikir panjang dengan apa yang akan ia katakan. Merancang kata-kata dengan baik demi menjaga perasaan saudaranya. Devano tahu jelas bagaimana dan sedekat apa Daniel dan Natasya dulu dan jelas bukan hal yang mudah untuk Daniel melepaskan bahkan melupakan wanita yang banyak membawa perubahan pada hidup Daniel itu.

Bagi Devano, selagi Ara akan baik-baik saja dengan itu dan Daniel tidak menyakiti hati saudara nya, Devano akan memilih diam bahkan membantu Daniel untuk benar-benar jatuh hati pada Ara, apapun caranya itu.

"Jadi kamu ngerasa gak di anggap sama Daniel karena dia ketemu sama Natasya tanpa bilang ke kamu?" Tanya Devano.

Ara mengangguk kecil.

"Ra, denger ya. Kakak kira, itu wajar"

"Wajar? Iya. Itu wajar, tapi bagian mereka ketemu tanpa sepengetahuan aku apa itu wajar?"

"Iya. Karena Daniel pasti jaga perasaan kamu"

Mendengar penuturan Devano membuat Ara terdiam. Pikir Ara, mungkin benar apa yang Devano katakan. Daniel menjaga perasaan nya, dengan begitu Daniel memilih untuk menemui Natasya diam-diam tanpa sepengetahuannya.

"Ngerti? Kalian udah sama-sama dewasa. Harusnya yang kayak gini gak buat kamu marah dan gak ngangkat teleponnya. Liat, sekarang dia ngehuhungin kakak" lanjut Devano sambil memperlihatkan layar handphone nya pada Ara.

Ara mengerutkan keningnya setelah melihat Devano yang menolak sambungan telepon Daniel.

"Dia pasti mau minta maaf, sebentar lagi juga kesini" ucap Devano dengan santai.











Benar saja yang Devano katakan, Daniel berada di rumah Devano dengan membawa dua plastik besar berisi makanan ringan.

Kedua nya masih sama-sama terdiam, tidak ada yang membuka suara sama sekali.

"Ra, aku udah minta maaf lewat.."

"Emang nya ngerasa salah?"

"Jangan di potong"

Mereka terdiam kembali sampai akhir nya Daniel memposisikan dirinya untuk tidur diatas sofa dengan kepala yang berada di atas kedua paha Ara.

Selalu, Ara selalu tidak bisa mengontrol detak jantungnya meskipun Daniel hanya melakukan hal kecil yang bisa membuatnya salah tingkah.

"Jangan buat aku takut. Kalo tiba-tiba kita udahan cuma karena hal ini gimana?" Tanya Daniel dengan kedua matanya yang menatap Ara intens.

"Cuma?" Tanya Ara.

Daniel menarik tangan Ara, memainkan jari tangan Ara sesekali menggenggamnya kuat.

"Iya, maaf. Lain kali aku bakal bilang, maaf" Tanya Daniel dengan kedua matanya yang menatap Ara intens.

"Kalo kita putus gimana?" Tanya Ara tanpa berpikir panjang. Mendengar ucapan Ara membuat Daniel melepaskan genggamannya, bangun dari posisinya kemudian menatap Ara dengan tajam dan juga wajah tidak percaya nya.

"Ra, aku udah minta maaf. Kurang apalagi? Harus banget sampe putus? Gak bisa, gak bisa gini" Daniel menggeleng kepalanya cepat, mengepalkan kedua tangannya menahan emosi.

Jujur saja, sejak siang tadi ia membiarkan Ara pulang sendiri dan meminta Zero mengantarnya hanya satu yang Daniel takutkan.

Takut, jika seandainya hubungan mereka berakhir begitu saja. Memang, Daniel terkadang berlebihan, tetapi untuk masalah hubungannya dengan Ara ia selalu bertindak berlebihan, karena Daniel selalu berharap lebih dengan hubungannya kali ini.

"Dan.. aku kan cuma tanya. Lagipula, aku gak marah sama kamu" ucap Ara.

Daniel membuang nafas nya lega, menarik Ara kedalam pelukannya, memeluk Ara dengan erat dan mengusap puncak kepala kekasihnya pelan.

"Lain kali, jangan gini.." ucap Daniel pelan. Ara mengangguk pelan sebagai jawaban.

"Iya..." ucap Ara kemudian tersenyum tipis sambil membalas pelukan Daniel.












Leon membuka lemarinya, mencari satu persatu pakaian yang sudah lama tidak ia pakai.

Kali ini, Zero benar-benar mengganggu nya. Dari mulai menumpang makan, bahkan menumpang tidur dan meminjam pakaian nya.

"gue pake semua lagi. Kenapa sih lo kalo ada apa-apa lari nya selalu ke gue?" Tanya Leon yang masih sibuk mencari pakaian untuk Zero.

Zero mengangkat kedua bahunya. Bagi Zero, Leon adalah tempat satu-satunya ia bercerita yang aman di banding teman-temannya yang lain. Bukannya Zero tidak percaya pada mereka, hanya saja Zero merasa semua cerita nya akan aman jika Leon mengetahuinya.

"Lo gak pernah ketemu sama dia kan?" Tanya Zero.

Leon berdecak, ia jelas tahu kemana arah pembicaraan sahabatnya itu.

"Gak lah, ngapain juga. Beban gue sebagai mahasiswa aja sulit, gue sama sekali gak kepikiran buat ketemu apalagi nemuin dia" Leon memutarkan tubuhnya, melempar baju piyama hitam pada Zero kemudian memposisikan dirinya duduk tepat di samping Zero.

"Kenapa, Lo kangen? Lo baru sekali kan ketemu sama dia? Ayo, gue anter kalo lo mau ketemu sama dia" ucap Leon dengan wajah menggoda nya.

"Ini tangan gue belum mendarat di wajah lo ya, mau?" Zero menggantungkan tangannya di udara bersiap memukul Leon sebelum akhirnya Leon melempar Zero dengan bantal tidur yang tepat berada di sampingnya.

"Santai.." ucap Leon sambil terkekeh pelan.

Zero membuang nafasnya kasar, membuka kaos tipisnya dan menggantinya dengan piyama yang Leon pinjamkan.

"Lo beneran gak ada rasa lagi sama Nana?" Tanya Leon penasaran. Sebenarnya, Leon ingin bertanya hal itu dari jauh hari hanya saja ia tidak memiliki keberanian untuk bertanya langsung, mengingat Zero terlalu sensitif jika membahas sesuatu tentang Natasya terlebih lagi tentang Glad.

"Lo sendiri masih suka sama apa yang Daniel suka?" bukan nya menjawab pertanyaan Leon, kini Zero balik bertanya.

"Ngaco lo" jawab Leon dengan nada bicara nya yang meninggi.

Zero tersenyum hambar kemudian menatap Leon intens.

"Pertanyaan lo juga ngaco. Gue sama sekali gak ada rasa lagi sama dia, berusaha buat benci itu pilihan gue, karena menurut gue dia pantes buat di benci. Jangan bahas dia lagi di depan gue" ucap Zero yang kini memposisikan dirinya tidur di atas renjang yang berukuran sedang milik Leon, membuka kedua tangannya lebar-lebar dan mendorong Leon dengan menggunakan kakinya sampai membuat Leon terjatuh.

"Sialan, gak tau diri lo!" Gerutu Leon dengan kesal. Melihat itu membuat Zero tersenyum penuh kemenangan.

LOVE MAZE [sequel Keeper] : Kang DanielTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang